*Transkrip MATERI BINAR*
Dars 5: Tanda-Tanda Huruf
-----------------------------------------------
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله, أما بعد.
Alhamdulillah kita sampai pembahasan عَلاَمَةُ الحَرْفِ
tanda-tanda huruf dr kitab Al-Mumti' fi Syarhil A-Jurrumiyyah yg dikarang oleh Syaikh Malik bin Salim حفظه الله تعلى.
قَالَ المُصَنِّفُ : (وَالحَرْفُ مَا لَا يَصْلُحُ مَعَهُ دَلِيْلُ الاسْمِ وَلاَ دَلِيْلُ الفِعْلِ)
Telah berkata Mushannif Ash Shanhaji , Huruf Adalah Kata yg tidak cocok bersamanya petunjuk Isim dan petunjuk Fiil.
Penjelasan الشَّرْحُ :
ذَكَرَ المُصَنِّفُ أَنَّ الحَرْفَ يَتَمَيَّزُ عَنِ الاِسْمِ وَالفِعْلِ بِأَنَّهُ لاَ يَقْبَلُ شَيْئًا مِنْ عَلاَمَاتِ الأَسْمَآءِ وَلاَ مِنْ عَلاَمَاتِ الأَفْعَالِ،
Mushannif menyebutkan bahwa huruf itu dapat dibedakan dari Isim dan Fiil karena bahwasanya huruf itu tidak menerima sesuatu tanda Isim dan tidak pula tanda Fiil
فَإِذَا وَرَدَتْ عَلَيْكَ كَلِمَةٌ فَاعْرِضْ عَلَيْهَا عَلَامَات ِالأَسْمَآءِ أَوَّلًا، فَإِنْ قَبِلَتْ شَيْئًا مِنْهَا فَهِيَ اسْمٌ،
فَإِنْ لَمْ تَقْبَلْهَا فَاعْرِضْ عَلَيْهَا عَلاَمَاتِ الأَفْعَالِ، فَإِنْ قَبِلَتْ مِنْهَا شَيْئًا فَهِيَ فِعْلٌ؛
Maka apabila kamu menjumpai sebuah kata maka bandingkan dengan tanda-tanda Isim terlebih dahulu, apabila kata tersebut menerima tanda Isim maka ia adalah Isim.
Tapi jika tidak menerima tanda Isim, maka bandingkanlah dengan tanda-tanda Fiil. Jika menerima tanda Fiil maka kata adalah Fiil.
فَإِنْ لَمْ تَقْبَلْهَا فَاحْكُمْ بِحَرْفِيَّتِهَا.
Maka jika ia juga tidak menerima tanda Fiil, maka hukumilah sebagai huruf.
Ini adalah kaidah sederhana. Inti nya adalah kalau bukan Fiil, bukan Isim maka itu adalah Huruf.
Jadi Huruf itu adalah yg bukan fiil dan bukan isim. Karena kita tidak bisa mengatakan Huruf itu tandanya "seperti ini".
Bahkan ketika membahas fiil saja tandanya dengan adanya ini dan huruf ini ,huruf ini.
Begitupula waktu kita membahas Isim ditandai dengan adanya "huruf ini dan huruf itu".
Bagaimana kita bisa mensifati Huruf dengan adanya huruf? Sedangkan Huruf adalah sifat bagi yang lainnya.
Makanya definisi sederhana dari Huruf bahwasanya dia bukan Fiil dan bukan Isim maka dia adalah huruf.
Dibagian akhir buku ini, Syekh Malik bin Salim menampilkan sebuah bagan yg sangat bagus disini Beliau menampilkan/ menyimpulkan dari pembahasan Babul Kalam dari kitab Ar Ajurrumiyyah. Jadi dari pembahasan ini kita ketahui bahwasanya Kalam ini penyusun nya ada 3, yaitu Isim, Fiil dan Huruf.
Dan Isim bisa dikenali dengan tanda2 nya yaitu :
1. Jar
2. Tanwin
3. Di dahului Al
4. Di dahului oleh huruf Jar
Fiil ada 3:
1. Fiil Madhi
2. Fiil Mudhari
3. Fiil Ammr
Kemudian tanda Fiil madhi di akhiri oleh Ta ta'nist sakinah.
Dan tanda Fiil Mudhari adalah :
1. Di Awali oleh sin س
2. Di awali oleh سَوْفَ
Kemudian tanda fiil amr adalah dia bisa menunjuki atas makna permintaan atau perintah قَبُوْلِهِ dan bisa menerima ya المُخَاطَّبَةٌ.
Dan terakhir pembagian Kalam adalah Huruf. Tandanya :
لاَيَقْبَلُ شَيْئًا مَنْ عَلَا مَاتِ الأَسْمَاءُ وَلَا مَنْ عَلَا مَاتِ الأَفْعَالُ.
Tidak bisa menerima tanda Isim dan tanda Fiil.
Kesimpulannya yang bukan fiil dan bukan isim itu adalah Huruf.
الحد الله
Selesai pembahasan Babul Kalam. Semoga bermanfaat.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Senin, 27 Februari 2017
Dars 4 : Tanda-tanda Fi'il
*Transkrip MATERI BINAR*
Dars 4: Tanda-Tanda Fi'il
-----------------------------------------------
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله, أما بعد.
Alhamdulillah kita lanjukan pembahasan dr kitab Al-Mumti' fi Syarhil A-Jurrumyyah yg dikarang oleh Syaikh Malik bin Salim حفظه الله تعلى. Kita sudah sampai ke bab عَلَامَاتُ الفِعْلِ, pembahasan tanda-tanda fi'il.
____________________
قاَلَ المُصَنّفُ : وَالفِعْلُ يُعْرَفُ بِقَدْ وَالسِّيْنِ وَسَوْفَ وَتَاءِ التّأْنِيْثِ السَّاكِنَةِ
Telah berkata Mushannif, yakni Ibnu Ajurum Ashshanhaji, fiil itu dikenal dg huruf qad, kemudian huruf sin, saufa, dan ta' ta'nits yg berharakat sukun
الشَّرْحُ :
*Penjelasan*
بَعْدَ أَنْ ذَكَرَ المُصَنّفُ عَلَامَاتِ الاِسْمِ , شَرَعَ فِيْ ذِكْرِ عَلَامَاتِ الفِعْلِ,
Setelah Ash-Shanhaji selesai menyebutkan tanda² isim, kemudian beliau mulai menyebutkan tanda² fiil.
فَذَكَرَ أَرْبَعَ عَلَامَاتٍ إِذَا وَجَدْتَ وَاحِدَةً مِنْهَا فِيْ كَلِمَةٍ أَوْ رَأَيْتَ أَنَّهَا تَقْبَلُهَا عَرَفْتَ أَنَّهَا فِعْلٌ,
Maka Mushonnif menyebutkan 4 tanda bagi fi'il , apabila engkau dapati salah satu darinya ada pada sebuah kalimat, atau kamu lihat bahwasannya kata tsb yang menerima tanda tsb, engkau tahu bahwasanya itu adalah fi'il
وَهِيَ: قَدْ: وَهِيَ حَرْفٌ مِنْ مَعَانِيْهَا التَّحْقِيْقُ,
📕 Pertama: Qad: adalah huruf yg diantara maknanya adalah tahqiq, atau penekanan.
تَدْخُلُ عَلَى المَاضِي نَحْوُ قَوِلِهِ تَعَالَى : {قَدْ سَمِعَ اللهُ}¹
Qad ini bisa masuk atas fi'il madhi, contohnya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: قَدْ سَمِعَ اللهُ.
Ini dalam Surat Al Mujadalah ayat 1
Kita lihat catatan kakinya
قَدْ : حَرْفُ تَحْقِيْقٍ , سَمِعَ: فِعْلٌ مَاضٍ, اللهُ : اِسْمٌ وَهُوَ فَاعِلٌ
Kalau nanti kita I'rab ya, قَدْ: harfu tahqiqin, سَمِعَ: fi'il madhi, اللهُ itu adalah failnya.
وَعَلَى المُضَارِعِ نَحْوُ قَوِلِهِ : {قَدْ يَعْلَمُ اللهُ }
Dan qad ini bisa juga masuk ke fi'il mudhari, contohnya قَدْ يَعْلَمُ اللهُ "Sungguh Allah Maha Mengetahui"
Kita lihat catatan kakinya dalam Surat An-Nuur ayat 63
I'rabnya :
قَدْ : حَرْفُ تَحْقِيْقٍ , يَعْلَمُ : فِعْلٌ مُضَارِعٌ , اللهُ : اِسْمٌ وَهُوَ فَاعِلٌ
وَالسِّيْنُ وَسَوْفَ :
📕 Tanda Fiil kedua dan ketiga : س sin & saufa سوفَ.
وَهُمَا حَرْفَا اسْتِقْبَالٍ يَخْتَصَّانِ بِالفِعْلِ المُضَارِعِ نَحْوُ قَوِلِهِ تَعَالَى : {سَأَسْتَغْفِرُ } وَقَوْلِهِ {سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ
Dan sin dan saufa ini, keduanya merupakan huruf istiqbal. Jadi kalau nanti kita ngi'rab, sin dan saufa ini I'rabnya adalah حَرْفُ اِسْتِقْبَالٍ
Ini kenapa dibacanya وَهُمَا حَرْفَا nggak ada nunnya. Jadi kaidahnya mutsanna dan jamak mudzakkar salim kalau dia menjadi mudhaf, nunnya dibuang.
Asalnya ini وَهُمَا حَرْفَانِ, tapi karena حَرْفَانِ menjadi mudhaf, maka nunnya dibuang, menjadi وَهُمَا حَرْفَا اسْتِقْبَالٍ يَخْتَصَّانِ بِالفِعْلِ المُضَارِعِ.
Jadi sin dan saufa ini dikhususkan untuk fi'il mudhari saja. Tidak mungkin sin dan saufa ini masuk ke fi'il madhi. Karena namanya juga akan, enggak mungkin ke fi'il madhi yang telah berlalu. Yang namanya akan itu untuk sedang berlangsung atau yang akan datang.
Kita lihat catatan kakinya. Ya disini سَأَسْتَغْفِرُ itu surat Maryam ayat 47, kemudian cara ngi'rabnya:
سَأَسْتَغْفِرُ : السِّيْنُ : حَرْفُ اِسْتِقْبَالٍ , أَسْتَغْفِرُ : فِعْلٌ مُضَارِعٌ
Jadi I'rabnya, saufa dan sin itu harfu istiqbaalin, huruf istiqbal.
وَتَاءُ التّأْنِيْثِ السَّاكِنَةُ :
📕 Dan tanda fi'il yang ke-empat adalah ta' ta'nis yang sukun
وَهِيَ حَرْفٌ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ مَا أُسْنِدَ إلَيْهِ الفِعْلُ مُؤَنَثٌ,
Dan ta' yang berharakat sukun ini adalah huruf yang menunjukkan bahwa apa yang disandarkan kepadanya merupakan fi'il yang dalam bentuk muannats.
Jadi kalau ada ta' yang berharakat sukun, itu menunjukkan bahwa fi'il yang ada yang disandarkan kepadanya merupakan muannats
وَهِيَ مُخْتَصَةٌ بِالفِعْلِ المَاضِي وَ تَتَّصِلُ بِاَخِرِهِ,
dan ta' ta'nis sakinah ini dikhususkan untuk fi'il madhi saja
Jadi nggak mungkin ada fi'il mudhari yang ujungnya ta' berharakat sukun- dan bersambung di akhir katanya.
نَحْوُ قَوِلِهِ تَعَالَى : {قَالَتْ نَمْلَةٌ }
Contohnya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: قَالَتْ نَمْلَةٌ (berkata seekor semut).
Ini dalam surat Annaml ayat 18
Cara mengi'rab ringkasnya :
قَالَتْ : قَالَ : فِعْلٌ مَاضٍ , التَّاءُ : حَرْفُ تَأْنِيْثِ , نَمْلَةٌ : فَاعِلٌ
وَحَاصِلُ مَاذَكَرَهُ مِنْ عَلاَمَاتِ الفِعْلِ أَرْبَعٌ :
Dan kesimpulan dari apa yang telah disebutkan oleh Mushonnif tentang tanda-tanda fi'il itu ada empat:
📕 وَاحِدَةٌ مُشْتَرِكَةٌ بَيْنَ المَاضِيْ وَ المُضَارِعِ وَهِيَ : قَدْ
Ada satu tanda yang bisa ke fi'il madhi dan juga ke fi'il mudhari, yaitu قَدْ. Tadi dikasi contoh ya قَدْ ini bisa masuk ke fi'il madhi dan juga fi'il mudhari. Seperti قَدْ قَامَ - قَدْ يَقُوْمُ keduanya bisa.
📕 وَاثْنَتَانِ تَخْتَصَّانِ بِالمُضَارِعِ وَهُمَا : السِّيْنُ وَسَوْفَ
dan dua tanda dikhususkan untuk fi'il mudhari saja yaitu sin dan saufa.
وَوَاحِدَةٌ مُخْتَصَةٌ بِالمَاضِي وَهِيَ : تَاءُ التّأْنِيْثِ السَّاكِنَةُ
dan satu tandanya lagi dikhususkan untuk fi'il madhi saja, yaitu ta' ta'nis yg berharakat sukun
_____________________
Thayyib, ini ada فَوَائِدُ وَتَنْبِيْهَاتٌ , faidah-faidah dan catatan penting
1⃣ - قَدْ : إِذَا دَخَلَتْ عَلَى الفِعْلِ المَاضِى فَإِنَّهَا تُفِيْدُ التَّحْقِيْقِ،
1. qad: apabila masuk atas fi'il madhi,- jadi jika setelah qad fi'il madhi- maka ia memberikan faidah tahqiq, penekanan, jadi artinya sungguh.
وَإِذَا دَخَلَتْ عَلَى الفِعْلِ المُضَارِعِ، فَإِنَّهَا تُفِيْدُ لِلتَّقْلِيْلِ غَالِبًا إِلّا فِيْ أَفْعَالِ اللّٰهِ تَعَالَى فَإِنَّهَا لِلتَّحْقِيْقِ
Tapi kalau qad, masuk atas fi'il mudhari, maka dia memberikan faidah makna taqrir, kadang-kadang.
Qad itu jika setelahnya fi'il madhi artinya adalah sungguh. Tapi kalau setelahnya fi'il mudhari artinya kadang-kadang.
إِلّا فِيْ أَفْعَالِ اللّٰهِ تَعَالَى فَإِنَّهَا لِلتَّحْقِيْقِ.
Kecuali pada perbuatan Allah Subhanahu wa Ta'ala: , فَإِنَّهَا لِلتَّحْقِيْقِ. Jadi qad kalau setelahnya fi'il mudhari, kalau itu berkaitan dengan Sifat Allah, Perbuatan Allah, maka itu adalah artinya adalah sungguh. Seperti tadi di ayat yang telah dicontohkan.
قَدْ يَعْلَمُ اللهُ
Ini kan nggak mungkin kalau kita terjemahkan terkadang Allah Mengetahui, ini nggak mungkin ya, ini sifat yang mustahil bagi Allah Subhanallahu wa Ta'ala. Padahal Allah adalah Yang Maha Mengetahui.
Maka قَدْ يَعْلَمُ اللهُ, sekalipun dia fi'il mudhari, tapi tetap kita artikan sungguh.
يُنْظَرُ (الدُّرُالْمَصُوْن)(٤١٢/١) أضْوَاءُالبَيَانِ ( ٢٥٦/٦ ) حَاشِيَةُ ابْنِ الحَاجِ ص
Ya silahkan dilihat kitab Ad-durul mashum (jilid 1 /hal 412), dan juga Adhwaa-ul Bayan (jilid 6 /hal 256), kemudian Hasyiyah Ibnu Hajj hal. 26 .
_______________________
Lalu الفَائدةُ الثانية, faidah yg kedua,
2⃣ - تَدْخُلُ لَامُ جَوَابِ القَسَمِ عَلَى قَدْ، نَحْوُ قَوْلِهِ تَعَلَى : {لَقَدْ خَلَقْنَ الإِنْسَانَ}
Lam jawab itu bisa masuk atas qad, contohnya dalam firman Allah Subhanallahu wa Ta'ala, لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ ٍ, ini dalam surat attin ya.
{وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ (1) وَطُورِ سِينِينَ (2) وَهَٰذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ (3) لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4)}
Lam yang ada pada لَقَدْ disini, ini merupakan huruf jawab qasam, huruf jawab sumpah. Jadi sebagai sumpahnya. Misalnya orang setelah menyebutkan nama Allah dalam bersumpah, kemudian dia menyebutkan sumpahnya.
Nah lam itu, syaikh Malik bin Salim ingin menjelaskan bahwasanya lam jawabul qasam ini bisa masuk ke atas qad.
Kemudian, الفَائدةُ الثالثة, faidah yg ketiga.
3⃣ - تَاءُ التَّأْنِيْثِ السَّاكِنَةُ:
Ta' ta'nis yg sukun
المُرَادُ أَنَّهَا سَاكِنَةُ فِي أَصْلِ وَضِعِهَا
Bahwasanya ta' ta'nis yg berharakat sukun ini yg dimaksud dengannya adalah yg sukun pd awal bentuknya
فَلَا يَضُرُّ تَحرِيكُهَا لِعَارِضٍ كَماَ إِذَا وَلِيَهَا سَاكِنٌ، فَتُحُرِّكَ بِالكَسْرِ لِلتَّخَلُّصِ مِنِ التِّقَاءِ السَّاكِنَيْنِ، نَحْوُ قَوْلِهِ تَعَلَى : {قَالَتِ امْرَأَتُ الْعَزِيْزِ}
Maka tidak mengapa memberikannya harakat, karena sebuah sebab, sebagaiamana apabila ta' tanis sakinah ini bertemu dg kata yg diawali sukun juga.
فَتُحُرِّكَ بِالكَسْرِ لِلتَّخَلُّصِ مِن التِّقَاءِ السَّاكِنَيْنِ،
Maka ta'tanis ini boleh diberi harakat kasrah, untuk menyelesaikan masalah bertemunya dua sukun.
نَحْوُ قَوْلِهِ تَعَلَى : {قَالَتِ امْرَأَتُ الْعَزِيْزِ}
Contohnya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
قَالَتِ امْرَأَتُ الْعَزِيْزِ
Ini قَالَتِ, kenapa dibaca kasrah, karena bertemunya dua sukun.
Asalnya قَالَتْ امْرَأَتُ الْعَزِيْزِ , tapi karena bertemunya dua sukun, ini susah dibacanya kalau nggak diwashal. Supaya bisa dibaca washal, maka ta'nya yg asalnya sukun قَالَتْ diberi harakat kasrah, قَالَتِ امْرَأَتُ الْعَزِيْزِ , supaya لِلتَّخَلُّصِ, jadi supaya bisa dibaca.
Karena kalau dua-duanya sukun ini harus pakai waqaf ya قَالَتْ, lalu امْرَأَتُ الْعَزِيْزِ . Jadi supaya bisa dibaca, ta' nya ini diberi harakat kasrah.
4⃣ ٤. لَمْ يَذْكُرِالْمُصَنَّفُ تَاءَ الفَاعِلِ , وَ هِيَ عَلاَمَةُ مُّمَيِزَةٌ لِلْفَعِلِ الْمَاضِيْ . نَحْوُ : قُلتُ.
Faidah keempat : Ash - Shanhaji tidak menyebutkan Ta fail sebagai tanda bagi Fiil.
وَ هِيَ عَلاَمَةُ مُّمَيِزَةٌ لِلْفَعِلِ الْمَاضِيْ
Padahal Ta fail itu merupakan tanda spesial bagi fiil madhi.
Contohnya : قُلْتُ
Jadi Ta Fail yakni dari fiil madhi قُلْتُ ،قُلْتُمَا ،قُلْتُمْ، قُلْتِ،قُلْتُمَا، قُلْتُنَّ merupakan tanda spesial dari fiil madhi dan Ash-Shanhaji tidak menyebutkan bahwasanya ta fail sebagai tanda fiil madhi.
- ذَكَرَهَا اِبْنُ مَالِكِ فِيْ الْأَلفِيَّةِ وَاِبْنُ الحَاجِبْ فِيْ الكَافِيَّةِ وَ ابْنُ هِشَامْ فِيْ الأَوْضَحْ وَ السُيُوْطِيْ فِيْ الهَمِّعْ.
Tanda Ta Fail sebagai tanda fiil itu disebutkan oleh Ibnu Malik dalam kitab nya Alfiyah, Ibnul Hajib menyebutkan dalam kitab nya Al-Kafiyyah, Ibnu Hisyam menyebutkan dalam kitab nya Audhah dan As-Syuyuthi dalam kitab nya Al-Hamma'
Jadi menurut Syekh Malik Ash-Shanhaji kurang lengkap menyebutkan tanda-tanda fiil.
Menurut beliau ada lagi tanda Fiil yaitu Ta Fail yang ini merupakan tanda spesial dari fiil madhi.
5⃣ لَمْ يَذْكُرِ المُصَنَّفُ عَلَا مَةَ فِعْلِ الأَمْرِ
Faidah yang kelima : Mushannif tidak menyebutkan tanda Fiil amr
وَعَلاَ مَتُهُ مُرَكَبَةٌ مِنْ مَجْمُوعٍْ شَيْئَيْنِ،
Tanda fiil amr disusun dari dua hal yg digabungkan.
وَ هُمَا دِلَالَتُهُ عَلَى الطَّلَبِ وَ قَبُوْلُهُ يَاءَ المُخَاطَّبَةِ،
Dan dua hal yg di gabung itu maksudnya adalah bahwa fiil amar itu tandanya adalah adanya dilalah / petunjuk atas الطلب permintaan،
وَ قَبُوْلُهُ يَاءَ المُخَاطَّبَةِ،
dan penerimaannya terhadap ya mukhoothobah يَاءَ المُخَاطَّبَةِ
Kenapa dibaca يَاءَ karena ini menjadi mafulbih dari قَبُوْل yang beramal seperti amal fiil.
ِنَحْوُ: قُمْ :
Contohnya : قُمْ,
Jadi tanda Fiil amr itu menghimpun dua hal :
1. Menunjukkan atas permintaan الطَّلَبِ
2. Bisa menerima ya mukhoothobah ياء المُخَاطَّبَةِ
فَإِنَّهُ دَالٌ عَلَى طَلَّبِ القِيَامِ،
Kata قُمْ itu menunjukkan atas permintaan berdiri.
وَيَقْبَلُ يَاءَ المُخَاطَّبَةِ،
Dan قُمْ bisa menerima kata ya mukhoothobah
تَقُوْلُ: قُوْ مِيْ
Contohnya kamu berkata: قُوْ مِيْ Berdirilah kamu wanita.
وَلَعَلَّ المُصَنَّفَ لَمْ يَذْكُرْ هَا لِعُسْرِ هَا عَلىَ المُبْتَدَئِ، بِسَبَبٍ أَنَّهَا مُرَكَبٌَة مِنْ شَيْئَيْنِ، ِ
Barangkali Mushannif tidak menyebutkan tanda-tanda ini , karena ini akan menyulitkan para pemula.
بِسَبَبٍ أَنَّهَا مُرَكَبٌَة مِنْ شَيْئَيْنِ، ِ
Dengan sebab itu tersusun dari dua hal.
يُنْظَرُ حَاشِيْة ُأَبِيْ النَّجَا ص (٤٤) ، وَ حَاشِيِْةُ اِبْنُ الحَاجُ ص (٢٧) ، وَ حَاشِيْةُ العَشَمَاوِيٌ ص (٩١)
Silakan dilihat حَاشِيْةُ Abun Najaa hal 44, حَاشِيْةُ Ibnu Hajj hal 27 dan حَاشِيْةُ As-Syamawi hal 91.
Syekh Malik setelah dari tadi menyebutkan ada nya berapa tanda yg luput dari pembicaraan Ash-Shanhaji, beliau menyatakan barangkali memang yang ingin ditekankan oleh Ash-Shanhaji ini adalah sebuah kitab untuk pemula.
Oleh karena itu tidak perlu menampilkan semuanya, akan tetapi bertahap dalam belajar.
Thayyib barangkali ini cukup sampai disini. Semoga bermanfaat.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Dars 4: Tanda-Tanda Fi'il
-----------------------------------------------
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله, أما بعد.
Alhamdulillah kita lanjukan pembahasan dr kitab Al-Mumti' fi Syarhil A-Jurrumyyah yg dikarang oleh Syaikh Malik bin Salim حفظه الله تعلى. Kita sudah sampai ke bab عَلَامَاتُ الفِعْلِ, pembahasan tanda-tanda fi'il.
____________________
قاَلَ المُصَنّفُ : وَالفِعْلُ يُعْرَفُ بِقَدْ وَالسِّيْنِ وَسَوْفَ وَتَاءِ التّأْنِيْثِ السَّاكِنَةِ
Telah berkata Mushannif, yakni Ibnu Ajurum Ashshanhaji, fiil itu dikenal dg huruf qad, kemudian huruf sin, saufa, dan ta' ta'nits yg berharakat sukun
الشَّرْحُ :
*Penjelasan*
بَعْدَ أَنْ ذَكَرَ المُصَنّفُ عَلَامَاتِ الاِسْمِ , شَرَعَ فِيْ ذِكْرِ عَلَامَاتِ الفِعْلِ,
Setelah Ash-Shanhaji selesai menyebutkan tanda² isim, kemudian beliau mulai menyebutkan tanda² fiil.
فَذَكَرَ أَرْبَعَ عَلَامَاتٍ إِذَا وَجَدْتَ وَاحِدَةً مِنْهَا فِيْ كَلِمَةٍ أَوْ رَأَيْتَ أَنَّهَا تَقْبَلُهَا عَرَفْتَ أَنَّهَا فِعْلٌ,
Maka Mushonnif menyebutkan 4 tanda bagi fi'il , apabila engkau dapati salah satu darinya ada pada sebuah kalimat, atau kamu lihat bahwasannya kata tsb yang menerima tanda tsb, engkau tahu bahwasanya itu adalah fi'il
وَهِيَ: قَدْ: وَهِيَ حَرْفٌ مِنْ مَعَانِيْهَا التَّحْقِيْقُ,
📕 Pertama: Qad: adalah huruf yg diantara maknanya adalah tahqiq, atau penekanan.
تَدْخُلُ عَلَى المَاضِي نَحْوُ قَوِلِهِ تَعَالَى : {قَدْ سَمِعَ اللهُ}¹
Qad ini bisa masuk atas fi'il madhi, contohnya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: قَدْ سَمِعَ اللهُ.
Ini dalam Surat Al Mujadalah ayat 1
Kita lihat catatan kakinya
قَدْ : حَرْفُ تَحْقِيْقٍ , سَمِعَ: فِعْلٌ مَاضٍ, اللهُ : اِسْمٌ وَهُوَ فَاعِلٌ
Kalau nanti kita I'rab ya, قَدْ: harfu tahqiqin, سَمِعَ: fi'il madhi, اللهُ itu adalah failnya.
وَعَلَى المُضَارِعِ نَحْوُ قَوِلِهِ : {قَدْ يَعْلَمُ اللهُ }
Dan qad ini bisa juga masuk ke fi'il mudhari, contohnya قَدْ يَعْلَمُ اللهُ "Sungguh Allah Maha Mengetahui"
Kita lihat catatan kakinya dalam Surat An-Nuur ayat 63
I'rabnya :
قَدْ : حَرْفُ تَحْقِيْقٍ , يَعْلَمُ : فِعْلٌ مُضَارِعٌ , اللهُ : اِسْمٌ وَهُوَ فَاعِلٌ
وَالسِّيْنُ وَسَوْفَ :
📕 Tanda Fiil kedua dan ketiga : س sin & saufa سوفَ.
وَهُمَا حَرْفَا اسْتِقْبَالٍ يَخْتَصَّانِ بِالفِعْلِ المُضَارِعِ نَحْوُ قَوِلِهِ تَعَالَى : {سَأَسْتَغْفِرُ } وَقَوْلِهِ {سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ
Dan sin dan saufa ini, keduanya merupakan huruf istiqbal. Jadi kalau nanti kita ngi'rab, sin dan saufa ini I'rabnya adalah حَرْفُ اِسْتِقْبَالٍ
Ini kenapa dibacanya وَهُمَا حَرْفَا nggak ada nunnya. Jadi kaidahnya mutsanna dan jamak mudzakkar salim kalau dia menjadi mudhaf, nunnya dibuang.
Asalnya ini وَهُمَا حَرْفَانِ, tapi karena حَرْفَانِ menjadi mudhaf, maka nunnya dibuang, menjadi وَهُمَا حَرْفَا اسْتِقْبَالٍ يَخْتَصَّانِ بِالفِعْلِ المُضَارِعِ.
Jadi sin dan saufa ini dikhususkan untuk fi'il mudhari saja. Tidak mungkin sin dan saufa ini masuk ke fi'il madhi. Karena namanya juga akan, enggak mungkin ke fi'il madhi yang telah berlalu. Yang namanya akan itu untuk sedang berlangsung atau yang akan datang.
Kita lihat catatan kakinya. Ya disini سَأَسْتَغْفِرُ itu surat Maryam ayat 47, kemudian cara ngi'rabnya:
سَأَسْتَغْفِرُ : السِّيْنُ : حَرْفُ اِسْتِقْبَالٍ , أَسْتَغْفِرُ : فِعْلٌ مُضَارِعٌ
Jadi I'rabnya, saufa dan sin itu harfu istiqbaalin, huruf istiqbal.
وَتَاءُ التّأْنِيْثِ السَّاكِنَةُ :
📕 Dan tanda fi'il yang ke-empat adalah ta' ta'nis yang sukun
وَهِيَ حَرْفٌ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ مَا أُسْنِدَ إلَيْهِ الفِعْلُ مُؤَنَثٌ,
Dan ta' yang berharakat sukun ini adalah huruf yang menunjukkan bahwa apa yang disandarkan kepadanya merupakan fi'il yang dalam bentuk muannats.
Jadi kalau ada ta' yang berharakat sukun, itu menunjukkan bahwa fi'il yang ada yang disandarkan kepadanya merupakan muannats
وَهِيَ مُخْتَصَةٌ بِالفِعْلِ المَاضِي وَ تَتَّصِلُ بِاَخِرِهِ,
dan ta' ta'nis sakinah ini dikhususkan untuk fi'il madhi saja
Jadi nggak mungkin ada fi'il mudhari yang ujungnya ta' berharakat sukun- dan bersambung di akhir katanya.
نَحْوُ قَوِلِهِ تَعَالَى : {قَالَتْ نَمْلَةٌ }
Contohnya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: قَالَتْ نَمْلَةٌ (berkata seekor semut).
Ini dalam surat Annaml ayat 18
Cara mengi'rab ringkasnya :
قَالَتْ : قَالَ : فِعْلٌ مَاضٍ , التَّاءُ : حَرْفُ تَأْنِيْثِ , نَمْلَةٌ : فَاعِلٌ
وَحَاصِلُ مَاذَكَرَهُ مِنْ عَلاَمَاتِ الفِعْلِ أَرْبَعٌ :
Dan kesimpulan dari apa yang telah disebutkan oleh Mushonnif tentang tanda-tanda fi'il itu ada empat:
📕 وَاحِدَةٌ مُشْتَرِكَةٌ بَيْنَ المَاضِيْ وَ المُضَارِعِ وَهِيَ : قَدْ
Ada satu tanda yang bisa ke fi'il madhi dan juga ke fi'il mudhari, yaitu قَدْ. Tadi dikasi contoh ya قَدْ ini bisa masuk ke fi'il madhi dan juga fi'il mudhari. Seperti قَدْ قَامَ - قَدْ يَقُوْمُ keduanya bisa.
📕 وَاثْنَتَانِ تَخْتَصَّانِ بِالمُضَارِعِ وَهُمَا : السِّيْنُ وَسَوْفَ
dan dua tanda dikhususkan untuk fi'il mudhari saja yaitu sin dan saufa.
وَوَاحِدَةٌ مُخْتَصَةٌ بِالمَاضِي وَهِيَ : تَاءُ التّأْنِيْثِ السَّاكِنَةُ
dan satu tandanya lagi dikhususkan untuk fi'il madhi saja, yaitu ta' ta'nis yg berharakat sukun
_____________________
Thayyib, ini ada فَوَائِدُ وَتَنْبِيْهَاتٌ , faidah-faidah dan catatan penting
1⃣ - قَدْ : إِذَا دَخَلَتْ عَلَى الفِعْلِ المَاضِى فَإِنَّهَا تُفِيْدُ التَّحْقِيْقِ،
1. qad: apabila masuk atas fi'il madhi,- jadi jika setelah qad fi'il madhi- maka ia memberikan faidah tahqiq, penekanan, jadi artinya sungguh.
وَإِذَا دَخَلَتْ عَلَى الفِعْلِ المُضَارِعِ، فَإِنَّهَا تُفِيْدُ لِلتَّقْلِيْلِ غَالِبًا إِلّا فِيْ أَفْعَالِ اللّٰهِ تَعَالَى فَإِنَّهَا لِلتَّحْقِيْقِ
Tapi kalau qad, masuk atas fi'il mudhari, maka dia memberikan faidah makna taqrir, kadang-kadang.
Qad itu jika setelahnya fi'il madhi artinya adalah sungguh. Tapi kalau setelahnya fi'il mudhari artinya kadang-kadang.
إِلّا فِيْ أَفْعَالِ اللّٰهِ تَعَالَى فَإِنَّهَا لِلتَّحْقِيْقِ.
Kecuali pada perbuatan Allah Subhanahu wa Ta'ala: , فَإِنَّهَا لِلتَّحْقِيْقِ. Jadi qad kalau setelahnya fi'il mudhari, kalau itu berkaitan dengan Sifat Allah, Perbuatan Allah, maka itu adalah artinya adalah sungguh. Seperti tadi di ayat yang telah dicontohkan.
قَدْ يَعْلَمُ اللهُ
Ini kan nggak mungkin kalau kita terjemahkan terkadang Allah Mengetahui, ini nggak mungkin ya, ini sifat yang mustahil bagi Allah Subhanallahu wa Ta'ala. Padahal Allah adalah Yang Maha Mengetahui.
Maka قَدْ يَعْلَمُ اللهُ, sekalipun dia fi'il mudhari, tapi tetap kita artikan sungguh.
يُنْظَرُ (الدُّرُالْمَصُوْن)(٤١٢/١) أضْوَاءُالبَيَانِ ( ٢٥٦/٦ ) حَاشِيَةُ ابْنِ الحَاجِ ص
Ya silahkan dilihat kitab Ad-durul mashum (jilid 1 /hal 412), dan juga Adhwaa-ul Bayan (jilid 6 /hal 256), kemudian Hasyiyah Ibnu Hajj hal. 26 .
_______________________
Lalu الفَائدةُ الثانية, faidah yg kedua,
2⃣ - تَدْخُلُ لَامُ جَوَابِ القَسَمِ عَلَى قَدْ، نَحْوُ قَوْلِهِ تَعَلَى : {لَقَدْ خَلَقْنَ الإِنْسَانَ}
Lam jawab itu bisa masuk atas qad, contohnya dalam firman Allah Subhanallahu wa Ta'ala, لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ ٍ, ini dalam surat attin ya.
{وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ (1) وَطُورِ سِينِينَ (2) وَهَٰذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ (3) لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4)}
Lam yang ada pada لَقَدْ disini, ini merupakan huruf jawab qasam, huruf jawab sumpah. Jadi sebagai sumpahnya. Misalnya orang setelah menyebutkan nama Allah dalam bersumpah, kemudian dia menyebutkan sumpahnya.
Nah lam itu, syaikh Malik bin Salim ingin menjelaskan bahwasanya lam jawabul qasam ini bisa masuk ke atas qad.
Kemudian, الفَائدةُ الثالثة, faidah yg ketiga.
3⃣ - تَاءُ التَّأْنِيْثِ السَّاكِنَةُ:
Ta' ta'nis yg sukun
المُرَادُ أَنَّهَا سَاكِنَةُ فِي أَصْلِ وَضِعِهَا
Bahwasanya ta' ta'nis yg berharakat sukun ini yg dimaksud dengannya adalah yg sukun pd awal bentuknya
فَلَا يَضُرُّ تَحرِيكُهَا لِعَارِضٍ كَماَ إِذَا وَلِيَهَا سَاكِنٌ، فَتُحُرِّكَ بِالكَسْرِ لِلتَّخَلُّصِ مِنِ التِّقَاءِ السَّاكِنَيْنِ، نَحْوُ قَوْلِهِ تَعَلَى : {قَالَتِ امْرَأَتُ الْعَزِيْزِ}
Maka tidak mengapa memberikannya harakat, karena sebuah sebab, sebagaiamana apabila ta' tanis sakinah ini bertemu dg kata yg diawali sukun juga.
فَتُحُرِّكَ بِالكَسْرِ لِلتَّخَلُّصِ مِن التِّقَاءِ السَّاكِنَيْنِ،
Maka ta'tanis ini boleh diberi harakat kasrah, untuk menyelesaikan masalah bertemunya dua sukun.
نَحْوُ قَوْلِهِ تَعَلَى : {قَالَتِ امْرَأَتُ الْعَزِيْزِ}
Contohnya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
قَالَتِ امْرَأَتُ الْعَزِيْزِ
Ini قَالَتِ, kenapa dibaca kasrah, karena bertemunya dua sukun.
Asalnya قَالَتْ امْرَأَتُ الْعَزِيْزِ , tapi karena bertemunya dua sukun, ini susah dibacanya kalau nggak diwashal. Supaya bisa dibaca washal, maka ta'nya yg asalnya sukun قَالَتْ diberi harakat kasrah, قَالَتِ امْرَأَتُ الْعَزِيْزِ , supaya لِلتَّخَلُّصِ, jadi supaya bisa dibaca.
Karena kalau dua-duanya sukun ini harus pakai waqaf ya قَالَتْ, lalu امْرَأَتُ الْعَزِيْزِ . Jadi supaya bisa dibaca, ta' nya ini diberi harakat kasrah.
4⃣ ٤. لَمْ يَذْكُرِالْمُصَنَّفُ تَاءَ الفَاعِلِ , وَ هِيَ عَلاَمَةُ مُّمَيِزَةٌ لِلْفَعِلِ الْمَاضِيْ . نَحْوُ : قُلتُ.
Faidah keempat : Ash - Shanhaji tidak menyebutkan Ta fail sebagai tanda bagi Fiil.
وَ هِيَ عَلاَمَةُ مُّمَيِزَةٌ لِلْفَعِلِ الْمَاضِيْ
Padahal Ta fail itu merupakan tanda spesial bagi fiil madhi.
Contohnya : قُلْتُ
Jadi Ta Fail yakni dari fiil madhi قُلْتُ ،قُلْتُمَا ،قُلْتُمْ، قُلْتِ،قُلْتُمَا، قُلْتُنَّ merupakan tanda spesial dari fiil madhi dan Ash-Shanhaji tidak menyebutkan bahwasanya ta fail sebagai tanda fiil madhi.
- ذَكَرَهَا اِبْنُ مَالِكِ فِيْ الْأَلفِيَّةِ وَاِبْنُ الحَاجِبْ فِيْ الكَافِيَّةِ وَ ابْنُ هِشَامْ فِيْ الأَوْضَحْ وَ السُيُوْطِيْ فِيْ الهَمِّعْ.
Tanda Ta Fail sebagai tanda fiil itu disebutkan oleh Ibnu Malik dalam kitab nya Alfiyah, Ibnul Hajib menyebutkan dalam kitab nya Al-Kafiyyah, Ibnu Hisyam menyebutkan dalam kitab nya Audhah dan As-Syuyuthi dalam kitab nya Al-Hamma'
Jadi menurut Syekh Malik Ash-Shanhaji kurang lengkap menyebutkan tanda-tanda fiil.
Menurut beliau ada lagi tanda Fiil yaitu Ta Fail yang ini merupakan tanda spesial dari fiil madhi.
5⃣ لَمْ يَذْكُرِ المُصَنَّفُ عَلَا مَةَ فِعْلِ الأَمْرِ
Faidah yang kelima : Mushannif tidak menyebutkan tanda Fiil amr
وَعَلاَ مَتُهُ مُرَكَبَةٌ مِنْ مَجْمُوعٍْ شَيْئَيْنِ،
Tanda fiil amr disusun dari dua hal yg digabungkan.
وَ هُمَا دِلَالَتُهُ عَلَى الطَّلَبِ وَ قَبُوْلُهُ يَاءَ المُخَاطَّبَةِ،
Dan dua hal yg di gabung itu maksudnya adalah bahwa fiil amar itu tandanya adalah adanya dilalah / petunjuk atas الطلب permintaan،
وَ قَبُوْلُهُ يَاءَ المُخَاطَّبَةِ،
dan penerimaannya terhadap ya mukhoothobah يَاءَ المُخَاطَّبَةِ
Kenapa dibaca يَاءَ karena ini menjadi mafulbih dari قَبُوْل yang beramal seperti amal fiil.
ِنَحْوُ: قُمْ :
Contohnya : قُمْ,
Jadi tanda Fiil amr itu menghimpun dua hal :
1. Menunjukkan atas permintaan الطَّلَبِ
2. Bisa menerima ya mukhoothobah ياء المُخَاطَّبَةِ
فَإِنَّهُ دَالٌ عَلَى طَلَّبِ القِيَامِ،
Kata قُمْ itu menunjukkan atas permintaan berdiri.
وَيَقْبَلُ يَاءَ المُخَاطَّبَةِ،
Dan قُمْ bisa menerima kata ya mukhoothobah
تَقُوْلُ: قُوْ مِيْ
Contohnya kamu berkata: قُوْ مِيْ Berdirilah kamu wanita.
وَلَعَلَّ المُصَنَّفَ لَمْ يَذْكُرْ هَا لِعُسْرِ هَا عَلىَ المُبْتَدَئِ، بِسَبَبٍ أَنَّهَا مُرَكَبٌَة مِنْ شَيْئَيْنِ، ِ
Barangkali Mushannif tidak menyebutkan tanda-tanda ini , karena ini akan menyulitkan para pemula.
بِسَبَبٍ أَنَّهَا مُرَكَبٌَة مِنْ شَيْئَيْنِ، ِ
Dengan sebab itu tersusun dari dua hal.
يُنْظَرُ حَاشِيْة ُأَبِيْ النَّجَا ص (٤٤) ، وَ حَاشِيِْةُ اِبْنُ الحَاجُ ص (٢٧) ، وَ حَاشِيْةُ العَشَمَاوِيٌ ص (٩١)
Silakan dilihat حَاشِيْةُ Abun Najaa hal 44, حَاشِيْةُ Ibnu Hajj hal 27 dan حَاشِيْةُ As-Syamawi hal 91.
Syekh Malik setelah dari tadi menyebutkan ada nya berapa tanda yg luput dari pembicaraan Ash-Shanhaji, beliau menyatakan barangkali memang yang ingin ditekankan oleh Ash-Shanhaji ini adalah sebuah kitab untuk pemula.
Oleh karena itu tidak perlu menampilkan semuanya, akan tetapi bertahap dalam belajar.
Thayyib barangkali ini cukup sampai disini. Semoga bermanfaat.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Dars 3 : Tanda-tanda Isim
*TRANSKRIP AUDIO MATERI BINAR*
*Dars 3 : Tanda-tanda Isim*
Alhamdulillah kita lanjutkan kembali pelajaran kita dari kitab AlMumti' fiii شَرح الآجرومية yang dikarang oleh Syaikh Malik bin Salim hafidzahullahu ta'ala, dan kita sudah sampai pada pembahasan عَلَامَاتُ الاِسْمِ "Tanda-Tanda Isim".
_______________________
قَالَ المُصَنِّفُ : (فَالاِسْمُ يُعْرَفُ : بِالخَفْضِ، وَالتَّنْوِيْنِ، وَدُخُوْلِ الأَلِفِ وَاللّامِ، وَحُرُوْفِ الخَفْضِ وَهِيَ: مِنْ، وَإِلَى، وَعَنْ، وَعَلَى، وَفِي، وَرُبَّ، وَالبَاءُ، وَالكَافُ، وَاللَّامُ، وَحُرُوْفُ القَسَامِ، وَ هِيَ : الوَاوُ، وَالبَاءُ، وَالتَّاءُ)
Pengarang kitab Ajurrumiyyah mengatakan maka Isim itu dikenali dengan khofadh/jar dan tanwin.
Kemudian dengan masuknya alif dan lam. Dikenal juga dengan huruf jar/khofadh yaitu :
مِنْ : dari
إلى : ke
عَنْ : dari
َعَلَى : di atas
َفِي : di dalam
َرُبَّ : jarang
البَاءُ : dengan
وَالكَافُ : seperti
َاللَّامُ : untuk/bagi
Dan huruf-huruf sumpah ,yaitu : الوَاوُ، وَالبَاءُ، وَالتَّاءُ
Disini kita perhatikan jadi cara kita menyebut huruf dalam bahasa Arab, kalau hurufnya satu dieja. Seperti kita ingin menyebutkan huruf bi dan Ka yang artinya seperti maka kita harus mengejanya البَاءُ وَالكَافُ .
Tapi kalau dua huruf seperti مِنْ ini dibaca مِنْ , bukan المِيْمُ وَالنُّوْنُ .
'An عَنْ bukan dibaca العَيْنُ وَالنُّوْنُ . Tapi kalau satu huruf, seperti : bi, Ka , dan Li itu dieja, بالبَاءُ ، وَالكَافُ، واللَامُ
الشَّرْحُ : لَمَّا فَرَغَ المُصَنِّفُ مِنْ ذِكْرِ أَقْسَامِ الكَلَامِ، شَرَعَ فِي بَيَانِ عَلَامَاتِ كُلِّ قِسْمٍ،
Penjelasan :
Setelah pengarang kitab Ajurrumiyyah AlMushonnif As-Shonhajiy selesai menyebutkan macam-macam kalam beliau mulai menjelaskan tentang tanda dari setiap macam tersebut.
فَبَدَأَ بِالاِسْمِ، وَذَكَرَ لَهُ أَرْبَعَ عَلَامَاتٍ،
Maka beliau Ash-Shanhaji memulai dengan menjelaskan tanda isim dan beliau menyebutkan ada 4 tanda bagi isim.
إِذَا وَجَدْتَّ وَاحِدَةً مِنْهَا فِي كَلِمَةٍ أَوْ رَأَيْتَ أَنَّهَا تَقْبَلُهَا، عَرَفْتَ أَنَّهَا اسمٌ.
Apabila kau mendapati salah satu tanda ada pada sebuah kata atau kamu melihat sebuah kata yang menerima tanda tersebut engkau mengetahui bahwasanya itu adalah isim.
📕 إِحْدَاهَا : الخَفْضُ : وَهُوَ عِبَارَةٌ عَنِ الكَسْرَةِ الَّتِي يُحْدِثُهَا العَامِلُ، نَحْوُ : بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ،
*Yang pertama* : الخَفْضُ
[ Khofadh merupakan nama lain dari jar ]
Jadi tanda pertama isim itu adalah adanya jar.
وَهُوَ عِبَارَةٌ عَنِ الكَسْرَةِ الَّتِي يُحْدِثُهَا العَامِلُ
Jar /khofadh adalah ibarat atau istilah dari kasroh yang disebabkan (muncul) karena disebabkan adanya amil (sebuah faktor).
Jadi ini merupakan penjelasan secara mutlak yang sangat sederhana dari definisi jar meskipun nanti sebetulnya jar itu tidak hanya kasroh, memang hukum asal jar/khofadh itu tandanya adalah kasroh akan tetapi nanti kita akan belajar bahwasanya yang namanya jar itu punya tiga tanda.
Tanda aslinya kasroh , nanti ada tanda turunannya yaitu fathah dan ya. Tapi memang ini salah satu jalan yang dipilih oleh Syaikh Malik bin Salim dimana beliau menjelaskan definisinya dengan cara yang mudah dipahami oleh pemula. Jadi anggap saja kalau jar itu kasroh.
Contoh : بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ،
فَكُلٌّ مِنِ ( اسْمِ، واللَّهِ، والرَّحْمنِ، وَالرَّحِيْمِ) أَسْمَاءٌ ، لِوُجُوْدِ الكَسْرَةِ فِيْ آخِرِها
Maka setiap dari ismin dalam lafadz بِسْمِ اللَّهِ , kemudian lafadz اللَّهِ, الرَّحْمنِ dan الرَّحِيْمِ merupakan isim. Karena adanya kasroh pada akhirnya.
Jadi beliau Syaikh Salim menjelaskan diantara tanda isim adalah dia dalam keadaan jar dan disini beliau menjelaskan dengan sangat sederhana pokoknya kalau ada yang berharokat kasroh maka dia adalah isim.
Maka بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. Kenapa isim, karena dia kasroh. Kemudian اللَّهِ kasroh, الرَّحْمنِ karena dia kasroh dan juga الرَّحِيْمِ karena dia kasroh.
Memang ini benar karena kalau kita perhatikan tidak ada fiil yang kasroh. Kalaupun ada itu memang mabniy, contohnya فَعَلْتِ kasrohnya bukan karena dia jar tapi karena memang dari sananya,yang namanya dhomir مُفْرَدة مُخَاطَبة yaitu anti - Kasroh- . Jadi فَعَلْتِ kasrohnya memang dari sana seperti itu. Thayyib.
📕 الثَّانِيَةُ : التَّنْوِيْنُ :
*Tanda yang kedua* : Bertanwin
Jadi tanda yang pertamanya isim adalah jar , tanda kedua bertanwin.
وَ هُوَ عِبَارَةٌ عَنْ ضَمَّتَيْنِ أَوْ فَتْحَتَيْنِ أَوْ كَسْرَتَيْنِ ،
Dan tanwin itu adalah ibarat dari dua dhommah maksudnya dhommatain, dua fathah- fathatain , atau dua kasroh - kasrotain.
نَحْوُ قَوْلِهِ تَعَالَى:
(وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ خَشِعَةٌ (٢) عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ (٣) تَصْلىَ نَارًا حَامِيَةً (٤) تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ ءَانِيَةٍ (٥))(ا) فَكُلٌّ مِنْ : (وُجُوْهٌ، وَيَوْمَئِذٍ، وَخَاشِعَةٌ، وَعَامِلَةٌ، وَنَاصِبَةٌ، وَنَارًا، وَحَامِيَةً، وَعَيْنٍ، وَآنِيَةٍ) أَسْمَاءٌ لِوُجُوْدِ التَّنْوِيْنِ فِي آخِرِهَا
Contohnya firman Allah subhānahu wa Ta'āla :
(وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ خَشِعَةٌ (٢) عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ (٣) تَصْلىَ نَارًا حَامِيَةً (٤) تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ ءَانِيَةٍ (٥))(ا) فَكُلٌّ مِنْ : (وُجُوْهٌ، وَيَوْمَئِذٍ، وَخَاشِعَةٌ، وَعَامِلَةٌ، وَنَاصِبَةٌ، وَنَارًا، وَحَامِيَةً، وَعَيْنٍ، وَآنِيَةٍ)
Ini contoh tanwin :
وُجُوْهٌ), (يَوْمَئِذٍ), (خَاشِعَةٌ), (عَامِلَةٌ), (نَاصِبَةٌ), (نَارًا), (حَامِيَةً), (عَيْنٍ), dan (آنِيَةٍ)
Ini semuanya isim.
Makanya Syaikh Salim mengatakan
فَكُلٌّ مِنْ : (وُجُوْهٌ، وَيَوْمَئِذٍ، وَخَاشِعَةٌ، وَعَامِلَةٌ، وَنَاصِبَةٌ، وَنَارًا، وَحَامِيَةً، وَعَيْنٍ، وَآنِيَةٍ) أَسْمَاءٌ لِوُجُوْدِ التَّنْوِيْنِ فِي آخِرِهَا
Setiap dari kata :
وُجُوْهٌ), (يَوْمَئِذٍ), (خَاشِعَةٌ), (عَامِلَةٌ), (نَاصِبَةٌ), (نَارًا), (حَامِيَةً), (عَيْنٍ), dan (آنِيَةٍ)
Ini semuanya adalah isim karena adanya tanwin pada akhirnya.
Diantara ciri atau tanda isim ia bertanwin. Karena tidak mungkin ada fiil dan huruf yang bertanwin.
📕 الثَّالِثَةُ : دُخُوْلُ الأَلِفِ وَاللاَّمِ : وَيُعَبَّرُ عَنْهُمَا بـِ(أَلْ)،
*Tanda yang ketiga* : Kemasukan Alif dan Lam
Dan juga diistilahkan dengan AL.
[Jadi istilahnya ada yang bilang al-alifu wallaamu (الأَلِفُ وَاللَّامُ), ada yang bilang AL (أَلْ)]
نَحْوُ قَوْلِهِ تَعَالَى : (الرَّحْمَنُ عَلَى اَلْعَرْشِ آسْتَوَى)(٢)
Contohnya firman Allah subhānahu wa Ta'āla :
(الرَّحْمَنُ عَلَى اَلْعَرْشِ آسْتَوَى)
"Allah yang Maha Pengasih beristiwa' di atas Arsy"
(Surat Thoha ayat 5)
فَكُلٌّ مِنَ (الرَّحْمَنُ، وَالعَرْشِ) اِسْمَانِ لِدُخُوْلِ (ألْ) عَلَيْهِمَا
Maka setiap dari contoh (الرَّحْمَنُ) dan (وَالعَرْشِ) keduanya adalah isim. Karena kemasukan AL.
Ini tanda yang ketiga.
📕 الرَّابِعَةُ : حُرُوفُ الخَفْضِ : وَهِيَ : مِنْ، وَإِلَى، وَعَنْ، وَعَلَى، وَفِي، وَرُبَّ، وَالبَاءُ، وَالكَافُ، وَاللَّامُ...
*Tanda yang keempat* : huruf jar
Dan Huruf jar itu apa saja?
مِنْ : dari
إلى : ke
عَنْ : dari
َعَلَى : di atas
َفِي : di dalam
َرُبَّ : jarang
البَاءُ : dengan
وَالكَافُ : seperti
َاللَّامُ :oleh/untuk/bagi
فَهَذِهَ الحُرُوفُ خَاصَّةٌ بِالأَسْمَاءِ فَلَا تَدْخُلُ إِلَّا عَلَيْهَا ،
Maka huruf-huruf ini (yakni huruf jar) khusus untuk isim saja. Maka ia tidak masuk kecuali atasnya.
Maksudnya tidak mungkin setelah huruf jar itu fiil atau huruf. Jadi setelah huruf jar pasti isim.
نَحْوُ قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ : (تَكُفُّ شَرَّكَ عَنِ النَّاسِ، فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ مِنْكَ عَلَى نَفْسِكَ)(ا)،
Contohnya sabda Nabi صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ
"Tahanlah kejelekanmu dari manusia. Karena sesungguhhnya itu adalah sedekah untuk dirimu.(ا).
فَكُلٌّ مِنَ(النَّاسِ، وَالضَّمِيْرِ فِيْ مِنْكَ، وَنَفْسِ) أَسْمَاءٌ لِدُخُوْلِ حُرُوْفِ الخَفْضِ عَلَيْهَا
Maka setiap contoh النَّاسِ jadi عَنِ النَّاس karena didahului oleh huruf 'an (عَن) dan dhomir pada lafadz مِنْكَ [maksudnya kaf, maka kaf adalah isim yang mana didahului oleh huruf min] dan نَفْسِ dari kata عَلَى نَفْسِكَ .
Jadi nafsi (نَفْسِ) adalah isim karena didahului oleh على huruf jar. Jadi النَّاسُ isim , dan annas adalah isim karena kemasukan huruf jar atasnya.
وَمِنْ حُرُوْفِ الخَفْضِ أَحْرُفُ القَسَمِ لِكَوْنِهَا تَجُرُّ الاِسْمَ بَعْدَهَا،
Dan diantara huruf khofadh adalah huruf-huruf sumpah. Karena keadaanya dimana huruf qosam ini bisa menjarkan isim yang ada setelahnya.
Jadi huruf qosam juga bisa dimasukkan ke dalam kelompok huruf jar. Kenapa? Karena huruf qosam itu menjarkan isim yang ada setelahnya.
وَهِيَ ثَلَاثَةُ أَحْرُفٍ : الوَاوُ، وَالبَاءُ، وَالتَّاءُ؛
Dan Huruf qosam itu ada tiga huruf الوَاوُ، وَالبَاءُ، وَالتَّاءُ؛ yaitu wawu, ba, dan ta'.
وَسُمِّيَتْ أَحْرُفَ قَسَمٍ؛ لِإَنَّهَا تَدْخُلُ عَلَى المُقْسَمِ بِهِ_ وَلَايَكُوْنُ إِلَّا اسْمًا_ نَحْوُ : وَاللّٰهِ، وَتَاللّٰهِ، وَبِاللّٰهِ.
Dan dinamakan huruf-huruf sumpah karena huruf sumpah tersebut masuk atas sesuatu yang dijadikan sandaran sumpah.
وَلَايَكُوْنُ إِلَّا اسْمًا
Dan tidak boleh tidak kecuali setelahnya itu adalah isim.
Jadi setelah huruf sumpah pasti isim , karena enggak mungkin kita bersumpah dengan perbuatan.
Contohnya : وَاللّٰهِ، وَتَاللّٰهِ، وَبِاللّٰهِ.
Jadi kita boleh bersumpah dengan tiga lafadz seperti ini وَاللّٰهِ، وَتَاللّٰهِ، وَبِاللّٰه artinya semuanya sama "Demi Allah"
وَحَاصِلُ مَا ذَكَرَهُ مِنْ عَلَامَاتِ الاِسْمِ أَرْبَعٌ :
✅ اِثْنَتَانِ تَلْحَقَانِ الاِسْمَ فِي آخِرِهِ، وَهُمَا الخَفْضُ وَالتَّنْوِيْنُ.
✅ وَاثْنَتَانِ تَدْخُلاَنِ عَلَيْهِ فِيْ أَوَّلِهِ،وَهُمَا (أَلْ) وَحُرُوفُ الخَفْضِ.
Dan kesimpulannya dari apa yang telah disebutkan oleh AlMushonnif dari tanda isim itu ada empat :
✅ Dua tanda bersambung dengan isim pada akhirnya yaitu jar dan tanwin,
✅ Dan dua tandanya lagi masuk atas isim pada di depannya : yaitu AL dan huruf jar .
Jadi kalau tanwin itu kan tandanya diakhir kata begitu pula khofadh ini berkaitan dengan keadaan akhir kata. Adapun AL dan huruf jar di depannya sebelum isimnya.
فَوَائِدُ وَتَنْبِيْهَاتٌ :
*Faidah-faidah dan Catatan-catatan penting*:
1⃣ الخَفْضُ عِبَارَةٌ كُوْفِيَّةٌ، وَالجَرُّ عِبَارَةٌ بَصْرِيَّةٌ. حَاشِيَةُ أَبِيْ النَّجَا ص(١٥) .
1⃣ Khafadh itu adalah ungkapan ulama nahwu dari Kufah.
Berarti orang Kufah lebih sering menyebut istilah jar itu dengan khofadh.
Adapun jar ini adalah ungkapan atau istilah yang sering dipakai oleh ulama Basroh.
Kita tahu bahwasanya kiblat dari ilmu nahwu ini berasal dari daerah Islam terkenal di masa lalu yaitu Basroh dan Kufah.
Ulama nahwu Kufah lebih senang menyebutnya khofadh. Adapun ulama Basroh lebih senang menyebutnya jar.
Ini bisa dilihat di Hasyah Abu Najaa halaman 15]
2⃣ . تَكُوْنُ (أَلْ) عَلَامَةً لِلْاِسْمِ إِذَا لَمْ تَكُنْ مِنْ أَصْلِ الْكَلِمَةِ، نَحْوُ (الرَّجُلِ، وَ الغُلَامِ)
2⃣ Faidah ketiga, AL menjadi tanda bagi isim apabila ia bukan dari asal kata tersebutالرَّجُلِ، وَ الغُلَامِ.
Kita tahu bahwa asalnya رَجُلٌ dan غُلَامٌ kemudian ditambahkan AL maka menjadi الرَّجُلُ، الغُلَامُ
أَمَّا إِذَا كَانَتْ مِنْ أَصْلِهَا فَلَا تَكُوْنُ عَلَامَةً لَهُ، نَحْوُ : أَلْقَى مِنْ قَوْلِهِ تَعَالَى : (وَأَلْقَى فِى اْلَاَرْضِ رَوَاسِي)،
Adapun apabila AL-nya itu merupakan dari asal kata tersebut maka ia bukanlah tanda isim.
Contohnya kata : َأَلْقَى , AL yang ada pada lafadz َأَلْقَى bukan tambahan tapi memang itu satu kesatuan, fiil madhi َأَلْقَى , dari firman Allah subhānahu waTa'ala (وَأَلْقَى فِى اْلَاَرْضِ رَوَاسِي)
"Dan Allah tancapkan pada bumi gunung-gunung."
وَنَحْوُ: أَلْهَى مِنْ قَوْلِهِ تَعَالَى: (أَلْهٰكُمُ التَّكَاثُرُ)
Dan contohnya lagi yang juga bukan isim أَلْهَى dari firman Allah subhānahu wa Ta'āla : (أَلْهٰكُمُ التَّكَاثُرُ)
فَهِيَ فِيْهِمَا أَصْلِيَّةٌ؛ فَلَا يُعْرَفُ بِهَا الْاِسْمُ.
Maka AL yang ada pada أَلْهٰكُمُ التَّكَاثُرُ , alhaaأَلْهَى ini bukan tambahan tapi memang asli (maka AL yang ada pada ألقى dan ألهى ini merupakan asli ya)
فَلَا يُعْرَفُ بِهَا الْاِسْمُ.
maka dia tidak dikenal sebagai isim.
Meskipun ada AL nya tapi karena AL nya bukan aslinya maka dia bukanlah isim.
3⃣. لَيْسَ بِلَازِمٍ اِجْتِمَاعُ كُلِّ هَذِهِ الْعَلَامَاتِ الأَرْبَعِ حَتَّى تَدُلَّ عَلَى اِسْمِيَّةِ الكَلِمَةِ بَلْ بَعْضُهَا كَافٍ فِيْ ذَالِكَ.
3⃣ Faidah ketiga : Tidak mesti berkumpulnya setiap tanda yang empat ini sampai menunjuki atas keisiman sebuah kata.
Maksudnya enggak mesti sebuah kata itu dikatakan isim kalau bertemu atau diiringi dengan tanda-tanda ini.
بَلْ بَعْضُهَا كَافٍ فِيْ ذَالِكَ.
Bahkan sebagiannya cukup dari tidak diiringi dengan tanda tersebut.
Jadi maksud dari Syaikh Malik disini ingin menegaskan bahwasanya tanda ini kalau ada tandanya maka dia tanda bagi isim. Tetapi bukan berarti kalau tidak ada tandanya bukan isim karena banyak juga isim yang kita temukan yang tanpa tanda-tanda tersebut. Thayyib
Jadi,
لَيْسَ بِلَازِمٍ اِجْتِمَاعُ كُلِّ هَذِهِ الْعَلَامَاتِ الأَرْبَعِ حَتَّى تَدُلَّ عَلَى اِسْمِيَّةِ الكَلِمَةِ بَلْ بَعْضُهَا كَافٍ فِيْ ذَالِكَ.
Bukanlah kelaziman atau keharusan bertemunya/adanya tanda ini barulah dikatakan sebagai isim. Bahkan sebagiannya itu tercukupkan (artinya tidak memerlukan tanda untuk dikatakan sebagai sebuah isim).
4⃣ حُرُوْفُ القَسَمِ مِنْ حُرُوْفِ الجَرِّ، وَإِنَّمَا فَصَلَهَا المُصَنِّفُ؛ لِكَوْنِهَا تُفِيْدُ القَسَمَ بِخِلَافِ غَيْرِهَا. .
4⃣ Faidah keempat : Huruf qosam sebetulnya bagian dari huruf jar, hanya saja Al Mushonnif memisahkannya karena huruf qosam ini memberikan faidah sumpah. Berbeda dengan huruf jar yang lainnya.
Karena huruf jar lain kan مِنْ، وَإِلَى، وَعَنْ، وَعَلَى، وَفِي، وَرُبَّ، وَالبَاءُ، وَالكَافُ، وَاللَّامُ ini tidak memiliki faidah sumpah.
Adapun huruf-huruf qosam wawu, ba dan ta' ini yang memiliki faidah sumpah. Oleh karena itu dipisahkan oleh As-Shonhajiy penyebutannya.
وَاعْلَمْ: أَنَّ القَسَمَ بِهَا مِنَ المَخْلُوْقِ لاَ يَجُوْزُ إِلَّا بِاللّٰهِ أَوْ بِأَسْمَائِهِ وَصِفَاتِهِ؛ فَلَا يَجُوْزُ أَنْ يُقَالَ :
وَالنَّبِيِّ، وَالكَعْبَةِ، وَحَيَاتِكَ وَأَشْبَاهَ ذَلِكَ
Dan ketahuilah bahwasanya bersumpah [menggunakan huruf sumpah] dengan makhluk tidak boleh.
Jadi bersumpah dengan nama makhluk tidak boleh إِلَّا بِاللّٰهِ kecuali bersumpah dengan nama Allah أَوْ بِأَسْمَائِهِ atau dengan nama-namanya, وَصِفَاتِهِ dan juga sifat-sifatnya.
فَلَا يَجُوْزُ أَنْ يُقَالَ :
Maka tidak boleh dikatakan :
وَالنَّبِيِّ، وَالكَعْبَةِ، وَحَيَاتِكَ وَأَشْبَاهَ ذَلِكَ
"Demi Nabi, demi Ka'bah, demi hidupmu, dan yang menyerupai demikian.
Jadi kita tidak boleh bersumpah selain dengan nama Allah dan sifat-sifat-Nya.
5⃣ . أَهْمَلَ الْمُصَنِّفُ أَنْفَعَ عَلَامَاتِ الاِسْمِ وَهُوَ : الإِسْنَادُ إِلَيْهِ، أَيْ : الحَدِيْثُ عَنْهُ،
5⃣ Faidah kelima: Al- Mushonnif melewati/ meninggalkan atau tidak membahas tanda isim yang paling bermanfaat menurut Syaikh Malik.
AshShonhajiy ini tidak membahas satu tanda yang paling bermanfaat,
وَهُوَ : الإِسْنَادُ إِلَيْهِ، أَيْ : الحَدِيْثُ عَنْهُ،
Yaitu isnad ilaihi , yaitu sesuatu yang bersambung. Jadi diantara ciri isim dia bisa disambungkan dengan kata yang lain.
وَبِهِ اسْتُدِلَّ عَلَى اسْمِيَّةِ الضَّمَاءِرِ كَالتَّاءِ فِيْ (قُمْتَ أوْ قُمْتِ) أَلَا تَرَى أَنَّهَا لَا تَقْبَلُ (أَلْ) وَلَا يَلْحَقُهَا التَّنْوِيْنُ، وَلَا غَيْرُهَا مِنَ العَلَامَاتِ الَّتِي تُذْكَرُ لِلاِسْمِ، سِوَى أَنَّكَ حَدَّثْتَ عَنْهَا بِالقِيَامِ. يُنْظَرُ: شَرْحُ قَطْرِ النَّدَى ص (١٥ - ١٦)
Yang dengannya (isnad Ilaihi ini) bisa diketahui keisiman dhomir-dhomir seperti التَاء dalam lafadz قُمْتَ atau قُمْتِ , tidakkah kamu melihat bahwasanya التَاء pada قُمْتُ (ti pada قُمْتِ) tidak menerima AL.
Tidak pula diiringi/diakhiri tanwin.
وَلَا غَيْرُهَا مِنَ العَلَامَاتِ الَّتِي تُذْكَرُ لِلاِسْمِ،
Dan tidak pula ada tanda lain yang sudah disebutkan.
Jadi tidak ada tanda empat tanda yang saya sebutkan yaitu : jar, kemudian tanwin , AL, dan huruf jar.
Tetapi kita bisa menjelaskan keisiman dari dhomir seperti dalam lafadz قُمْتُ ,قُمْتَ، قُمْتِ، dari sisi isnad ilaihnya. Bersambung kepadanya.
Jadi ciri-ciri isim dia bisa disambungkan dengan kata lain , bisa isim bisa bersambung dengan fiil , bisa juga bersambung dengan huruf.
سِوَى أَنَّكَ حَدَثْتَ عَنْهَا بِالقِيَامِ.
Selain ciri yang bisa kita dapatkan pada lafadz قُمْتَ tidak didapat dari tanda-tanda yang lain selain karena dhomir disitu bersambung dengan kejadian قِيَامِ "berdiri".
Jadi di antara tanda yang paling jelas adalah bahwa isim itu bisa ditempelkan dengan kata yang sebelumnya.
Ini dengan fiil seperti قُمْتَ atau dengan huruf seperti بِيْهِ , بِيْكَ, dan sebagainya.
يُنْظَرُ: شَرْحُ قَطْرِ النَّدَى ص (١٥ - ١٦)
Bisa dilihat di syarah Qotrun Nadaa halaman 15-16.
_________________
Thayyib barangkali sampai disini dulu pembahasannya nanti kita bagi dua dengan rekaman yang selanjutnya.
Semoga bermanfaat.
_________________________________
*Dars 3 : Tanda-tanda Isim*
Alhamdulillah kita lanjutkan kembali pelajaran kita dari kitab AlMumti' fiii شَرح الآجرومية yang dikarang oleh Syaikh Malik bin Salim hafidzahullahu ta'ala, dan kita sudah sampai pada pembahasan عَلَامَاتُ الاِسْمِ "Tanda-Tanda Isim".
_______________________
قَالَ المُصَنِّفُ : (فَالاِسْمُ يُعْرَفُ : بِالخَفْضِ، وَالتَّنْوِيْنِ، وَدُخُوْلِ الأَلِفِ وَاللّامِ، وَحُرُوْفِ الخَفْضِ وَهِيَ: مِنْ، وَإِلَى، وَعَنْ، وَعَلَى، وَفِي، وَرُبَّ، وَالبَاءُ، وَالكَافُ، وَاللَّامُ، وَحُرُوْفُ القَسَامِ، وَ هِيَ : الوَاوُ، وَالبَاءُ، وَالتَّاءُ)
Pengarang kitab Ajurrumiyyah mengatakan maka Isim itu dikenali dengan khofadh/jar dan tanwin.
Kemudian dengan masuknya alif dan lam. Dikenal juga dengan huruf jar/khofadh yaitu :
مِنْ : dari
إلى : ke
عَنْ : dari
َعَلَى : di atas
َفِي : di dalam
َرُبَّ : jarang
البَاءُ : dengan
وَالكَافُ : seperti
َاللَّامُ : untuk/bagi
Dan huruf-huruf sumpah ,yaitu : الوَاوُ، وَالبَاءُ، وَالتَّاءُ
Disini kita perhatikan jadi cara kita menyebut huruf dalam bahasa Arab, kalau hurufnya satu dieja. Seperti kita ingin menyebutkan huruf bi dan Ka yang artinya seperti maka kita harus mengejanya البَاءُ وَالكَافُ .
Tapi kalau dua huruf seperti مِنْ ini dibaca مِنْ , bukan المِيْمُ وَالنُّوْنُ .
'An عَنْ bukan dibaca العَيْنُ وَالنُّوْنُ . Tapi kalau satu huruf, seperti : bi, Ka , dan Li itu dieja, بالبَاءُ ، وَالكَافُ، واللَامُ
الشَّرْحُ : لَمَّا فَرَغَ المُصَنِّفُ مِنْ ذِكْرِ أَقْسَامِ الكَلَامِ، شَرَعَ فِي بَيَانِ عَلَامَاتِ كُلِّ قِسْمٍ،
Penjelasan :
Setelah pengarang kitab Ajurrumiyyah AlMushonnif As-Shonhajiy selesai menyebutkan macam-macam kalam beliau mulai menjelaskan tentang tanda dari setiap macam tersebut.
فَبَدَأَ بِالاِسْمِ، وَذَكَرَ لَهُ أَرْبَعَ عَلَامَاتٍ،
Maka beliau Ash-Shanhaji memulai dengan menjelaskan tanda isim dan beliau menyebutkan ada 4 tanda bagi isim.
إِذَا وَجَدْتَّ وَاحِدَةً مِنْهَا فِي كَلِمَةٍ أَوْ رَأَيْتَ أَنَّهَا تَقْبَلُهَا، عَرَفْتَ أَنَّهَا اسمٌ.
Apabila kau mendapati salah satu tanda ada pada sebuah kata atau kamu melihat sebuah kata yang menerima tanda tersebut engkau mengetahui bahwasanya itu adalah isim.
📕 إِحْدَاهَا : الخَفْضُ : وَهُوَ عِبَارَةٌ عَنِ الكَسْرَةِ الَّتِي يُحْدِثُهَا العَامِلُ، نَحْوُ : بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ،
*Yang pertama* : الخَفْضُ
[ Khofadh merupakan nama lain dari jar ]
Jadi tanda pertama isim itu adalah adanya jar.
وَهُوَ عِبَارَةٌ عَنِ الكَسْرَةِ الَّتِي يُحْدِثُهَا العَامِلُ
Jar /khofadh adalah ibarat atau istilah dari kasroh yang disebabkan (muncul) karena disebabkan adanya amil (sebuah faktor).
Jadi ini merupakan penjelasan secara mutlak yang sangat sederhana dari definisi jar meskipun nanti sebetulnya jar itu tidak hanya kasroh, memang hukum asal jar/khofadh itu tandanya adalah kasroh akan tetapi nanti kita akan belajar bahwasanya yang namanya jar itu punya tiga tanda.
Tanda aslinya kasroh , nanti ada tanda turunannya yaitu fathah dan ya. Tapi memang ini salah satu jalan yang dipilih oleh Syaikh Malik bin Salim dimana beliau menjelaskan definisinya dengan cara yang mudah dipahami oleh pemula. Jadi anggap saja kalau jar itu kasroh.
Contoh : بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ،
فَكُلٌّ مِنِ ( اسْمِ، واللَّهِ، والرَّحْمنِ، وَالرَّحِيْمِ) أَسْمَاءٌ ، لِوُجُوْدِ الكَسْرَةِ فِيْ آخِرِها
Maka setiap dari ismin dalam lafadz بِسْمِ اللَّهِ , kemudian lafadz اللَّهِ, الرَّحْمنِ dan الرَّحِيْمِ merupakan isim. Karena adanya kasroh pada akhirnya.
Jadi beliau Syaikh Salim menjelaskan diantara tanda isim adalah dia dalam keadaan jar dan disini beliau menjelaskan dengan sangat sederhana pokoknya kalau ada yang berharokat kasroh maka dia adalah isim.
Maka بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. Kenapa isim, karena dia kasroh. Kemudian اللَّهِ kasroh, الرَّحْمنِ karena dia kasroh dan juga الرَّحِيْمِ karena dia kasroh.
Memang ini benar karena kalau kita perhatikan tidak ada fiil yang kasroh. Kalaupun ada itu memang mabniy, contohnya فَعَلْتِ kasrohnya bukan karena dia jar tapi karena memang dari sananya,yang namanya dhomir مُفْرَدة مُخَاطَبة yaitu anti - Kasroh- . Jadi فَعَلْتِ kasrohnya memang dari sana seperti itu. Thayyib.
📕 الثَّانِيَةُ : التَّنْوِيْنُ :
*Tanda yang kedua* : Bertanwin
Jadi tanda yang pertamanya isim adalah jar , tanda kedua bertanwin.
وَ هُوَ عِبَارَةٌ عَنْ ضَمَّتَيْنِ أَوْ فَتْحَتَيْنِ أَوْ كَسْرَتَيْنِ ،
Dan tanwin itu adalah ibarat dari dua dhommah maksudnya dhommatain, dua fathah- fathatain , atau dua kasroh - kasrotain.
نَحْوُ قَوْلِهِ تَعَالَى:
(وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ خَشِعَةٌ (٢) عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ (٣) تَصْلىَ نَارًا حَامِيَةً (٤) تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ ءَانِيَةٍ (٥))(ا) فَكُلٌّ مِنْ : (وُجُوْهٌ، وَيَوْمَئِذٍ، وَخَاشِعَةٌ، وَعَامِلَةٌ، وَنَاصِبَةٌ، وَنَارًا، وَحَامِيَةً، وَعَيْنٍ، وَآنِيَةٍ) أَسْمَاءٌ لِوُجُوْدِ التَّنْوِيْنِ فِي آخِرِهَا
Contohnya firman Allah subhānahu wa Ta'āla :
(وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ خَشِعَةٌ (٢) عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ (٣) تَصْلىَ نَارًا حَامِيَةً (٤) تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ ءَانِيَةٍ (٥))(ا) فَكُلٌّ مِنْ : (وُجُوْهٌ، وَيَوْمَئِذٍ، وَخَاشِعَةٌ، وَعَامِلَةٌ، وَنَاصِبَةٌ، وَنَارًا، وَحَامِيَةً، وَعَيْنٍ، وَآنِيَةٍ)
Ini contoh tanwin :
وُجُوْهٌ), (يَوْمَئِذٍ), (خَاشِعَةٌ), (عَامِلَةٌ), (نَاصِبَةٌ), (نَارًا), (حَامِيَةً), (عَيْنٍ), dan (آنِيَةٍ)
Ini semuanya isim.
Makanya Syaikh Salim mengatakan
فَكُلٌّ مِنْ : (وُجُوْهٌ، وَيَوْمَئِذٍ، وَخَاشِعَةٌ، وَعَامِلَةٌ، وَنَاصِبَةٌ، وَنَارًا، وَحَامِيَةً، وَعَيْنٍ، وَآنِيَةٍ) أَسْمَاءٌ لِوُجُوْدِ التَّنْوِيْنِ فِي آخِرِهَا
Setiap dari kata :
وُجُوْهٌ), (يَوْمَئِذٍ), (خَاشِعَةٌ), (عَامِلَةٌ), (نَاصِبَةٌ), (نَارًا), (حَامِيَةً), (عَيْنٍ), dan (آنِيَةٍ)
Ini semuanya adalah isim karena adanya tanwin pada akhirnya.
Diantara ciri atau tanda isim ia bertanwin. Karena tidak mungkin ada fiil dan huruf yang bertanwin.
📕 الثَّالِثَةُ : دُخُوْلُ الأَلِفِ وَاللاَّمِ : وَيُعَبَّرُ عَنْهُمَا بـِ(أَلْ)،
*Tanda yang ketiga* : Kemasukan Alif dan Lam
Dan juga diistilahkan dengan AL.
[Jadi istilahnya ada yang bilang al-alifu wallaamu (الأَلِفُ وَاللَّامُ), ada yang bilang AL (أَلْ)]
نَحْوُ قَوْلِهِ تَعَالَى : (الرَّحْمَنُ عَلَى اَلْعَرْشِ آسْتَوَى)(٢)
Contohnya firman Allah subhānahu wa Ta'āla :
(الرَّحْمَنُ عَلَى اَلْعَرْشِ آسْتَوَى)
"Allah yang Maha Pengasih beristiwa' di atas Arsy"
(Surat Thoha ayat 5)
فَكُلٌّ مِنَ (الرَّحْمَنُ، وَالعَرْشِ) اِسْمَانِ لِدُخُوْلِ (ألْ) عَلَيْهِمَا
Maka setiap dari contoh (الرَّحْمَنُ) dan (وَالعَرْشِ) keduanya adalah isim. Karena kemasukan AL.
Ini tanda yang ketiga.
📕 الرَّابِعَةُ : حُرُوفُ الخَفْضِ : وَهِيَ : مِنْ، وَإِلَى، وَعَنْ، وَعَلَى، وَفِي، وَرُبَّ، وَالبَاءُ، وَالكَافُ، وَاللَّامُ...
*Tanda yang keempat* : huruf jar
Dan Huruf jar itu apa saja?
مِنْ : dari
إلى : ke
عَنْ : dari
َعَلَى : di atas
َفِي : di dalam
َرُبَّ : jarang
البَاءُ : dengan
وَالكَافُ : seperti
َاللَّامُ :oleh/untuk/bagi
فَهَذِهَ الحُرُوفُ خَاصَّةٌ بِالأَسْمَاءِ فَلَا تَدْخُلُ إِلَّا عَلَيْهَا ،
Maka huruf-huruf ini (yakni huruf jar) khusus untuk isim saja. Maka ia tidak masuk kecuali atasnya.
Maksudnya tidak mungkin setelah huruf jar itu fiil atau huruf. Jadi setelah huruf jar pasti isim.
نَحْوُ قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ : (تَكُفُّ شَرَّكَ عَنِ النَّاسِ، فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ مِنْكَ عَلَى نَفْسِكَ)(ا)،
Contohnya sabda Nabi صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ
"Tahanlah kejelekanmu dari manusia. Karena sesungguhhnya itu adalah sedekah untuk dirimu.(ا).
فَكُلٌّ مِنَ(النَّاسِ، وَالضَّمِيْرِ فِيْ مِنْكَ، وَنَفْسِ) أَسْمَاءٌ لِدُخُوْلِ حُرُوْفِ الخَفْضِ عَلَيْهَا
Maka setiap contoh النَّاسِ jadi عَنِ النَّاس karena didahului oleh huruf 'an (عَن) dan dhomir pada lafadz مِنْكَ [maksudnya kaf, maka kaf adalah isim yang mana didahului oleh huruf min] dan نَفْسِ dari kata عَلَى نَفْسِكَ .
Jadi nafsi (نَفْسِ) adalah isim karena didahului oleh على huruf jar. Jadi النَّاسُ isim , dan annas adalah isim karena kemasukan huruf jar atasnya.
وَمِنْ حُرُوْفِ الخَفْضِ أَحْرُفُ القَسَمِ لِكَوْنِهَا تَجُرُّ الاِسْمَ بَعْدَهَا،
Dan diantara huruf khofadh adalah huruf-huruf sumpah. Karena keadaanya dimana huruf qosam ini bisa menjarkan isim yang ada setelahnya.
Jadi huruf qosam juga bisa dimasukkan ke dalam kelompok huruf jar. Kenapa? Karena huruf qosam itu menjarkan isim yang ada setelahnya.
وَهِيَ ثَلَاثَةُ أَحْرُفٍ : الوَاوُ، وَالبَاءُ، وَالتَّاءُ؛
Dan Huruf qosam itu ada tiga huruf الوَاوُ، وَالبَاءُ، وَالتَّاءُ؛ yaitu wawu, ba, dan ta'.
وَسُمِّيَتْ أَحْرُفَ قَسَمٍ؛ لِإَنَّهَا تَدْخُلُ عَلَى المُقْسَمِ بِهِ_ وَلَايَكُوْنُ إِلَّا اسْمًا_ نَحْوُ : وَاللّٰهِ، وَتَاللّٰهِ، وَبِاللّٰهِ.
Dan dinamakan huruf-huruf sumpah karena huruf sumpah tersebut masuk atas sesuatu yang dijadikan sandaran sumpah.
وَلَايَكُوْنُ إِلَّا اسْمًا
Dan tidak boleh tidak kecuali setelahnya itu adalah isim.
Jadi setelah huruf sumpah pasti isim , karena enggak mungkin kita bersumpah dengan perbuatan.
Contohnya : وَاللّٰهِ، وَتَاللّٰهِ، وَبِاللّٰهِ.
Jadi kita boleh bersumpah dengan tiga lafadz seperti ini وَاللّٰهِ، وَتَاللّٰهِ، وَبِاللّٰه artinya semuanya sama "Demi Allah"
وَحَاصِلُ مَا ذَكَرَهُ مِنْ عَلَامَاتِ الاِسْمِ أَرْبَعٌ :
✅ اِثْنَتَانِ تَلْحَقَانِ الاِسْمَ فِي آخِرِهِ، وَهُمَا الخَفْضُ وَالتَّنْوِيْنُ.
✅ وَاثْنَتَانِ تَدْخُلاَنِ عَلَيْهِ فِيْ أَوَّلِهِ،وَهُمَا (أَلْ) وَحُرُوفُ الخَفْضِ.
Dan kesimpulannya dari apa yang telah disebutkan oleh AlMushonnif dari tanda isim itu ada empat :
✅ Dua tanda bersambung dengan isim pada akhirnya yaitu jar dan tanwin,
✅ Dan dua tandanya lagi masuk atas isim pada di depannya : yaitu AL dan huruf jar .
Jadi kalau tanwin itu kan tandanya diakhir kata begitu pula khofadh ini berkaitan dengan keadaan akhir kata. Adapun AL dan huruf jar di depannya sebelum isimnya.
فَوَائِدُ وَتَنْبِيْهَاتٌ :
*Faidah-faidah dan Catatan-catatan penting*:
1⃣ الخَفْضُ عِبَارَةٌ كُوْفِيَّةٌ، وَالجَرُّ عِبَارَةٌ بَصْرِيَّةٌ. حَاشِيَةُ أَبِيْ النَّجَا ص(١٥) .
1⃣ Khafadh itu adalah ungkapan ulama nahwu dari Kufah.
Berarti orang Kufah lebih sering menyebut istilah jar itu dengan khofadh.
Adapun jar ini adalah ungkapan atau istilah yang sering dipakai oleh ulama Basroh.
Kita tahu bahwasanya kiblat dari ilmu nahwu ini berasal dari daerah Islam terkenal di masa lalu yaitu Basroh dan Kufah.
Ulama nahwu Kufah lebih senang menyebutnya khofadh. Adapun ulama Basroh lebih senang menyebutnya jar.
Ini bisa dilihat di Hasyah Abu Najaa halaman 15]
2⃣ . تَكُوْنُ (أَلْ) عَلَامَةً لِلْاِسْمِ إِذَا لَمْ تَكُنْ مِنْ أَصْلِ الْكَلِمَةِ، نَحْوُ (الرَّجُلِ، وَ الغُلَامِ)
2⃣ Faidah ketiga, AL menjadi tanda bagi isim apabila ia bukan dari asal kata tersebutالرَّجُلِ، وَ الغُلَامِ.
Kita tahu bahwa asalnya رَجُلٌ dan غُلَامٌ kemudian ditambahkan AL maka menjadi الرَّجُلُ، الغُلَامُ
أَمَّا إِذَا كَانَتْ مِنْ أَصْلِهَا فَلَا تَكُوْنُ عَلَامَةً لَهُ، نَحْوُ : أَلْقَى مِنْ قَوْلِهِ تَعَالَى : (وَأَلْقَى فِى اْلَاَرْضِ رَوَاسِي)،
Adapun apabila AL-nya itu merupakan dari asal kata tersebut maka ia bukanlah tanda isim.
Contohnya kata : َأَلْقَى , AL yang ada pada lafadz َأَلْقَى bukan tambahan tapi memang itu satu kesatuan, fiil madhi َأَلْقَى , dari firman Allah subhānahu waTa'ala (وَأَلْقَى فِى اْلَاَرْضِ رَوَاسِي)
"Dan Allah tancapkan pada bumi gunung-gunung."
وَنَحْوُ: أَلْهَى مِنْ قَوْلِهِ تَعَالَى: (أَلْهٰكُمُ التَّكَاثُرُ)
Dan contohnya lagi yang juga bukan isim أَلْهَى dari firman Allah subhānahu wa Ta'āla : (أَلْهٰكُمُ التَّكَاثُرُ)
فَهِيَ فِيْهِمَا أَصْلِيَّةٌ؛ فَلَا يُعْرَفُ بِهَا الْاِسْمُ.
Maka AL yang ada pada أَلْهٰكُمُ التَّكَاثُرُ , alhaaأَلْهَى ini bukan tambahan tapi memang asli (maka AL yang ada pada ألقى dan ألهى ini merupakan asli ya)
فَلَا يُعْرَفُ بِهَا الْاِسْمُ.
maka dia tidak dikenal sebagai isim.
Meskipun ada AL nya tapi karena AL nya bukan aslinya maka dia bukanlah isim.
3⃣. لَيْسَ بِلَازِمٍ اِجْتِمَاعُ كُلِّ هَذِهِ الْعَلَامَاتِ الأَرْبَعِ حَتَّى تَدُلَّ عَلَى اِسْمِيَّةِ الكَلِمَةِ بَلْ بَعْضُهَا كَافٍ فِيْ ذَالِكَ.
3⃣ Faidah ketiga : Tidak mesti berkumpulnya setiap tanda yang empat ini sampai menunjuki atas keisiman sebuah kata.
Maksudnya enggak mesti sebuah kata itu dikatakan isim kalau bertemu atau diiringi dengan tanda-tanda ini.
بَلْ بَعْضُهَا كَافٍ فِيْ ذَالِكَ.
Bahkan sebagiannya cukup dari tidak diiringi dengan tanda tersebut.
Jadi maksud dari Syaikh Malik disini ingin menegaskan bahwasanya tanda ini kalau ada tandanya maka dia tanda bagi isim. Tetapi bukan berarti kalau tidak ada tandanya bukan isim karena banyak juga isim yang kita temukan yang tanpa tanda-tanda tersebut. Thayyib
Jadi,
لَيْسَ بِلَازِمٍ اِجْتِمَاعُ كُلِّ هَذِهِ الْعَلَامَاتِ الأَرْبَعِ حَتَّى تَدُلَّ عَلَى اِسْمِيَّةِ الكَلِمَةِ بَلْ بَعْضُهَا كَافٍ فِيْ ذَالِكَ.
Bukanlah kelaziman atau keharusan bertemunya/adanya tanda ini barulah dikatakan sebagai isim. Bahkan sebagiannya itu tercukupkan (artinya tidak memerlukan tanda untuk dikatakan sebagai sebuah isim).
4⃣ حُرُوْفُ القَسَمِ مِنْ حُرُوْفِ الجَرِّ، وَإِنَّمَا فَصَلَهَا المُصَنِّفُ؛ لِكَوْنِهَا تُفِيْدُ القَسَمَ بِخِلَافِ غَيْرِهَا. .
4⃣ Faidah keempat : Huruf qosam sebetulnya bagian dari huruf jar, hanya saja Al Mushonnif memisahkannya karena huruf qosam ini memberikan faidah sumpah. Berbeda dengan huruf jar yang lainnya.
Karena huruf jar lain kan مِنْ، وَإِلَى، وَعَنْ، وَعَلَى، وَفِي، وَرُبَّ، وَالبَاءُ، وَالكَافُ، وَاللَّامُ ini tidak memiliki faidah sumpah.
Adapun huruf-huruf qosam wawu, ba dan ta' ini yang memiliki faidah sumpah. Oleh karena itu dipisahkan oleh As-Shonhajiy penyebutannya.
وَاعْلَمْ: أَنَّ القَسَمَ بِهَا مِنَ المَخْلُوْقِ لاَ يَجُوْزُ إِلَّا بِاللّٰهِ أَوْ بِأَسْمَائِهِ وَصِفَاتِهِ؛ فَلَا يَجُوْزُ أَنْ يُقَالَ :
وَالنَّبِيِّ، وَالكَعْبَةِ، وَحَيَاتِكَ وَأَشْبَاهَ ذَلِكَ
Dan ketahuilah bahwasanya bersumpah [menggunakan huruf sumpah] dengan makhluk tidak boleh.
Jadi bersumpah dengan nama makhluk tidak boleh إِلَّا بِاللّٰهِ kecuali bersumpah dengan nama Allah أَوْ بِأَسْمَائِهِ atau dengan nama-namanya, وَصِفَاتِهِ dan juga sifat-sifatnya.
فَلَا يَجُوْزُ أَنْ يُقَالَ :
Maka tidak boleh dikatakan :
وَالنَّبِيِّ، وَالكَعْبَةِ، وَحَيَاتِكَ وَأَشْبَاهَ ذَلِكَ
"Demi Nabi, demi Ka'bah, demi hidupmu, dan yang menyerupai demikian.
Jadi kita tidak boleh bersumpah selain dengan nama Allah dan sifat-sifat-Nya.
5⃣ . أَهْمَلَ الْمُصَنِّفُ أَنْفَعَ عَلَامَاتِ الاِسْمِ وَهُوَ : الإِسْنَادُ إِلَيْهِ، أَيْ : الحَدِيْثُ عَنْهُ،
5⃣ Faidah kelima: Al- Mushonnif melewati/ meninggalkan atau tidak membahas tanda isim yang paling bermanfaat menurut Syaikh Malik.
AshShonhajiy ini tidak membahas satu tanda yang paling bermanfaat,
وَهُوَ : الإِسْنَادُ إِلَيْهِ، أَيْ : الحَدِيْثُ عَنْهُ،
Yaitu isnad ilaihi , yaitu sesuatu yang bersambung. Jadi diantara ciri isim dia bisa disambungkan dengan kata yang lain.
وَبِهِ اسْتُدِلَّ عَلَى اسْمِيَّةِ الضَّمَاءِرِ كَالتَّاءِ فِيْ (قُمْتَ أوْ قُمْتِ) أَلَا تَرَى أَنَّهَا لَا تَقْبَلُ (أَلْ) وَلَا يَلْحَقُهَا التَّنْوِيْنُ، وَلَا غَيْرُهَا مِنَ العَلَامَاتِ الَّتِي تُذْكَرُ لِلاِسْمِ، سِوَى أَنَّكَ حَدَّثْتَ عَنْهَا بِالقِيَامِ. يُنْظَرُ: شَرْحُ قَطْرِ النَّدَى ص (١٥ - ١٦)
Yang dengannya (isnad Ilaihi ini) bisa diketahui keisiman dhomir-dhomir seperti التَاء dalam lafadz قُمْتَ atau قُمْتِ , tidakkah kamu melihat bahwasanya التَاء pada قُمْتُ (ti pada قُمْتِ) tidak menerima AL.
Tidak pula diiringi/diakhiri tanwin.
وَلَا غَيْرُهَا مِنَ العَلَامَاتِ الَّتِي تُذْكَرُ لِلاِسْمِ،
Dan tidak pula ada tanda lain yang sudah disebutkan.
Jadi tidak ada tanda empat tanda yang saya sebutkan yaitu : jar, kemudian tanwin , AL, dan huruf jar.
Tetapi kita bisa menjelaskan keisiman dari dhomir seperti dalam lafadz قُمْتُ ,قُمْتَ، قُمْتِ، dari sisi isnad ilaihnya. Bersambung kepadanya.
Jadi ciri-ciri isim dia bisa disambungkan dengan kata lain , bisa isim bisa bersambung dengan fiil , bisa juga bersambung dengan huruf.
سِوَى أَنَّكَ حَدَثْتَ عَنْهَا بِالقِيَامِ.
Selain ciri yang bisa kita dapatkan pada lafadz قُمْتَ tidak didapat dari tanda-tanda yang lain selain karena dhomir disitu bersambung dengan kejadian قِيَامِ "berdiri".
Jadi di antara tanda yang paling jelas adalah bahwa isim itu bisa ditempelkan dengan kata yang sebelumnya.
Ini dengan fiil seperti قُمْتَ atau dengan huruf seperti بِيْهِ , بِيْكَ, dan sebagainya.
يُنْظَرُ: شَرْحُ قَطْرِ النَّدَى ص (١٥ - ١٦)
Bisa dilihat di syarah Qotrun Nadaa halaman 15-16.
_________________
Thayyib barangkali sampai disini dulu pembahasannya nanti kita bagi dua dengan rekaman yang selanjutnya.
Semoga bermanfaat.
_________________________________
Minggu, 26 Februari 2017
Dars 2. PENYUSUN KALAM
*Transkrip MATERI BINAR*
*DARS 2 : PENYUSUN KALAM*
________________________________
Alhamdulillah ini adalah audio kedua dari pembacaan kitab Almumti' fiii شَرح الآجرومية yang dikarang oleh Syaikh Malik bin Mathor yang merupakan syarah dari kitab Matan Al Ajurrumiyyah.
Bismillahirrahmanirrahim.
قَالَ المُصَنِّفُ : (وَأَقْسَامُهُ ثَلاَثَةٌ : اِسْمٌ وَفِعْلٌ وَحَرْفٌ جَاءَ لِمَعْنًى.)
Telah berkata Al Mushonnif (yakni Ibnu AlAjurrum As-Shonhajiy) dan bagian kalimat itu ada tiga :
📌 isim
📌 Fi'il
📌 Dan huruf yang memiliki arti.
الشَّرْحُ : بَيَّنَ المُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللّٰهُ أَنَّ الأَلْفَاظَ الَّتِي تَسْتَخْدِمُهَا العَرَبُ فِي كَلَامِهَا لاَ تَخْرُجُ عَنْ وَاحِدٍ مِنْ ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ : الاسْمِ، أَوِ الفِعْلِ، أَوِالحَرْفِ
*Penjelasan* :
Pengarang (yakni Ibnu AlAjurrum As-Shonhajiy semoga Allah merahmati nya) menjelaskan bahwasanya lafadz-lafadz yang digunakan oleh orang Arab di dalam kalimat mereka tidaklah keluar dari salah satu dari tiga unsur ,
📌 isim
📌 Fi'il
📌huruf
*Halaman 14*
📑 فَالاِسْمُ:
تَعْرِيْفُهُ : هُوَ كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِي نَفْسِهَا وَلَمْ تَقْتَرِنْ بِزَمَنٍ .
📙 Maka *ISIM* itu adalah :
Definisinya : Kata yang menunjuki sebuah makna yang ada pada dirinya dan tidak berkaitan dengan waktu.
مِثَالُهُ : زَيْدٌ، وَفَرَسٌ، وَعُصْفُوْرٌ، وَزَهْرَةٌ، وَبَيْتٌ، وَذَكَاءٌ.
Contoh-contohnya : Zaid (nama Orang) , kuda, burung kecil, bunga, rumah dan kecerdasan.
فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْ هَذِهِ الأَلْفَاظِ يَدُلُّ عَلَى مَعْنًى يُفْهَمُ مِنْ نَفْسِ الكَلِمَةِ .
Dan setiap salah satu dari lafadz-lafadz ini menunjuki sebuah makna yang dipahami langsung dari katanya.
(Artinya kalau kita menyebut Zaid maka kita akan paham bahwa Zaid adalah nama orang.
Ketika kita menyebutkan Faros maka kita akan paham bahwa Faros adalah nama hewan yaitu kuda.
Ini yang dimaksud dengan دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِي نَفْسِهَا yang menunjuki sebuah makna yang ada pada dirinya.
Jadi ketika disebutkan kata tersebut kita langsung memahami maknanya.)
وَ هَذَا المَعْنَى قَدْ يَكُوْنُ لِشَيْءٍ مَحْسُوْسٍ , بِأَنْ يَكُوْنَ : ذَاتَ إِنْسَانٍ كَزَيْدٍ، أَوْ حَيَوَانٍ كَفَرَسٍ، أَوْ طَيْرٍ كَعُصْفُوْرٍ، أَوْ نَبَاتٍ كَزَهْرَةٍ، أَوْجَمَادٍ كَبَيْتٍ.
Dan makna ini terkadang untuk sesuatu yang bisa didapat oleh panca indera.
(Maksudnya itu bisa diraba oleh kelima panca indera baik indera penglihatan, penciuman, raba, rasa dan sbg. )
Terkadang menunjuki makna kepada :
🍂 manusia seperti Zaid
🍂 hewan seperti Faros :kuda,
🍂 burung seperti ushfur : jenis burung yang kecil,
🍂 atau tumbuh-tumbuhan seperti bunga ,
🍂 atau benda mati seperti rumah.
اَوْ يَكُوْنُ لِشَيْءٍ مَعْنَوِيٍّ ـ غَيْرِ مَحْسُوْسٍ ـ يُدْرَكُ بِالعَقْلِ كَالذَّكَاءِ، وَالشَّرَفِ، وَالعِلْمِ،
Terkadang isim itu untuk sesuatu yang bersifat maknawi (bukan inderawi: bukan yg diraih oleh panca indera) yang bisa diketahui dengan akal seperti kecerdasan , kemuliaan,dan Ilmu.
فَكُلُّ كَلِمَةٍ دَلَّتْ عَلَى ذَاتٍ أَوْ مَعْنًى وَلَمْ تَقْتَرِنْ بِزَمَنٍ فَهِيَ اسْمٌ.
Maka setiap kata yang menunjuki atas dzat atau makna , dan tidak berkaitan dengan waktu maka dia adalah isim.
Jadi setelah dijelaskan apa itu isim ,beliau melanjutkan dengan fiil.
📑 وَالفِعْلُ
تَعْرِيْفُهُ : هُوَ كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِي نَفْسِهَا وَاقْتَرَنَتْ بِزَمَنٍ.
📑 *FI'IL*
FI'IL adalah kata yang menunjuki atas makna yang ada pada dirinya dan berkaitan dengan waktu.
(Jadi kalau isim tidak berkaitan dengan waktu, kalau fiil وَاقْتَرَنَتْ بِزَمَنٍ. )
مِثَالُهُ : قَامَ ، يَقُوْمُ ، قُمْ
Contoh-contohnya :
🍂 قَامَ : fiil madhi
🍂. يَقُوْمُ : fiil mudhoori'
🍂قُمْ : fiil amr
فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْ هَذِهِ الأَلْفَاظِ يَدُلُّ عَلَى مَعْنًى فِي نَفْسِهِ وَهُوَ الحَدَث،ُ وَ هُوَ مُقْتَرِنٌ بِزَمَنٍ،
Maka setiap satu dari lafadz-lafadz ini menunjuki atas makna pada dirinya dan itu berupa kejadian, dan ia berkaitan dengan waktu.
فَ(قَامَ) تَدُلُّ عَلَى حُدُوْثِ القِيَامِ فِيْ زَمَنٍ مَاضٍ(١)
Maka قَامَ menunjuki atas kejadian "berdiri" pada waktu yang telah berlalu.
وَ( يَقُوْمُ ) تَدُلُّ عَلَى حُدُوْثِ القِيَامِ فِيْ زَمَنٍ حَاضِرٍ (٢) أَوْ مُسْتَقْبَلٍ( ٣) ،
Dan (يَقُوْمُ) menunjuki atas kejadian "berdiri" pada waktu yang sedang terjadi atau akan datang.
وَ(قُمْ) تَدُلُّ عَلَى طَلَبِ القِيَامِ فِيْ زَمَنٍ مُسْتَقْبَلٍ
Dan (قُمْ) menunjuki atas makna atas permintaan "berdiri" pada zaman yang akan datang.
(Artinya kalau kita mengatakan قُمْ kan belum terjadi justru kita minta pada yg kita perintahkan agar ia mengerjakan setelah kita mengatakan ini)
فَكُلُّ كَلِمَةٍ دَلَّتْ عَلَى حَدَثٍ فِيْ زَمَنٍ فَهِيَ فِعْلٌ
Maka setiap kata yang menunjuki atas kejadian pada suatu masa maka dia adalah fiil.
_______________________
_Lihat Catatan Kaki_ :
(١)الزَّمَنُ المَاضِي : هُوَ مَا قَبْلَ زَمَنِ التَكَلُّمِ
(1) masa yang telah lalu adalah masa sebelum waktu berbicara.
(٢)الزَّمَنُ الحَاضِرُ : هُوَ زَمَنُ التَّكَلُّمِ
(2) waktu yang sedang berlangsung adalah waktu saat berbicara.
(٣)الزَّمَنُ المُسْتَقْبَلُ : هُوَ مَا بَعْدَ زَمَنِ التَكَلُّمِ
(3) masa yang akan datang : adalah waktu setelah berbicara.
____________________________________________________
📑 Halaman 15
فَالفِعْلُ يَنْقَسِمُ إِلَى ثَلاَ ثَةِ أَقْسَامٍ :
Maka fi'il itu terbagi menjadi tiga jenis :
1 📌 مَاضٍ : وَهُوَ مَا دَلَّ عَلَى حَدَثٍ وَقَعَ فِي الزَّمَانِ المَاضِي
Fi'il madhi adalah : fiil yang menunjukkan atas kejadian yang terjadi pada masa yang telah lewat.
مِثْلُ : كَتَبَ، سَافَرَ، صَلَّى.
Contoh : (كَتَبَ) telah menulis, (سَافَرَ) telah safar, (صَلَّى) telah shalat
2 📌 وَمُضَارِعٍ : وَهُوَ مَا يَدُلُّ عَلَى حَدَثٍ يَقَعُ فِي الزَّمَانِ الحَاضِرِ أَوْ المُسْتَقْبَلِ.
Fi'il mudhari' adalah : fiil yang menunjukkan atas kejadian yang terjadi pada zaman yang sedang terjadi atau akan datang.
مِثْلُ : يَكْتُبُ، يُسَافِرُ، يُصَلِّي.
Contoh : (يَكْتُبُ) sedang menulis, (يُسَافِرُ)sedang safar, (يُصَلِّي) sedang/akan shalat.
3 📌 وَأَمْرٍِ : وَهُوَ مَا يَدُلُّ عَلَى حَدَثٍ يُطْلَبُ حُصُوْلُهُ فِي الزَّمَانِ المُسْتَقْبَلِ
Fi'il amar yaitu : Fi'il yang menunjukkan atas kejadian yang diminta hasilnya pada zaman yang akan datang.
(Jadi kita tahu kalau memerintahkan seseorang maka maksudnya segera setelah kita memerintahkan itu harus dikerjakan)
مِثْلُ : اكْتُبْ , سَافِرْ ,صَلِّ
Contoh: (اكْتُبْ) Tulislah! - (سَافِرْ) berpergianlah! - (صَلِّ) sholatlah!.
📑 وَالحَرْفُ :
تَعْرِيْفُهُ : هُوَ كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِي غَيْرِهَا
📑 *HURUF*
Definisinya : kata yang menunjukkan atas makna pada selainnya.
مِثَالُهُ : لَمْ، وَ فِي، وَهَلْ
Contoh-contohnya: لَمْ tidak, فِي di dalam, dan هَلْ apakah
فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْ هَذِهِ الأَلْفَاظِ حَرْفٌ يَدُلُّ عَلَى مَعْنًى، وَهَذَا المَعْنَى يَظْهَرُ فِي غَيْرِه ِفَقَطْ ،
Maka setiap lafadz-lafadz ini (yakni لَمْ، وَ فِي، وَهَلْ ) adalah huruf yang menunjukkan atas suatu makna, dan makna ini tampak pada selainnya saja.
فَمَثَلًا :(لَمْ) مَعْنَاهَا النَّفْيُ، وَهَذَا النَّفْيُ لاَ يَظْهَرُ وَيَتَّضِحُ حَتَّى تَضُمَّهَا إِلَى غَيْرِهَا ،
Contohnya (lam) maknanya adalah penafian (pengingkaran), dan penafian ini tidak tampak dan jelas sampai ia digabungkan pada selainnya,
فَتَقُوْلُ : لَمْ يَقُمْ زَيْدٌ، فَكَلِمَةُ (لَمْ) دَلَّتْ عَلَى نَفْيِ قِياَمِ زَيْدٍ .
Maka kamu katakan : "Zaid tidak berdiri", maka kata (lam) menunjukkan atas penafian dari berdirinya si Zaid.
[ Maksudnya begini : kalau kita bicara Fi'il dan isim, kita katakan Dzahaba "dia pergi" orang paham maknanya adalah pergi.
Kemudian kita katakan Zaid , orang akan paham Zaidun adalah nama orang.
Ketika kita bicara tiba-tiba langsung bilang "Lam" maka orang tidak paham.
Supaya antum lebih memahaminya bisa misalkan kalau kita bertanya , "أَيْنَ زَيْدٌ" ("Dimana Zaid) kemudian kita menjawab "Dzahaba" saja misalkan, hanya menjawab "Dzahaba" apakah dipahami? Tentu dipahami. Dimana Zaid? Dia pergi.
Sekalipun kita hanya menjawab "Dzahaba" tapi orang paham bahwa yang pergi adalah Zaid.
Kemudian gambaran kedua: misalkan seseorang ditanya "مَا اسْمُكَ؟" jawab "زَيْدٌ". Ini hanya satu kata tapi bisa dipahami.
Tapi misalkan kita bertanya "أَيْنَ زَيْدٌ", kemudian kita jawab "Lam لَمْ" saja. Maka ini tidak bisa dipahami. Kecuali ditambah fiil atau isim yang ada setelahnya. Kalau huruf dia tidak bisa memberikan faidah kecuali setelahnya itu ada fiil atau isim sehingga menjadi jelas maksudnya.
Jadi ini yang dimaksud kenapa huruf itu dimasukkan sebagai كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِي غَيْرِهَا yaitu kata yang menunjukkan makna yang ada pada selainnya.
Artinya huruf itu tidaklah bermakna kecuali setelah diiringi oleh fiil atau isim yang sesuai dengan huruf tersebut. Thoyyib kita kembali ke kitab. ]
____________________________________________________
فَكُلُّ كَلِمَةٍ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِيْ غَيْرِهَا فَهِيَ
حَرْفٌ.
Maka setiap kata yang menunjukkan atas makna pada selainnya maka itu adalah huruf.
______________________
_Lihat Catatan Kaki _
📑 فَوَائِدُ وَ تَنْبِيْهَاتٌ
📑 Faedah-Faidah/Keterangan Penting:
📌 ١ - جَعَلَ المُصَنِّفُ الإِسْمَ وَالفِعْلَ وَالحَرْفَ أَقْسَامًا لِلْكَلَامِ، وَجَعَلَهَا غَيْرُهُ أَقْسَامًا لِلْكَلِمَةِ، وَكِلَا التَّقْسِيْمَيْنِ صَحِيْحٌ
1. Almushannif (Ibnu Ajurrum) menjadikan isim, fiil, dan huruf sebagai jenis-jenis dari kalimat. Dan yang selain AlMushonnif (ulama nahwu yang lain) mengatakan bahwasanya isim, fiil dan huruf bukan bagian dari kalimat tapi bagian dari kata.
[ Maksudnya isim, fiil dan huruf bukan jenis-jenis dari kalimat tapi jenis-jenis kata. Akan tetapi ini hanya sebatas teori penyebutan saja tidak terlalu masalah, makanya kata Syaikh Malik bin Salim disini وَكِلَا التَّقْسِيْمَيْنِ صَحِيْحٌ dan pembagian dua ini shohih.
Jadi tidak masalah, mau kita katakan bahwa isim ,fiil, itu أَقْسَامُ الكلام atau أَقْسَامُ الكَلمة dua-duanya boleh insya Allah. ]
فَمَنْ أَرَادَ بِالأَقْسَامِ الأَجْزَاءَ جَعَلَهَا أَقْسَامًا لِلْكَلَامِ؛ لِأَنَّهُ يَتَرَكَّبُ مِنْهَا وَيَتَأَلَّفُ
Maka siapa yang menginginkan pembagian dari sisi jus-jusnya /bagian-bagiannya, ia boleh menjadikannya sebagai pembagian kalimat, karena kalimat itu tersusun dari fiil ,isim dan huruf.
وَمَنْ أَرَادَ بِالأَقْسَامِ الأَنْوَاعَ جَعَلَهَا أقْسَامًا لِلْكَلِمَةِ ؛ فَالكَلِمَةُ جِنْسٌ يَشْمَلُ الإِسْمَ وَالفِعْلَ وَالحَرْفَ
Dan barangsiapa yang menghendaki bagian dari sisi macam-macamnya , ia menjadikannya macam-macam kata.
Maka kata itu adalah nama jenis yang meliputi isim , fiil, dan huruf.
يُنْظَرُ مُجِيْبُ النِّدَا ص (٣١) وَحَاشِيَةُ أَبِيْ النَّجَا عَلَى شَرْحِ
الأَزْهَرِي لِلآجُرُّوْمِيَّةِ ص (٢٥)
وَ مَجْمُوْعُ الفَتَوَى(١٠٨/١٢)
Silakan melihat di kitab Mujib an-Nida hlm 31, dan juga kitab Hasyiyah Abi an-Naja 'ala Syarh al-Azhariy li al-Ajurrumiyyah hlm 25, dan Majmu' al-Fatawa (Jilid 12/hal. 108)
📌 ٢ِ- اِحْتَرَزَ المُصَنِّفُ بِقَوْلِهِ : (حَرْفٌ جَاء َلِمَعْنًى) عَنْ حُرُوْفِ التَّهَجِّيْ ، فَلَيْسَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهَا كَلِمَةً ، لِعَدَمِ دَلَالَتِهِ عَلَى مَعْنًى
2. AlMushonnif mengecualikan dengan perkataannya :
Huruf yang memiliki arti dari huruf-huruf hijaiyyah.
[Jadi tidak semua huruf hijaiyyah itu yang dimaksud huruf disini, tetapi huruf yang memiliki makna.]
Maka tidak semua yang ada pada huruf hijaiyyah itu disebut sebagai kata karena tidak menunjukkan atas sebuah makna.
____________________________________________________
Thayyib, kesimpulan dari pelajaran kita pada kesempatan kali ini adalah :
- penyusun kalimat ada tiga yaitu : Isim, Fi'il dan Huruf.
Definisi Fi'il adalah :
كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِي نَفْسِهَا وَاقْتَرَنَتْ بِزَمَنٍ.
*Kata yang menunjuki atas makna yang ada pada dirinya dan berkaitan dengan waktu*.
Ini sisi perbedaan fi'il dibanding isim. Kalau Isim وَلَمْ تَقْتَرِنْ بِزَمَنٍ *tidak berkaitan dengan waktu*.
Adapun huruf berbeda dengan fi'il dan isim yang maknanya terkandung pada dirinya, kalau huruf كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِي غَيْرِهَا *kata yang menunjuki makna yang ada pada selainnya*.
Artinya kalau Fi'il dan isim susunan huruf-hurufnya itu mengandung makna langsung yang bisa kita pahami.
Adapun huruf itu tidak bisa kita pahami kecuali setelah digabung atau setelah diiringi oleh fiil ataupun isim.
Thayyib barangkali cukup untuk pelajaran kali ini semoga bermanfaat.
____________________SELESAI______________________
✒ Tim Transkrip BINAR
*DARS 2 : PENYUSUN KALAM*
________________________________
Alhamdulillah ini adalah audio kedua dari pembacaan kitab Almumti' fiii شَرح الآجرومية yang dikarang oleh Syaikh Malik bin Mathor yang merupakan syarah dari kitab Matan Al Ajurrumiyyah.
Bismillahirrahmanirrahim.
قَالَ المُصَنِّفُ : (وَأَقْسَامُهُ ثَلاَثَةٌ : اِسْمٌ وَفِعْلٌ وَحَرْفٌ جَاءَ لِمَعْنًى.)
Telah berkata Al Mushonnif (yakni Ibnu AlAjurrum As-Shonhajiy) dan bagian kalimat itu ada tiga :
📌 isim
📌 Fi'il
📌 Dan huruf yang memiliki arti.
الشَّرْحُ : بَيَّنَ المُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللّٰهُ أَنَّ الأَلْفَاظَ الَّتِي تَسْتَخْدِمُهَا العَرَبُ فِي كَلَامِهَا لاَ تَخْرُجُ عَنْ وَاحِدٍ مِنْ ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ : الاسْمِ، أَوِ الفِعْلِ، أَوِالحَرْفِ
*Penjelasan* :
Pengarang (yakni Ibnu AlAjurrum As-Shonhajiy semoga Allah merahmati nya) menjelaskan bahwasanya lafadz-lafadz yang digunakan oleh orang Arab di dalam kalimat mereka tidaklah keluar dari salah satu dari tiga unsur ,
📌 isim
📌 Fi'il
📌huruf
*Halaman 14*
📑 فَالاِسْمُ:
تَعْرِيْفُهُ : هُوَ كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِي نَفْسِهَا وَلَمْ تَقْتَرِنْ بِزَمَنٍ .
📙 Maka *ISIM* itu adalah :
Definisinya : Kata yang menunjuki sebuah makna yang ada pada dirinya dan tidak berkaitan dengan waktu.
مِثَالُهُ : زَيْدٌ، وَفَرَسٌ، وَعُصْفُوْرٌ، وَزَهْرَةٌ، وَبَيْتٌ، وَذَكَاءٌ.
Contoh-contohnya : Zaid (nama Orang) , kuda, burung kecil, bunga, rumah dan kecerdasan.
فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْ هَذِهِ الأَلْفَاظِ يَدُلُّ عَلَى مَعْنًى يُفْهَمُ مِنْ نَفْسِ الكَلِمَةِ .
Dan setiap salah satu dari lafadz-lafadz ini menunjuki sebuah makna yang dipahami langsung dari katanya.
(Artinya kalau kita menyebut Zaid maka kita akan paham bahwa Zaid adalah nama orang.
Ketika kita menyebutkan Faros maka kita akan paham bahwa Faros adalah nama hewan yaitu kuda.
Ini yang dimaksud dengan دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِي نَفْسِهَا yang menunjuki sebuah makna yang ada pada dirinya.
Jadi ketika disebutkan kata tersebut kita langsung memahami maknanya.)
وَ هَذَا المَعْنَى قَدْ يَكُوْنُ لِشَيْءٍ مَحْسُوْسٍ , بِأَنْ يَكُوْنَ : ذَاتَ إِنْسَانٍ كَزَيْدٍ، أَوْ حَيَوَانٍ كَفَرَسٍ، أَوْ طَيْرٍ كَعُصْفُوْرٍ، أَوْ نَبَاتٍ كَزَهْرَةٍ، أَوْجَمَادٍ كَبَيْتٍ.
Dan makna ini terkadang untuk sesuatu yang bisa didapat oleh panca indera.
(Maksudnya itu bisa diraba oleh kelima panca indera baik indera penglihatan, penciuman, raba, rasa dan sbg. )
Terkadang menunjuki makna kepada :
🍂 manusia seperti Zaid
🍂 hewan seperti Faros :kuda,
🍂 burung seperti ushfur : jenis burung yang kecil,
🍂 atau tumbuh-tumbuhan seperti bunga ,
🍂 atau benda mati seperti rumah.
اَوْ يَكُوْنُ لِشَيْءٍ مَعْنَوِيٍّ ـ غَيْرِ مَحْسُوْسٍ ـ يُدْرَكُ بِالعَقْلِ كَالذَّكَاءِ، وَالشَّرَفِ، وَالعِلْمِ،
Terkadang isim itu untuk sesuatu yang bersifat maknawi (bukan inderawi: bukan yg diraih oleh panca indera) yang bisa diketahui dengan akal seperti kecerdasan , kemuliaan,dan Ilmu.
فَكُلُّ كَلِمَةٍ دَلَّتْ عَلَى ذَاتٍ أَوْ مَعْنًى وَلَمْ تَقْتَرِنْ بِزَمَنٍ فَهِيَ اسْمٌ.
Maka setiap kata yang menunjuki atas dzat atau makna , dan tidak berkaitan dengan waktu maka dia adalah isim.
Jadi setelah dijelaskan apa itu isim ,beliau melanjutkan dengan fiil.
📑 وَالفِعْلُ
تَعْرِيْفُهُ : هُوَ كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِي نَفْسِهَا وَاقْتَرَنَتْ بِزَمَنٍ.
📑 *FI'IL*
FI'IL adalah kata yang menunjuki atas makna yang ada pada dirinya dan berkaitan dengan waktu.
(Jadi kalau isim tidak berkaitan dengan waktu, kalau fiil وَاقْتَرَنَتْ بِزَمَنٍ. )
مِثَالُهُ : قَامَ ، يَقُوْمُ ، قُمْ
Contoh-contohnya :
🍂 قَامَ : fiil madhi
🍂. يَقُوْمُ : fiil mudhoori'
🍂قُمْ : fiil amr
فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْ هَذِهِ الأَلْفَاظِ يَدُلُّ عَلَى مَعْنًى فِي نَفْسِهِ وَهُوَ الحَدَث،ُ وَ هُوَ مُقْتَرِنٌ بِزَمَنٍ،
Maka setiap satu dari lafadz-lafadz ini menunjuki atas makna pada dirinya dan itu berupa kejadian, dan ia berkaitan dengan waktu.
فَ(قَامَ) تَدُلُّ عَلَى حُدُوْثِ القِيَامِ فِيْ زَمَنٍ مَاضٍ(١)
Maka قَامَ menunjuki atas kejadian "berdiri" pada waktu yang telah berlalu.
وَ( يَقُوْمُ ) تَدُلُّ عَلَى حُدُوْثِ القِيَامِ فِيْ زَمَنٍ حَاضِرٍ (٢) أَوْ مُسْتَقْبَلٍ( ٣) ،
Dan (يَقُوْمُ) menunjuki atas kejadian "berdiri" pada waktu yang sedang terjadi atau akan datang.
وَ(قُمْ) تَدُلُّ عَلَى طَلَبِ القِيَامِ فِيْ زَمَنٍ مُسْتَقْبَلٍ
Dan (قُمْ) menunjuki atas makna atas permintaan "berdiri" pada zaman yang akan datang.
(Artinya kalau kita mengatakan قُمْ kan belum terjadi justru kita minta pada yg kita perintahkan agar ia mengerjakan setelah kita mengatakan ini)
فَكُلُّ كَلِمَةٍ دَلَّتْ عَلَى حَدَثٍ فِيْ زَمَنٍ فَهِيَ فِعْلٌ
Maka setiap kata yang menunjuki atas kejadian pada suatu masa maka dia adalah fiil.
_______________________
_Lihat Catatan Kaki_ :
(١)الزَّمَنُ المَاضِي : هُوَ مَا قَبْلَ زَمَنِ التَكَلُّمِ
(1) masa yang telah lalu adalah masa sebelum waktu berbicara.
(٢)الزَّمَنُ الحَاضِرُ : هُوَ زَمَنُ التَّكَلُّمِ
(2) waktu yang sedang berlangsung adalah waktu saat berbicara.
(٣)الزَّمَنُ المُسْتَقْبَلُ : هُوَ مَا بَعْدَ زَمَنِ التَكَلُّمِ
(3) masa yang akan datang : adalah waktu setelah berbicara.
____________________________________________________
📑 Halaman 15
فَالفِعْلُ يَنْقَسِمُ إِلَى ثَلاَ ثَةِ أَقْسَامٍ :
Maka fi'il itu terbagi menjadi tiga jenis :
1 📌 مَاضٍ : وَهُوَ مَا دَلَّ عَلَى حَدَثٍ وَقَعَ فِي الزَّمَانِ المَاضِي
Fi'il madhi adalah : fiil yang menunjukkan atas kejadian yang terjadi pada masa yang telah lewat.
مِثْلُ : كَتَبَ، سَافَرَ، صَلَّى.
Contoh : (كَتَبَ) telah menulis, (سَافَرَ) telah safar, (صَلَّى) telah shalat
2 📌 وَمُضَارِعٍ : وَهُوَ مَا يَدُلُّ عَلَى حَدَثٍ يَقَعُ فِي الزَّمَانِ الحَاضِرِ أَوْ المُسْتَقْبَلِ.
Fi'il mudhari' adalah : fiil yang menunjukkan atas kejadian yang terjadi pada zaman yang sedang terjadi atau akan datang.
مِثْلُ : يَكْتُبُ، يُسَافِرُ، يُصَلِّي.
Contoh : (يَكْتُبُ) sedang menulis, (يُسَافِرُ)sedang safar, (يُصَلِّي) sedang/akan shalat.
3 📌 وَأَمْرٍِ : وَهُوَ مَا يَدُلُّ عَلَى حَدَثٍ يُطْلَبُ حُصُوْلُهُ فِي الزَّمَانِ المُسْتَقْبَلِ
Fi'il amar yaitu : Fi'il yang menunjukkan atas kejadian yang diminta hasilnya pada zaman yang akan datang.
(Jadi kita tahu kalau memerintahkan seseorang maka maksudnya segera setelah kita memerintahkan itu harus dikerjakan)
مِثْلُ : اكْتُبْ , سَافِرْ ,صَلِّ
Contoh: (اكْتُبْ) Tulislah! - (سَافِرْ) berpergianlah! - (صَلِّ) sholatlah!.
📑 وَالحَرْفُ :
تَعْرِيْفُهُ : هُوَ كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِي غَيْرِهَا
📑 *HURUF*
Definisinya : kata yang menunjukkan atas makna pada selainnya.
مِثَالُهُ : لَمْ، وَ فِي، وَهَلْ
Contoh-contohnya: لَمْ tidak, فِي di dalam, dan هَلْ apakah
فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْ هَذِهِ الأَلْفَاظِ حَرْفٌ يَدُلُّ عَلَى مَعْنًى، وَهَذَا المَعْنَى يَظْهَرُ فِي غَيْرِه ِفَقَطْ ،
Maka setiap lafadz-lafadz ini (yakni لَمْ، وَ فِي، وَهَلْ ) adalah huruf yang menunjukkan atas suatu makna, dan makna ini tampak pada selainnya saja.
فَمَثَلًا :(لَمْ) مَعْنَاهَا النَّفْيُ، وَهَذَا النَّفْيُ لاَ يَظْهَرُ وَيَتَّضِحُ حَتَّى تَضُمَّهَا إِلَى غَيْرِهَا ،
Contohnya (lam) maknanya adalah penafian (pengingkaran), dan penafian ini tidak tampak dan jelas sampai ia digabungkan pada selainnya,
فَتَقُوْلُ : لَمْ يَقُمْ زَيْدٌ، فَكَلِمَةُ (لَمْ) دَلَّتْ عَلَى نَفْيِ قِياَمِ زَيْدٍ .
Maka kamu katakan : "Zaid tidak berdiri", maka kata (lam) menunjukkan atas penafian dari berdirinya si Zaid.
[ Maksudnya begini : kalau kita bicara Fi'il dan isim, kita katakan Dzahaba "dia pergi" orang paham maknanya adalah pergi.
Kemudian kita katakan Zaid , orang akan paham Zaidun adalah nama orang.
Ketika kita bicara tiba-tiba langsung bilang "Lam" maka orang tidak paham.
Supaya antum lebih memahaminya bisa misalkan kalau kita bertanya , "أَيْنَ زَيْدٌ" ("Dimana Zaid) kemudian kita menjawab "Dzahaba" saja misalkan, hanya menjawab "Dzahaba" apakah dipahami? Tentu dipahami. Dimana Zaid? Dia pergi.
Sekalipun kita hanya menjawab "Dzahaba" tapi orang paham bahwa yang pergi adalah Zaid.
Kemudian gambaran kedua: misalkan seseorang ditanya "مَا اسْمُكَ؟" jawab "زَيْدٌ". Ini hanya satu kata tapi bisa dipahami.
Tapi misalkan kita bertanya "أَيْنَ زَيْدٌ", kemudian kita jawab "Lam لَمْ" saja. Maka ini tidak bisa dipahami. Kecuali ditambah fiil atau isim yang ada setelahnya. Kalau huruf dia tidak bisa memberikan faidah kecuali setelahnya itu ada fiil atau isim sehingga menjadi jelas maksudnya.
Jadi ini yang dimaksud kenapa huruf itu dimasukkan sebagai كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِي غَيْرِهَا yaitu kata yang menunjukkan makna yang ada pada selainnya.
Artinya huruf itu tidaklah bermakna kecuali setelah diiringi oleh fiil atau isim yang sesuai dengan huruf tersebut. Thoyyib kita kembali ke kitab. ]
____________________________________________________
فَكُلُّ كَلِمَةٍ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِيْ غَيْرِهَا فَهِيَ
حَرْفٌ.
Maka setiap kata yang menunjukkan atas makna pada selainnya maka itu adalah huruf.
______________________
_Lihat Catatan Kaki _
📑 فَوَائِدُ وَ تَنْبِيْهَاتٌ
📑 Faedah-Faidah/Keterangan Penting:
📌 ١ - جَعَلَ المُصَنِّفُ الإِسْمَ وَالفِعْلَ وَالحَرْفَ أَقْسَامًا لِلْكَلَامِ، وَجَعَلَهَا غَيْرُهُ أَقْسَامًا لِلْكَلِمَةِ، وَكِلَا التَّقْسِيْمَيْنِ صَحِيْحٌ
1. Almushannif (Ibnu Ajurrum) menjadikan isim, fiil, dan huruf sebagai jenis-jenis dari kalimat. Dan yang selain AlMushonnif (ulama nahwu yang lain) mengatakan bahwasanya isim, fiil dan huruf bukan bagian dari kalimat tapi bagian dari kata.
[ Maksudnya isim, fiil dan huruf bukan jenis-jenis dari kalimat tapi jenis-jenis kata. Akan tetapi ini hanya sebatas teori penyebutan saja tidak terlalu masalah, makanya kata Syaikh Malik bin Salim disini وَكِلَا التَّقْسِيْمَيْنِ صَحِيْحٌ dan pembagian dua ini shohih.
Jadi tidak masalah, mau kita katakan bahwa isim ,fiil, itu أَقْسَامُ الكلام atau أَقْسَامُ الكَلمة dua-duanya boleh insya Allah. ]
فَمَنْ أَرَادَ بِالأَقْسَامِ الأَجْزَاءَ جَعَلَهَا أَقْسَامًا لِلْكَلَامِ؛ لِأَنَّهُ يَتَرَكَّبُ مِنْهَا وَيَتَأَلَّفُ
Maka siapa yang menginginkan pembagian dari sisi jus-jusnya /bagian-bagiannya, ia boleh menjadikannya sebagai pembagian kalimat, karena kalimat itu tersusun dari fiil ,isim dan huruf.
وَمَنْ أَرَادَ بِالأَقْسَامِ الأَنْوَاعَ جَعَلَهَا أقْسَامًا لِلْكَلِمَةِ ؛ فَالكَلِمَةُ جِنْسٌ يَشْمَلُ الإِسْمَ وَالفِعْلَ وَالحَرْفَ
Dan barangsiapa yang menghendaki bagian dari sisi macam-macamnya , ia menjadikannya macam-macam kata.
Maka kata itu adalah nama jenis yang meliputi isim , fiil, dan huruf.
يُنْظَرُ مُجِيْبُ النِّدَا ص (٣١) وَحَاشِيَةُ أَبِيْ النَّجَا عَلَى شَرْحِ
الأَزْهَرِي لِلآجُرُّوْمِيَّةِ ص (٢٥)
وَ مَجْمُوْعُ الفَتَوَى(١٠٨/١٢)
Silakan melihat di kitab Mujib an-Nida hlm 31, dan juga kitab Hasyiyah Abi an-Naja 'ala Syarh al-Azhariy li al-Ajurrumiyyah hlm 25, dan Majmu' al-Fatawa (Jilid 12/hal. 108)
📌 ٢ِ- اِحْتَرَزَ المُصَنِّفُ بِقَوْلِهِ : (حَرْفٌ جَاء َلِمَعْنًى) عَنْ حُرُوْفِ التَّهَجِّيْ ، فَلَيْسَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهَا كَلِمَةً ، لِعَدَمِ دَلَالَتِهِ عَلَى مَعْنًى
2. AlMushonnif mengecualikan dengan perkataannya :
Huruf yang memiliki arti dari huruf-huruf hijaiyyah.
[Jadi tidak semua huruf hijaiyyah itu yang dimaksud huruf disini, tetapi huruf yang memiliki makna.]
Maka tidak semua yang ada pada huruf hijaiyyah itu disebut sebagai kata karena tidak menunjukkan atas sebuah makna.
____________________________________________________
Thayyib, kesimpulan dari pelajaran kita pada kesempatan kali ini adalah :
- penyusun kalimat ada tiga yaitu : Isim, Fi'il dan Huruf.
Definisi Fi'il adalah :
كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِي نَفْسِهَا وَاقْتَرَنَتْ بِزَمَنٍ.
*Kata yang menunjuki atas makna yang ada pada dirinya dan berkaitan dengan waktu*.
Ini sisi perbedaan fi'il dibanding isim. Kalau Isim وَلَمْ تَقْتَرِنْ بِزَمَنٍ *tidak berkaitan dengan waktu*.
Adapun huruf berbeda dengan fi'il dan isim yang maknanya terkandung pada dirinya, kalau huruf كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِي غَيْرِهَا *kata yang menunjuki makna yang ada pada selainnya*.
Artinya kalau Fi'il dan isim susunan huruf-hurufnya itu mengandung makna langsung yang bisa kita pahami.
Adapun huruf itu tidak bisa kita pahami kecuali setelah digabung atau setelah diiringi oleh fiil ataupun isim.
Thayyib barangkali cukup untuk pelajaran kali ini semoga bermanfaat.
____________________SELESAI______________________
✒ Tim Transkrip BINAR
Dars 1 : Defenisi Kalam
Bismillah
*TRANSKRIP AUDIO MATERI BINAR*
*Dars 1 : Definisi Kalam*
Alhamdulillaah ini adalah pelajaran pertama dari kitab Al Mumti' dikarang oleh Syaikh Malik Salim Bin Mathor hafidzahullahu ta'ala, ini merupakan kitab penjelasan dari matan Al Ajurrumiyyah yg dikarang oleh AlAjjurom Ashonhajiy rahimahullah.
_______________________
Bismillahirrahmanirrahim
قَالَ المُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى: (الكَلَامُ: هُوَ اللَّفْظُ المُرَكَّبُ المُفِيْدُ بِالوَضْعِ.).
Berkata almushonnif (pengarang kitab Al Ajurrumiyyah) semoga Allah merahmatinya :
الكَلَامُ: هُوَ اللَّفْظُ المُرَكَّبُ المُفِيْدُ بِالوَضْعِ.).
Kalam adalah lafadz yang tersusun yg berfaidah dengan bahasa Arab .
الشَّرْحُ: PENJELASAN
بَدَأَ المُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللّهُ بِتَعْرِيْفِ الكَلَامِ، لِأَنَّ النَّحْوَ لِإِقَامَةِ الكَلَامِ.
Pengarang Al Ajjurumiyyah memulai kitabnya dengan menjelaskan dengan definisi kalimat karena bahwasanya nahwu itu yang mempelajari pembentukan kalimat.
فَقَالَ: الكَلَامُ: هُوَ اللَّفْظُ المُرَكَّبُ المُفِيْدُ بِالوَضْعِ.
Maka Ibnu Ajjurum berkata kalimat adalah :
√ اللَّفْظُ -> lafadz
√ المُرَكَّبُ -> yang tersusun
√ المُفِيْدُ -> yang berfaidah
√ بِالوَضْعِ -> dengan bahasa Arab
فَلَا بُدَّ أَنْ يَجْتَمِعَ فِيْ الكَلَامِ أَرْبَعَةُ أُمُوْرٍ.
Maka semestinya kalimat itu harus terhimpun padanya empat perkara.
۱- أَنْ يَكُوْنَ لَفْظًا: أَيْ صَوْتًا مُشْتَمِلًا عَلَى بَعْضِ الحُرُوْفِ الهِجَائِيَّةِ.
1. *Kalimat itu haruslah lafadz.*
Yang dimaksud dengan lafadz adalah :
*Suara yg tersusun dari sebagian huruf Hijaiyah.*
۲- أَنْ يَكُوْنَ مُرَكَّبًا: أَيْ مُؤَلَّفًا مِنْ كَلِمَتَيْنِ أَوْ أَكْثَرَ.
2. *Kalimat itu harus tersusun.*
Apa itu tersusun?
Yaitu : disusun dari dua kata atau lebih.
٣- أَنْ يَكُوْنَ مُفِيْدًا: أَيْ يَحْسُنُ سُكُوْتُ المُتَكَلِّمِ عَلَيْهِ.
3. *Ia harus berfaidah.*
Maksudnya : seorang yang berbicara bisa diam dengan sempurna.
٤- أَنْ يَكُوْنَ بِالوَضْعِ العَرَبِيِّ: أَيْ مِنْ كَلَامِ العَرَبِ.(١)
4. Perkara ke-empat,
bahwasanya: *Kalam itu harus dalam bahasa Arab*.
Maksudnya dari perkataan orang Arab.
________________________________________
*Lihat catatan kaki* :
يُنْظَرُ: حَاشِيَةُ الصَّبانِ (١/ ٣٠) ،والكَفْرَاوِي ص (١)
Silakan bisa dilihat lebih lanjut yang mengenai masalah definisi di kitab Hasyah Al Shobaani dan juga kitab Al Kafrowiy.
فَالعِلْمُ نَافِعٌ : كَلَامٌ عِنْدَ النُحَاةِ؛ لِأَنَّهُ : لَفْظٌ : مُشْتَمِلٌ عَلَى بَعْضِ الحُرُوْفِ الهِجَائِيَّةِ، وَهِيَ : الأَلِفُ، واللَّامُ، والعَيْنُ... وَمُرَكَّبٌ : لِتَرَكُّبِهِ مِنْ كَلِمَتَيْنِ، الأُوْلَى : العِلْمُ، وَالثَّانِيَةُ : نَافِعٌ. وَمُفِيْدٌ : لِأَنَّهُ أَفَادَ الإِخْبَارَ بِنَفْعِ العِلْمِ. وَبِالوَضْعِ العَرَبِيِّ : لِأَنَّهُ مِنْ كَلَامِ العَرَبِ.
نَحْوُ قَوْلِكَ: العِلْمُ نَافِعٌ،
Contohnya perkataanmu :
العِلْمُ نَافِعٌ
*Ilmu itu bermanfaat*
Ini adalah contoh kalimat yang pertama yang diajukan oleh Syaikh Malik Bin Salim.
فَالعِلْمُ نَافِعٌ : كَلَامٌ عِنْدَ النُحَاةِ؛
Maka kalimat العِلْمُ نَافِعٌ "Ilmu itu bermanfaaat" merupakan kalam menurut ulama nahwu.
لِأَنَّهُ : لَفْظٌ : مُشْتَمِلٌ عَلَى بَعْضِ الحُرُوْفِ الهِجَائِيَّةِ،
Karena yang pertama dia adalah lafadz, yang terhimpun/terdiri dari sebagian huruf hijaiyyah.
وَهِيَ : الأَلِفُ، واللَّامُ، والعَيْنُ...
Dan itu adalah Alif, lam, dan 'ain. Dan alif , 'ain, dan nun.
وَ مُرَكَّبًا: : لِتَرَكُّبِهِ مِنْ كَلِمَتَيْنِ،
Yang kedua , kenapa العِلْمُ نَافِعٌ، disebut Kalam karena dia murokkab (tersusun). Karena dia tersusun dari dua kata.
® الأُوْلَى : Kata pertama : العِلْمُ
® وَالثَّانِيَةُ : نَافِعٌ. Kata kedua : نَافِعٌ
ُوَ مُفِيْدُ :لِأَنَّهُ أَفَادَ الإِخْبَارَ بِنَفْعِ العِلْمِ.
Dan ketiga kalimat >> العِلْمُ نَافِعٌ mufiid, berfaidah. Kenapa? Karena dia memberikan faidah (kabar) dengan bermanfaatnya ilmu.
Jadi العِلْمُ نَافِعٌ ini menjelaskan keterangan/ kabar bahwa *ilmu itu bermanfaaat*.
وَبِالوَضْعِ العَرَبِيِّ : لِأَنَّهُ مِنْ كَلَامِ العَرَبِ.
Ke-empat, karena dia berbahasa Arab.
Karena العِلْمُ نَافِعٌ merupakan bahasa Arab.
_______________________________________
نَحْوُ قَوْلِهِ تَعَالَ (وَ كَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيْمًا) وَ قَوْلِهِ النَّبِيِّ : إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِ النِّيَّاتِ
نَحْوُ قَوْلِكَ : العِلْمُ نَافِعٌ وَ نَحْوُ قَوْلِهِ تَعَالَ (وَ كَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيْمًا) (٣)
Dan contoh yang lain firman Allah subhānahu wa Ta'āla :
(وَ كَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيْمًا)
("Dan Allah benar-benar berbicara kepada Musa")(3)
وَ قَوْلِ النَّبِيِّ : إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِ النِّيَّاتِ. (٤)
Dan perkataan Nabi shollallaahu alaihi wasallam. (4)
_______________________________________
*Lihat catatan kaki* :
٣) النِسَاءُ مِنَ الْأَيَةِ ( ١٦٤)
Bisa dicek Surat An Nisa ayat 164
(٤) أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ وَ اللَّفْظُ لَهُ، وَمُسْلِمٌ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ
Diriwayatkan oleh al Bukhari, dan lafadz tsb dari beliau, juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Umar bin Khathab semoga Allah meridhainya.
_______________________________________
فَكُلٌّ مِنْ هَذِهِ الجُمَلِ كَلَامٌ نَحْوِيٌّ لِتَوَفُّرِ الشُّرُوْطِ المُتَقَدِّمَةِ فِيْهَا : وَهِيَ (اللَفْظُ، والتَّرْكِيْبُ، وَالْإِفَادَةُ، وَالوَضْعُ العَرَبِيُّ)
Maka setiap dari kalimat - kalimat ini yakni :
(العِلْمُ نَافِعٌ )
(وَ كَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيْمًا)
(إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِ النِّيَّاتِ )
Merupakan kalaam menurut ilmu nahwu. Karena telah memenuhi syarat yang ada padanya. Yaitu :
📙 lafazh (ucapan),
📙 tersusun,
📙 berfaedah, dan
📙 berbahasa Arab
Kita lihat : فَوَائِدُ وَ تَنْبِيْهَاتٌ :
*Faedah2 dan Perhatian Khusus*
١- النَّحْوُ : هُوَ قَوَاعِدُ يُعْرَفُ بِهَا أَحْوَالُ أَوَاخِرِ الكَلِمِ إِعْرَابًا وَ بِنَاءً
1. An Nahwu adalah kaidah yang dengannya dikenal keadaan akhir suatu kata baik secara sisi i'rab dan secara mabniy.
Baik yang berubah akhirnya ataupun yang tidak berubah akhirnya.
٢- النَّحْوُ صَاحِبُهُ يُسَمَّى نَحْوِيًّا بِسُكُوْنِ الحَاءِ وَفَتْحِهَا مِنْ لَحْنِ العَوَّامِ
2. Orang yang ahli dalam ilmu nahwu disebut nahwiy, dengan mensukunkan huruf ح dan dengan membaca ح-nya fathah ini merupakan kesalahan orang-orang awam.
Jadi yang *benar* itu nahwiy, *bukan* nahawiy. Beliau menjelaskan kesalahan sebagian orang yang mengatakan ahli nahwu itu nahawiy, yang benar nahwiy.
٣- خَرَجَ بِقَوْلِ المُصَنِّفِ (اللَفْظُ) الإِشَارَةُ وَالكِتَابَةُ وَنَحْوُهُمَا، فَلَا تُسَمَّى كَلَامًا.
3. Keluar dari perkataan Al-Mushonnif (اللَفْظُ) petunjuk dan tulisan.
[ Secara teori memang tulisan di buku atau isyarat bukanlah kalam karena dia bukan lafadz , tetapi insya Allah yang kita pahami tentu yang namamya tulisan adalah bahasa lisan yang dituliskan sehingga apa yang tertulis di kitab pun termasuk Kalam.]
خَرَجَ بِقَوْلِ المُصَنِّفِ (اللَفْظُ) الإِشَارَةُ وَالكِتَابَةُ وَنَحْوُهُمَا،فَلَا تُسَمَّى كَلَامًا.
Maka keluar dari perkataan pengarang (اللَفْظُ) lafadz yaitu isyarah. Al isyaroh itu petunjuk seperti rambu-rambu lalu lintas. وَالكِتَابَةُ وَنَحْوُهُمَا , dan tulisan dan keduanya. Maka tidaklah dinamai kalimat.
وَخَرَجَ بِقَوْلِهِ (المُرَكَّبُ): المُفْرَدُ نَحْوَ: زَيْد.ٌ
Dan keluar dari maksud perkataan pengarang (المُرَكَّبُ) tersusun; almufrodu (sesuatu yang tunggal/tidak tersusun), misalnya Zaid.
"وَخَرَجَ بِقَوْلِهِ (المُفِيْدُ) المُرَكَّبُ غَيْرُ المُفِيْدِ نَحْوَ: عَبْدُاللهِ وَإِنْ قَامَ زَيْدٌ.
Telah keluar dari perkataan AlMushonnif , (المُفِيْدُ) berfaidah : yang tersusun namun tidak memberi faedah, misanya Abdullah.
[ Kita lihat Abdullah tersusun dari dua , abdun dan lafdzul jalaalah Allah, tapi ini bukanlah kalimat karena tidak memberikan faidah ]
وَإِنْ قَامَ زَيْدٌ.
Begitupun contoh " َإِنْ قَامَ زَيْدٌ" ( jika Zaid telah berdiri) maka ini bukanlah Kalam. Karena tidak memberikan faidah.
[ Artinya kalau kita mengatakan إِنْ قَامَ زَيْد"jika Zaid berdiri" pasti orang akan bertanya , kenapa jika Zaid berdiri? Kalau diteruskan baru dipahami maknanya. Makanya ini disebut المُرَكَّبُ غَيْرُ المُفِيْدِ "tersusun tapi tidak berfaidah". ]
وَخَرَجَ بِقَوْلِهِ (بِالْوَضْعِ) كَلَامُ غَيْرِ العَرَبِ كَالْعَجَمِ وَنَحْوِهِمْ.
Dan keluar dari perkataan AlMushonnif, (بِالْوَضْعِ) "dengan bahasa Arab" perkataan yang bukan bahasa Arab seperti Ajami (istilah yang digunakan oleh orang Arab untuk orang-orang non Arab, sederhananya Ajam adalah non Arab) dan yang semisal dengan mereka.
Thayib barangkali untuk audio yang pertama cukup sampai disini insya Allah akan dijelaskan di audio selanjutnya. Semoga bermanfaat.
_____________________ SELESAI ________________________
✒ Tim Transkrip BINAR
*TRANSKRIP AUDIO MATERI BINAR*
*Dars 1 : Definisi Kalam*
Alhamdulillaah ini adalah pelajaran pertama dari kitab Al Mumti' dikarang oleh Syaikh Malik Salim Bin Mathor hafidzahullahu ta'ala, ini merupakan kitab penjelasan dari matan Al Ajurrumiyyah yg dikarang oleh AlAjjurom Ashonhajiy rahimahullah.
_______________________
Bismillahirrahmanirrahim
قَالَ المُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى: (الكَلَامُ: هُوَ اللَّفْظُ المُرَكَّبُ المُفِيْدُ بِالوَضْعِ.).
Berkata almushonnif (pengarang kitab Al Ajurrumiyyah) semoga Allah merahmatinya :
الكَلَامُ: هُوَ اللَّفْظُ المُرَكَّبُ المُفِيْدُ بِالوَضْعِ.).
Kalam adalah lafadz yang tersusun yg berfaidah dengan bahasa Arab .
الشَّرْحُ: PENJELASAN
بَدَأَ المُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللّهُ بِتَعْرِيْفِ الكَلَامِ، لِأَنَّ النَّحْوَ لِإِقَامَةِ الكَلَامِ.
Pengarang Al Ajjurumiyyah memulai kitabnya dengan menjelaskan dengan definisi kalimat karena bahwasanya nahwu itu yang mempelajari pembentukan kalimat.
فَقَالَ: الكَلَامُ: هُوَ اللَّفْظُ المُرَكَّبُ المُفِيْدُ بِالوَضْعِ.
Maka Ibnu Ajjurum berkata kalimat adalah :
√ اللَّفْظُ -> lafadz
√ المُرَكَّبُ -> yang tersusun
√ المُفِيْدُ -> yang berfaidah
√ بِالوَضْعِ -> dengan bahasa Arab
فَلَا بُدَّ أَنْ يَجْتَمِعَ فِيْ الكَلَامِ أَرْبَعَةُ أُمُوْرٍ.
Maka semestinya kalimat itu harus terhimpun padanya empat perkara.
۱- أَنْ يَكُوْنَ لَفْظًا: أَيْ صَوْتًا مُشْتَمِلًا عَلَى بَعْضِ الحُرُوْفِ الهِجَائِيَّةِ.
1. *Kalimat itu haruslah lafadz.*
Yang dimaksud dengan lafadz adalah :
*Suara yg tersusun dari sebagian huruf Hijaiyah.*
۲- أَنْ يَكُوْنَ مُرَكَّبًا: أَيْ مُؤَلَّفًا مِنْ كَلِمَتَيْنِ أَوْ أَكْثَرَ.
2. *Kalimat itu harus tersusun.*
Apa itu tersusun?
Yaitu : disusun dari dua kata atau lebih.
٣- أَنْ يَكُوْنَ مُفِيْدًا: أَيْ يَحْسُنُ سُكُوْتُ المُتَكَلِّمِ عَلَيْهِ.
3. *Ia harus berfaidah.*
Maksudnya : seorang yang berbicara bisa diam dengan sempurna.
٤- أَنْ يَكُوْنَ بِالوَضْعِ العَرَبِيِّ: أَيْ مِنْ كَلَامِ العَرَبِ.(١)
4. Perkara ke-empat,
bahwasanya: *Kalam itu harus dalam bahasa Arab*.
Maksudnya dari perkataan orang Arab.
________________________________________
*Lihat catatan kaki* :
يُنْظَرُ: حَاشِيَةُ الصَّبانِ (١/ ٣٠) ،والكَفْرَاوِي ص (١)
Silakan bisa dilihat lebih lanjut yang mengenai masalah definisi di kitab Hasyah Al Shobaani dan juga kitab Al Kafrowiy.
فَالعِلْمُ نَافِعٌ : كَلَامٌ عِنْدَ النُحَاةِ؛ لِأَنَّهُ : لَفْظٌ : مُشْتَمِلٌ عَلَى بَعْضِ الحُرُوْفِ الهِجَائِيَّةِ، وَهِيَ : الأَلِفُ، واللَّامُ، والعَيْنُ... وَمُرَكَّبٌ : لِتَرَكُّبِهِ مِنْ كَلِمَتَيْنِ، الأُوْلَى : العِلْمُ، وَالثَّانِيَةُ : نَافِعٌ. وَمُفِيْدٌ : لِأَنَّهُ أَفَادَ الإِخْبَارَ بِنَفْعِ العِلْمِ. وَبِالوَضْعِ العَرَبِيِّ : لِأَنَّهُ مِنْ كَلَامِ العَرَبِ.
نَحْوُ قَوْلِكَ: العِلْمُ نَافِعٌ،
Contohnya perkataanmu :
العِلْمُ نَافِعٌ
*Ilmu itu bermanfaat*
Ini adalah contoh kalimat yang pertama yang diajukan oleh Syaikh Malik Bin Salim.
فَالعِلْمُ نَافِعٌ : كَلَامٌ عِنْدَ النُحَاةِ؛
Maka kalimat العِلْمُ نَافِعٌ "Ilmu itu bermanfaaat" merupakan kalam menurut ulama nahwu.
لِأَنَّهُ : لَفْظٌ : مُشْتَمِلٌ عَلَى بَعْضِ الحُرُوْفِ الهِجَائِيَّةِ،
Karena yang pertama dia adalah lafadz, yang terhimpun/terdiri dari sebagian huruf hijaiyyah.
وَهِيَ : الأَلِفُ، واللَّامُ، والعَيْنُ...
Dan itu adalah Alif, lam, dan 'ain. Dan alif , 'ain, dan nun.
وَ مُرَكَّبًا: : لِتَرَكُّبِهِ مِنْ كَلِمَتَيْنِ،
Yang kedua , kenapa العِلْمُ نَافِعٌ، disebut Kalam karena dia murokkab (tersusun). Karena dia tersusun dari dua kata.
® الأُوْلَى : Kata pertama : العِلْمُ
® وَالثَّانِيَةُ : نَافِعٌ. Kata kedua : نَافِعٌ
ُوَ مُفِيْدُ :لِأَنَّهُ أَفَادَ الإِخْبَارَ بِنَفْعِ العِلْمِ.
Dan ketiga kalimat >> العِلْمُ نَافِعٌ mufiid, berfaidah. Kenapa? Karena dia memberikan faidah (kabar) dengan bermanfaatnya ilmu.
Jadi العِلْمُ نَافِعٌ ini menjelaskan keterangan/ kabar bahwa *ilmu itu bermanfaaat*.
وَبِالوَضْعِ العَرَبِيِّ : لِأَنَّهُ مِنْ كَلَامِ العَرَبِ.
Ke-empat, karena dia berbahasa Arab.
Karena العِلْمُ نَافِعٌ merupakan bahasa Arab.
_______________________________________
نَحْوُ قَوْلِهِ تَعَالَ (وَ كَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيْمًا) وَ قَوْلِهِ النَّبِيِّ : إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِ النِّيَّاتِ
نَحْوُ قَوْلِكَ : العِلْمُ نَافِعٌ وَ نَحْوُ قَوْلِهِ تَعَالَ (وَ كَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيْمًا) (٣)
Dan contoh yang lain firman Allah subhānahu wa Ta'āla :
(وَ كَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيْمًا)
("Dan Allah benar-benar berbicara kepada Musa")(3)
وَ قَوْلِ النَّبِيِّ : إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِ النِّيَّاتِ. (٤)
Dan perkataan Nabi shollallaahu alaihi wasallam. (4)
_______________________________________
*Lihat catatan kaki* :
٣) النِسَاءُ مِنَ الْأَيَةِ ( ١٦٤)
Bisa dicek Surat An Nisa ayat 164
(٤) أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ وَ اللَّفْظُ لَهُ، وَمُسْلِمٌ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ
Diriwayatkan oleh al Bukhari, dan lafadz tsb dari beliau, juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Umar bin Khathab semoga Allah meridhainya.
_______________________________________
فَكُلٌّ مِنْ هَذِهِ الجُمَلِ كَلَامٌ نَحْوِيٌّ لِتَوَفُّرِ الشُّرُوْطِ المُتَقَدِّمَةِ فِيْهَا : وَهِيَ (اللَفْظُ، والتَّرْكِيْبُ، وَالْإِفَادَةُ، وَالوَضْعُ العَرَبِيُّ)
Maka setiap dari kalimat - kalimat ini yakni :
(العِلْمُ نَافِعٌ )
(وَ كَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيْمًا)
(إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِ النِّيَّاتِ )
Merupakan kalaam menurut ilmu nahwu. Karena telah memenuhi syarat yang ada padanya. Yaitu :
📙 lafazh (ucapan),
📙 tersusun,
📙 berfaedah, dan
📙 berbahasa Arab
Kita lihat : فَوَائِدُ وَ تَنْبِيْهَاتٌ :
*Faedah2 dan Perhatian Khusus*
١- النَّحْوُ : هُوَ قَوَاعِدُ يُعْرَفُ بِهَا أَحْوَالُ أَوَاخِرِ الكَلِمِ إِعْرَابًا وَ بِنَاءً
1. An Nahwu adalah kaidah yang dengannya dikenal keadaan akhir suatu kata baik secara sisi i'rab dan secara mabniy.
Baik yang berubah akhirnya ataupun yang tidak berubah akhirnya.
٢- النَّحْوُ صَاحِبُهُ يُسَمَّى نَحْوِيًّا بِسُكُوْنِ الحَاءِ وَفَتْحِهَا مِنْ لَحْنِ العَوَّامِ
2. Orang yang ahli dalam ilmu nahwu disebut nahwiy, dengan mensukunkan huruf ح dan dengan membaca ح-nya fathah ini merupakan kesalahan orang-orang awam.
Jadi yang *benar* itu nahwiy, *bukan* nahawiy. Beliau menjelaskan kesalahan sebagian orang yang mengatakan ahli nahwu itu nahawiy, yang benar nahwiy.
٣- خَرَجَ بِقَوْلِ المُصَنِّفِ (اللَفْظُ) الإِشَارَةُ وَالكِتَابَةُ وَنَحْوُهُمَا، فَلَا تُسَمَّى كَلَامًا.
3. Keluar dari perkataan Al-Mushonnif (اللَفْظُ) petunjuk dan tulisan.
[ Secara teori memang tulisan di buku atau isyarat bukanlah kalam karena dia bukan lafadz , tetapi insya Allah yang kita pahami tentu yang namamya tulisan adalah bahasa lisan yang dituliskan sehingga apa yang tertulis di kitab pun termasuk Kalam.]
خَرَجَ بِقَوْلِ المُصَنِّفِ (اللَفْظُ) الإِشَارَةُ وَالكِتَابَةُ وَنَحْوُهُمَا،فَلَا تُسَمَّى كَلَامًا.
Maka keluar dari perkataan pengarang (اللَفْظُ) lafadz yaitu isyarah. Al isyaroh itu petunjuk seperti rambu-rambu lalu lintas. وَالكِتَابَةُ وَنَحْوُهُمَا , dan tulisan dan keduanya. Maka tidaklah dinamai kalimat.
وَخَرَجَ بِقَوْلِهِ (المُرَكَّبُ): المُفْرَدُ نَحْوَ: زَيْد.ٌ
Dan keluar dari maksud perkataan pengarang (المُرَكَّبُ) tersusun; almufrodu (sesuatu yang tunggal/tidak tersusun), misalnya Zaid.
"وَخَرَجَ بِقَوْلِهِ (المُفِيْدُ) المُرَكَّبُ غَيْرُ المُفِيْدِ نَحْوَ: عَبْدُاللهِ وَإِنْ قَامَ زَيْدٌ.
Telah keluar dari perkataan AlMushonnif , (المُفِيْدُ) berfaidah : yang tersusun namun tidak memberi faedah, misanya Abdullah.
[ Kita lihat Abdullah tersusun dari dua , abdun dan lafdzul jalaalah Allah, tapi ini bukanlah kalimat karena tidak memberikan faidah ]
وَإِنْ قَامَ زَيْدٌ.
Begitupun contoh " َإِنْ قَامَ زَيْدٌ" ( jika Zaid telah berdiri) maka ini bukanlah Kalam. Karena tidak memberikan faidah.
[ Artinya kalau kita mengatakan إِنْ قَامَ زَيْد"jika Zaid berdiri" pasti orang akan bertanya , kenapa jika Zaid berdiri? Kalau diteruskan baru dipahami maknanya. Makanya ini disebut المُرَكَّبُ غَيْرُ المُفِيْدِ "tersusun tapi tidak berfaidah". ]
وَخَرَجَ بِقَوْلِهِ (بِالْوَضْعِ) كَلَامُ غَيْرِ العَرَبِ كَالْعَجَمِ وَنَحْوِهِمْ.
Dan keluar dari perkataan AlMushonnif, (بِالْوَضْعِ) "dengan bahasa Arab" perkataan yang bukan bahasa Arab seperti Ajami (istilah yang digunakan oleh orang Arab untuk orang-orang non Arab, sederhananya Ajam adalah non Arab) dan yang semisal dengan mereka.
Thayib barangkali untuk audio yang pertama cukup sampai disini insya Allah akan dijelaskan di audio selanjutnya. Semoga bermanfaat.
_____________________ SELESAI ________________________
✒ Tim Transkrip BINAR
Langganan:
Postingan (Atom)