•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•
📝 Transkrip Materi BINAR Pekan 15
🎧 Pengisi Materi :: Ustadz Abu Razin
📚 Dars 33 :: Bab Mubtada dan Khabar : Mubtada
⌛ Durasi audio :: 21.55 menit
•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله و صحبه ومن والاه, أما بعد.
Alhamdulillah kita melanjutkan pembahasan dari Kitab Al Mumti’ Fii Syahril Ajurrumiyyah, dan Alhamdulillah kita sudah sampai ke pembahasan tentang بَابُ الْمُبْتَدَإِ وَالْخَبَرِ , bab tentang mubtada dan khabar
قَالَ الْمُصَنِّفُ رحمه الله تعالى
Berkata pengarang kitab Al-Ajurumiyyah, yaitu Ibnu Ajurum Ashshonhaji, رحمه الله تعالى.
بَابُ الْمُبْتَدَإِ وَالْخَبَرِ:
*Bab tentang mubtada dan khabar*
🍥 الْمُبْتَدَأُ: هُوَ الْإِسْمُ الْمَرْفُوْعُ الْعَارِيْ عَنِ الْعَوَامِلِ اللَّفْظِيَّةِ،
🍥 Mubtada adalah isim yang dirofa’kan, yang terbebas dari amil-amil lafadz, dari faktor-faktor yang bersifat lafadz.
🍥 وَالْخَبَرُ: هُوَالْإِسْمُ الْمَرْفُوْعُ الْمُسْنَدُ اِلَيْهِ،
🍥 Sedangkan khabar, adalah isim yang dirofa’kan, yang disandarkan kepada mubtada.
Ini definisi sederhana dari khabar.
نَحْوُ قَوْلِكَ:
Contohnya perkataanmu:
زَيْدٌ قَائِمٌ،
●● Zaid berdiri
وَالزَّيدَانِ قَائِمَانِ،
●● 2 orang Zaid berdiri
وَالزَّيْدُوْنَ قَائِمُوْنَ.
●● Dan banyak Zaid berdiri
🍃الشَّرْحُ:
■ *Penjelasan:*
بَعْدَ أَنْ فَرَغَ المُصَنِّفُ مِنْ ذِكْرِ الْفَاعِلِ وَنَائِبِ الْفَاعِلِ، شَرَعَ فِيْ ذِكْرِ الْمُبْتَدَإِ وَالْخَبَرِ، وَجَمَعَهُمَا فِيْ بَابِ وَاحِدٍ؛
Setelah Mushannif selesai menyebutkan tentang fail dan naibul fail, Mushannif, yakni Ashshonhaji, mulai menyebutkan tentang mubtada dan khabar, dan mengumpulkan pembahasan keduanya di bab yang sama.
Karena ini masih dalam satu kesatuan tentang marfu'atil asma’, kedudukan kata dalam kalimat yang wajib marfu’.
Sudah kita bahas kemarin yang pertama fail,
kemudian setelah itu naibul fail,
sekarang kita bahas yang ketiga dan keempat,
yaitu mubtada dan khabar.
Dan keduanya disatukan dalam satu bab. Kenapa?
لِأَنَّ الْخَبَرَ لَازِمٌ لِلْمُبْتَدَإِ غَالِبًا،
Karena khabar itu senantiasa membersamai mubtada.
Jadi ibarat kata tidak mungkin ada mubtada, kalau tidak ada khabar, dan sebaliknya.
وَيُشَكِّلُ مَعَهُ جُمْلَةً اِسْمِيَّةً،
Dan khabar bersama mubtada ini membentuk sebuah kalimat yang disebut dengan jumlah ismiyyah.
يُسَمَّى الرُّكْنُ الْأَوَّلُ مِنْهَا: مُبْتَدَأً؛ لِأَنَّ الْجُمْلَتَ تَبْتَدِئُ بِهِ.
Dinamakan rukun jumlah ismiyyah yang pertama adalah mubtada, karena kalimat dimulai dengan mubtada.
وَيُسَمَّى الرُّكْنُ الثَّانِيْ مِنْهَا:خَبَرًا؛
Dan dinamakan rukun yang kedua dari jumlah ismiyyah adalah khabar.
Kenapa disebut sebagai khabar?
لِأَنَّهُ يُخْبَرُ بِهِ عَنِ الْمُبْتَدَإِ.
Karena khabar itu mengabarkan tentang si mubtada.
Jadi jumlah ismiyyah memiliki dua rukun::
1⭐ Rukun yang pertama disebut sebagai mubtada,
2⭐ Rukun yang kedua disebut sebagai khabar.
⭐ Kenapa dinamakan mubtada?
»» Ya, sesuai dengan namanya, mubtada itu artinya yang didepan/yang diawal.
⭐ Sedangkan khabar, sesuai dengan namanya, khabar itu artinya kabar, penjelasan, dimana khabar itu menjelaskan keadaan atau kondisi si mubtada
وَالْمُبْتَدَأُ تَعْرِيْفُهُ: هُوَ الْإِسْمُ الْمَرْفُوْعُ الْعَارِيْ عَنِ الْعَوَامِلِ اللَّفْظِيَّةِ
Dan mubtada itu definisinya adalah ::
»»● isim yang dirofa’kan yang terbebas dari amil-amil lafadz.
☆☆ Apa maksud dari terbebas dari amil-amil lafadz?
»»● Maksudnya mubtada itu di depan, dan dia tidak diawali dengan faktor apapun.
Karena nanti ada misalkan إنّ, yang merusak mubtada, begitupun dengan كان, ظنّ, dan sebagainya.
Makanya disini dikatakan, mubtada adalah ::
●●» isim yang dirofa’kan yang terbebas dari amil-amil lafadz.
»»● Disebut dengan amil lafadz, yaitu amil yang merubah keadaan mubtada.
وَالْخَبَرُ تَعْرِيْفُهُ: هُوَالْمُسْنَدُ الَّذِيْ تَتِمُّ بِهِ مَعَ الْمُبْتَدَإِ فَائِدَةِ.
Dan khabar, definisinya adalah: sesuatu yang disandarkan
الَّذِيْ تَتِمُّ بِهِ مَعَ الْمُبْتَدَإِ فَائِدَةِ.
Yang mubtada itu bersama khabar menjadi sempurna faidahnya.
Artinya dengan adanya khabar, maka akan memberikan faidah atau pemahaman kepada yang mendengarkan.
Contohnya kalau kita hanya mengatakan زَيْدٌ saja, tanpa dilanjutkan. Pasti orang akan bertanya, kenapa si Zaid?
Kita mengatakan زَيْدٌ, lalu kita diam.
Pasti orang akan bertanya, kenapa si Zaid?
Kalau kita lanjutkan
زَيْدٌ ذَكِيٌّ
"Zaid itu cerdas"
Maka ,
ذَكِيٌّ
Merupakan kabar/penjelasan/keterangan tentang kondisi si Zaid, bahwa si Zaid itu adalah pintar.
Jadi, khabar bersama mubtada, akan membentuk sebuah kalimat sempurna, yaitu yang dapat dipahami oleh orang yang mendengarkannya.
وَمِثاَلُهُماَ:
Dan contoh keduanya:
Yakni contoh dari mubtada dan khabar.
قَوْلُ النَّبِيِّ صَلَّ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ: "الصَّلَاةُ نُوْرٌ".
Adalah sabda Nabi Shallallahu’alayhi wa Sallam,
●●» الصَّلَاةُ نُوْرٌ «●●
Yakni hadits riwayat Muslim, dari Al Harits Al Asy’ariy, radhiallahu’anhu
“Shalat adalah cahaya”
Disini…
ف(الصَّلَاةُ) : مُبْتَدَأٌ؛
Maka dalam kalimat
الصَّلَاةُ نُوْرٌ
الصَّلَاةُ merupakan mubtada
لِأَنَّهُ اِسْمٌ مَرْفُوْعٌ خاَلٍ عَنِ الْعَوَامِلِ اللَّفْظِيَّةِ.
Karena dia adalah isim yang dirofa’kan yang kosong,
خاَلٍ
Itu artinya kosong, atau bebas
عَنِ الْعَوَامِلِ اللَّفْظِيَّةِ.
Dari amil-amil lafadz
Yang terbebas dari amil-amil lafadz.
---------------------------------------------
📑👣
Kita lihat disini ada catatan kaki:
اُحْتُرِزَ بِهِ مِنَ الْمَقْرُوْنِ بِعَامِلٍ لَفْظِيٍّ كاَلْفِعْلِ، نَحْوُ: قَامَتِ الصَّلَاةُ، فَلَا يُقَالُ فِيْ الصَّلَاةِ مُبْتَدَأٌ بَلْ يُقَالُ فاَعِلٌ.
اُحْتُرِزَ
Itu artinya dikecualikan dengannya, yakni yang dimaksud dengan
خاَلٍ عَنِ الْعَوَامِلِ اللَّفْظِيَّةِ.
Kosong dari amil lafadz, dikecualikan darinya
الْمَقْرُوْنِ
Yang dikaitkan dengan amil lafadz, seperti fiil.
Contohnya
قَامَتِ الصَّلَاةُ
"Shalat hampir tegak"
فَلَا يُقَالُ فِيْ الصَّلَاةِ مُبْتَدَأٌ بَلْ يُقَالُ فاَعِلٌ.
Maka tidak dikatakan
الصَّلَاةُ
Dalam kalimat
قَامَتِ الصَّلَاةُ
Sebagai mubtada, bahkan dia adalah fail.
Jadi ini yang dimaksud dengan, mubtada itu :
خاَلٍ عَنِ الْعَوَامِلِ اللَّفْظِيَّةِ.
Terbebas dari amil lafadz
Kalimat ● الصَّلَاةُ نُوْرٌ ●
Sebelum kata
الصَّلَاةُ
Tidak ada apapun yang mendahuluinya, sehingga memang dia adalah mubtada.
Tapi kalau الصَّلَاةُ didepannya ada fiil seperti ●ْقَامَت●
Maka الصَّلَاةُ bukan mubtada lagi namanya, karena dia tidak terbebas dari amil lafadz,
karena disitu ● قَامَتْ ●
Dimana ● قَامَتْ ●
Adalah fiil, dan fiil butuh kepada fail
Jadi ini yang dimaksud dengan
خاَلٍ عَنِ الْعَوَامِلِ اللَّفْظِيَّةِ.
Thayyib…
---------------------------------------------------------
وَ(نُوْرٌ): خَبَرٌ؛ لِأَنَّهُ مُسْنَدٌ إِلَى الْمُبْتَدَإِ، وَتَمَّتْ بِهِ الْفَائِدَةُ.
Dan نُوْرٌ dalam kalimat الصَّلَاةُ نُوْرٌ adalah khabar
karena dia disandarkan kepada mubtada
وَتَمَّتْ بِهِ الْفَائِدَةُ.
Dan dengan adanya khabar ini sempurnalah faidahnya.
Artinya menjadi kalimat yang dapat dipahami maknanya.
Karena kalau kita hanya mengatakan
الصَّلَاةُ saja
tanpa diteruskan
maka tidak jelas maksudnya apa.
Tapi ketika kita lanjutkan
الصَّلَاةُ نُوْرٌ
Maka menjadi jelas, bahwa shalat itu adalah cahaya.
وَحُكْمُ الْمُبْتَدَإِ وَالْخَبَرِ: الرَّفْعُ باِلضَّمَّةِ أَوْ ماَناَبَ عَنْهَا.
Dan hukum, yakni I’rab, mubtada dan khabar,
الرَّفْعُ باِلضَّمَّةِ
Marfu’ dengan dhammah
أَوْ ماَناَبَ عَنْهَا.
Atau yang menggntikan dhammah.
Karena kita sudah pernah belajar di bab sebelumnya, di bab ma’rifati alamatil I’rab, mengenal tanda-tanda irab, bahwa rofa’ itu memang untuk al alamah al asliyyah, tanda aslinya adalah dhammah.
Tapi selain dhammah, rofa’ ini punya, al 'alamah al far’iyyah, tanda² yang sifatnya cabang yaitu wawu, alif, dan juga tsubutun nun.
Ini sudah berlalu pembahasannya di bab ma’rifati alamatil I’rab
لِأَنَّ الرَّفْعَ إِمَّا أَنْ يَكُوْنَ باِلضَّمَّةِ نَحْوُ قَوْلِكَ: زَيدٌ قاَئِمٌ
Karena rofa’ itu ada kalanya dengan dhammah.
Dan ini hukum asalnya.
Contohnya perkataanmu
زَيدٌ قاَئِمٌ
---------------------------------------------
📑👣
Kita lihat catatan kakinya:
زَيْدٌ : مُبْتَدَأٌ مَرْفُوْعٌ، وَعَلَامَةُ رَفْعِهِ الضَّمَّةُ،
Begitu pula قاَئِمٌ , sama:
قاَئِمٌ : خَبَرٌ مَرْفُوْعٌ وَعَلَامَةُ رَفْعِهِ الضَّمَّةُ.
---------------------------------------------
وَ إِمَّا أَنْ يَكُوْنَ الرَّفْعُ باِلْأَلِفِ نَحْوُ قَوْلِكَ: الزَّيْدَانِ قَائِماَنِ.
Dan adakalanya rofa’ itu dengan alif, bukan dhammah.
Contohnya perkataanmu:
الزَّيْدَانِ قَائِماَنِ.
2 orang Zaid berdiri
Dimana i’rabnya dicatatan kaki:
● الزَّيْدَانِ : مُبْتَدَأٌ مَرْفُوْعٌ، وَعَلَامَةُ رَفْعِهِ الْأَلِفُ، لِأَنَّهُ مُثَنَّى.
● قاَئِماَنِ: خَبَرٌ مَرْفُوْعٌ وَعَلَامَةُ رَفْعِهِ الْأَلِفُ؛ لِأَنَّهُ مُثَنَّى.
---------------------------------------------
وَ إِمَّا أَنْ يَكُوْنَ باِلْوَاوِ نَحْوُ قَوْلِكَ: الزَّيْدُوْنَ قاَئِمُوْنَ.
Dan adakalanya rofa’ itu dengan wawu.
Contohnya perkataanmu ::
الزَّيْدُوْنَ قاَئِمُوْنَ.
Yaitu pada jamak mudzakkar salim
I’rabnya kita lihat di catatan kaki:
الزَّيْدُوْنَ: مُبْتَدَأٌ مَرْفُوْعٌ وَعَلَامَةُ رَفْعِهِ الْوَاوُ؛ لِأَنَّهُ جَمْعُ مُذَكَّرٍ ساَلِمٌ.
قاَئِمُوْنَ: خَبَرٌ مَرْفُوْعٌ وَعَلَامَةُ رَفْعِهِ الْوَاوُ
Ini Insya Allah mudah…
------------------------------------------------
Kemudian, selanjutnya kita akan membahas:
🍥 أَقْسَامُ المُبْتَدَإِ:
🍥 *Macam-macam mubtada’*
قَالَ المُصَنِّفُ:
Berkata Mushannif:
وَالمُبْتَدَأُ قِسْمَانِ:
Mubtada itu ada 2 kelompok,
ظَاهِرٌ وَ مُضْمَرٌ،
☆ Mubtada yang dzahir
☆ mubtada yang dhamir
فَالظَّاهِرُ مَا تَقَدَّمَ ذِكْرُهُ،
Maka mubtada yang dhahir, sebagaimana yang telah disebutkan, telah terdahulu peyebutannya.
yaitu penyebutan contohnya.
Karena di awal bab tentang mubtada khabar, pengarang kitab ini, yaitu Ibnu Ajurum Ashshonhaji, memberi contoh:
زَيدٌ قاَئِمٌ
الزَّيْدَانِ قَائِماَنِ
الزَّيْدُوْنَ قاَئِمُوْنَ
Maka
¤ زَيدٌ
¤ الزَّيْدَانِ
¤ الزَّيْدُوْنَ
Ini adalah contoh dari mubtada yang dhahir.
وَأَمَّا الْمُضْمَرُ فَالْوَاقِعُ مِنْهُ مُبْتَدَأً اثْنَا عَشَرَ ضَمِيْرًا، كُلُّهَا ضَمَائِرُ مُنْفَصِلَةٌ
Adapun dhamir, maka ia bisa menempati sebagai mubtada, yaitu pada 12 dhamir.
كُلُّهَا ضَمَائِرُ مُنْفَصِلَةٌ
Semuanya adalah dhamir-dhamir munfashilah, yang berpisah.
Kita sudah pernah membahas, bahwa dhamir itu ada yang muttashil, ada yang munfashil, ada yang bersambung, ada yang berpisah.
Nah, dhamir yang berpisah itu, yang kita hafal waktu belajar sharaf, dari dhamir huwa sampai nahnu.
هُوَ، هُمَا، هُمْ هِيَ، هُمَا، هُنَّ
Ini adalah dhamir yang berpisah, dhamir munfashil.
Kalau dhamir muttashil, itu dhamir yang nyambung.
Seperti pada fiil madhi:
ضربتُ، ضربنَا، ضربتِ
itu semua dhamir yang nyambung.
وَهِيَ:
Dan ke-12 dhamir itu adalah:
(أَنَا، وَنَحْنُ)
أَنَا: لِلْمُتَكَلِّمِ الوَاحِدِ،
Ini untuk orang yang berbicara sendirian.
وَنَحْنُ: لِلْمُتَكَلِّمِ المُنَعَدِّدِ،
Untuk org yang berbicara yang banyak.
◎ Kalau أَنَا untuk sendirian
◎ Kalau نَحْنُ untuk 2 keatas
أَوِ الْوَاحِدِ المُعَظِّمِ نَفْسَهُ.
Atau sendiri tapi dalam bentuk pengagungan dirinya
Seperti dalam ayat, yang ini telah dibahas, Alhamdulillah dipembahasan yang lalu.
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang telah menurunkan Al Quran”
Ini tidak menunjukkan bahwasannya Allah ada banyak. _Waliyyadzubillah_
Tapi menunjukkan bahwa ini bentuk ta’dhim.
Sebagaimana para Khatib, ketika berkhutbah, mengucapkan “kami menghimbau kepada para jama’ah untuk, dan seterusnya”
Maka kami menghimbau disini, bukan berarti khatib banyak, tapi ini salah satu bentuk ta’dzim.
تَقُوْلُ: أَنَا قَائِمٌ، وَنَحْنُ قَائِمُوْنَ.
Engkau katakan
أَنَا قَائِمٌ
"Saya berdiri"
وَنَحْنُ قَائِمُوْنَ
Dan "kami berdiri"
Alhamdulillah, kita sudah bahas di Program BINA. Bahwasanya untuk mubtada dan khabar ini kaidahnya adalah Madu, Manis, Dari, Malang.
Saya sebutkan untuk muraja’ah, dimana:
☘ Madu :: MArfu’ keDUanya
☘ Manis :: saMA jeNisnya
Artinya kalau mubtadanya mudzakkar, khabarnya mudzakkar. Kalau mubtadanya muannats, khabarnya muannats.
☘ Dari :: mubtaDA harus Ma’Rifat
☘ Malang :: saMa biLANGannya.
Kalau mubtadanya mufrad, khabarnya mufrad, kl mutsnanna-mutsanna, kalau jamak, juga jamak
Dan ini contoh:
●● أَنَا قَائِمٌ
وَنَحْنُ قَائِمُوْنَ
Ini telah memenuhi kadiah Madu Manis Dari Malang.
Thayyib..
------------------------------------------------
Kemudian selanjutnya,
(أنْتَ، وَأنْتِ)
لِلْمُخَاطَبِ المُفْرَدِ;
Dhamir أنْتَ dan أنْتِ ini untuk yang diajak berbicara tunggal.
أنْتَ:»» لِلْمُذَكَّرِ، وَأنْتِ: لِلْمُؤَنَثَةِ.
Dhamir أنْتَ untuk mudzakkar, dan أنْتِ untuk wanita.
تَقُوْلُ: أَنْتَ قَائِمٌ، وَأنْتِ قَائِمَةٌ.
Insya Allah ini mudah ya..
------------------------------------------------
أنْتُمَا »» لِلْمُخَاطَبَيْنِ مُذَكَّرَيْنِ كَانَا أَوْ مُؤَنَثَتَيْنِ.
Dhamir أنْتُمَا ini untuk yang diajak bicara 2 orang, baik dua-duanya laki-laki, atau dua-duanya wanita, atau satu laki-laki dan satu wanita
–ini tambahan dari saya yang terakhir-
تَقُوْلُ: أَنْتُمَا قَائِمَانِ، وَأنْتُمَا قَائِمَتَانِ.
------------------------------------------------
( أَنْتُمْ ، وَ أَنْتُنَّ)»» لِلْمُخَاطَبِ الْجَمْعِ،
Dhamir أَنْتُمْ dan أَنْتُنَّ ini untuk yang diajak bicara jamak, banyak.
أَنْتُم : لِلْمُذَكَّرِ، وَ أَنْتُنَّ لِلْمُؤَنَّثِ .
Dhamir أَنْتُمْ untuk mudzakkar dan أَنْتُنَّ untuk muannats
تَقُوْلُ : أنْتُمْ قَائِمُوْنَ ، وَ أنْتُنَّ قَائِمَاتٌ.
------------------------------------------------
(هُوَ، وَ هِيَ)»» لِلْغَائِبِ الْمُفْرَدِ،
Dhamir هُوَ dan هِيَ untuk kata ganti orang ketiga tunggal
هُوَ »»لِلْمُذَكَّرِ، وَ هِيَ:»» لِلْمُؤَنَّثِ
تَقُلُ : هُوَ قَائِمٌ، وَ هِيَ قَائِمَةٌ.
Ini insya Allah mudah ya..
------------------------------------------------
هُمَا »» لِلْغَائِبَيْنِ مُذَكَّرَيْنِ كَنَا أَوْ مُؤَنَّثَتَيْنِ.
Dhamir هُمَا ini untuk kata ganti orang ketiga ganda, baik dua-duanya mudzakkar, atau dua-duanya muannats, atau satu mudzakkar dan satu muannats.
تَقُوْلُ: هُمَا قَائِمَانِ، وَهُمَا قَائِمَتَانِ.
------------------------------------------------
(هُمْ ، وَ هُنَّ) »» لِلْغَائِبِ الْجَمْعِ،
Dhamir هُمْ dan هُنَّ ini untuk kata ganti orang ketiga jamak
هُمْ : »» لِلْمُذَكَّرِ، وَهُنَّ لِلْمُؤَنَّثِ.
تَقُوْلُ : هُمْ قَائِمُوْنَ ، وَ هُنَّ قَائِمَاتٌ.
Ini insya Allah mudah, untuk mubtada yang dhamir. Pokoknya seluruh dhamir, dari huwa sampai nahnu, semuanya bisa dipakai sebagai mubtada.
Karena dhamir itu termasuk isim yang ma’rifat, sehingga boleh dipakai sebagai mubtada.
------------------------------------------------
فَالْمُبْتَدَأُ فِيْ هَذِهِ الأمْثِلَةِ مُضْمَرٌ، وَلا يَكُوْنُ إلَّا مُنْفَصِلًا، وَهُوَ مَبْنِيٌّ لآ يَدْخُلُ فِيْهِ إِعْرَابٌ ،
Maka mubtada’ pada contoh-contoh ini, semuanya adalah dhamir.
Dan tidaklah ia kecuali munfashil.
–ya maksudnya, dhamirnya itu harus dhamir yang munfashil-
وَهُوَ مَبْنِيٌّ
Dan dia, yaitu dhamir yang 12 ini, adalah mabniy.
لآ يَدْخُلُ فِيْهِ إِعْرَابٌ
Tidaklah bisa masuk padanya I’rab atau perubahan
وَ إنَّمَا يُبْنَى عَلَى مَا سُمِعَ عَلَيْهِ،
Dan sesungguhnya dhamir-dhamir ini dimabniykan atas apa yang didengar darinya.
Misalkan :: هُوَ
Yang kita dengarkan kan akhirnya fathah, kita katakan:
مَبْنِيٌّ عَلَى الفَتحِ
أنْتَ – fathah
أنْتِ – kasrah
هُمَا – sukun
هُمْ – sukun
هُنَّ – fathah
Dan seterusnya.
وَيُقَالُ فِي إِعْرَابِهِ : فِيْ مَحَلِّ رَفْعٍ مُبْتَدَأٌ.
Dan dikatakan ketika mengi’rabnya:
فِيْ مَحَلِّ رَفْعٍ مُبْتَدَأٌ.
Jadi cara i'robnya misalkan :: هُوَ قَائِمٌ
●● هُوَ »» ضَميرُ رَفْعٍ مُنْفَصِلٌ مَبْنِيٌّ عَلَى الفَتْحِ فِيْ مَحَلِّ رَفْعٍ مُبْتَدَأٌ
Begitupun dhomir yang lain cara mengirobnya seperti ini.
فَتَقُوْلُ فِي إِعْرَابِ نَحوُ: (أَنَا قَائِمٌ): أَنَا: ضَمِيْرٌ مُنْفَصِلٌ مَبْنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِيْ مَحَلِّ رَفْعٍ مُبْتَدَأٌ.
Maka engkau ketika engkau mengi’rab contoh :
●● أَنَا قَائِمٌ
أَنَا: ضَمِيْرٌ مُنْفَصِلٌ مَبْنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِيْ مَحَلِّ رَفْعٍ مُبْتَدَأٌ.
Disini ada tanbih ya:
ذَكَرَ ابْنُ هِشَامِ أَنَّ الضَّمِيْرَ فِيْ قَوْلِكَ : أنْتَ ، وَ أَنْتِ ، وَ أَنْتُمَا ، وَ أَنْتُمْ، وَ أَنْتُنَّ . هُوَ : أنْ، وَ الْتَاءُ حَرْفُ خِطَابٍ، وَنَسَبَ هَذَا الْقَوْلُ إلَىالْجُمْهُوْرِ.
يُنْظَرُ : الْمُغْنِيٌّ ص ( ٤۱) . وَالضَمِيْرُ فِيْ هُمَا، وَ هُمْ،وَ هُنَّ الْهَاءُ فَقَطْ.
Ini salah satu pendapat:
Ibnu Hisyam, mengatakan bahwa, dhamir yang ada dalam dhamir أنْتَ ، أَنْتِ ، أَنْتُمَا ، أَنْتُمْ، أَنْتُنَّ, adalah أنْ saja.
Jadi أنْتَ ، أَنْتِ ، أَنْتُمَا ، أَنْتُمْ، أَنْتُنَّ , yang dhamir itu أنْ saja. Adapun تَ ،تِ ،تُمَا ،تُمْ، تُنَّ , merupakan huruf khithab.
●●Huruf khitab itu adalah huruf yang disesuaikan dengan yang diajak bicara.
Kenapa kalau kata ganti untuk orang kedua tunggal, تَ?
>> Karena khitab untuk orang kedua tunggal laki-laki adalah تَ ,kalau wanita, تِ , kalau dua, تُمَا, kalau banyak, تُمْ , kalau wanita تُنَّ .
وَنَسَبَ هَذَا الْقَوْلُ إلَى الْجُمْهُوْرِ. يَنْظُرُ : الْمُغْنَيٌّ ص ( ٤۱) .
Dan Ibnu Hisyam, menisbatkan perkataannya yang ini, kepada pendapat jumhur. Ini bisa dilihat dalam Kitab Al Mughni, halaman 41.
وَالضَمِيْرُ فِيْ هُمَا، وَ هُمْ،وَ هُنَّ الْهَاءُ فَقَطْ
Adapun dhamir pada هُمَا، هُمْ، هُنَّ, adalah ha’nya saja
Karena memang salah satu cara ngi’rab dhamir, هُمَا، هُمْ، هُنَّ, misalkan هُمْ itu yang menjadi dhamir ha-nya saja, adapun mim-nya
عَلَامَةُ الجَمعِ الذُّكُورِ
Tanda jamak mudzakkar.
Adapun هُنَّ
Dhamirnya ha-nya saja. Adapun nun-nya
عَلَامَةُ الجَمعِ الإنَاثِ
Tapi ini untuk yang sudah paham betul cara meng’irab.
Kita boleh saja mengi’rab secara keseluruhan, kita katakan:
هُمْ: مَبْنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ
Tapi boleh juga kita pisah
●Ha-nya dhamir
●Lalu kita katakan
وَالمِيمُ عَلَامَةُ الجَمعِ
Dan memang yang lebih ahsan, yang lebih afdhal, cara yang kedua ya, yaitu cara yang mendetailkan.
هُمَا
Kita pisahkan antara ha dan maa
Tapi untuk dhamir أنْتَ ، أَنْتِ ، أَنْتُمَا ، أَنْتُمْ، أَنْتُنَّ , yang lebih afdhal adalah tidak dipisahkan.
أنْتَ
Yg di’irab, أنْتَ tidak dipisahkan antara أنْ dan تَ
Thayyib..
Ini yang saya dapati dari guru-guru saya.
Kita cukupkan sampai disini, karena sudah cukup panjang. Insya Allah untuk macam² khabar kita akan bahas di audio yang selanjutnya.
Semoga bermanfaat.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•
Tidak ada komentar:
Posting Komentar