Senin, 06 Maret 2017

Dars 36: Inna & saudaranya

•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•

📝 Transkrip Materi BINAR Pekan 17
🎧 Pengisi Materi :: Ustadz Abu Razin
📚 Dars 36 :: Bab An Nawaasikh
      °°Inna dan Saudaranya°°
⌛  Durasi audio : 24.49  menit

•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله  وعلى اله و صحبه  ومن والاه, أما بعد.

Alhamdulillah kita lanjutkan pelajaran kita dari Kitab Al Mumti’ Fii Syahril Ajurrumiyyah, dan kita sudah sampai ke pembahasan إِنَّ وَأَخَوَاتُهَا, halaman 109.


ثَانِيًا: إِنَّ وَأَخَوَاتُهَا:

🖍 *Kedua: Inna dan saudara-saudaranya*

Sebelumnya kita sudah membahas amil nawasikh yang pertama yaitu kaana dan saudaranya, dimana kaana dan saudaranya ini:
تَرْفَعُ الاسْمَ، وَ تَنْصِبُ الخَبَرَ
_Merofa’kan isim, dan menashabkan khabar_

Sekarang kita belajar:
إِنَّ وَأَخَوَاتُهَا

Dimana inna dan saudaranya ini, kebalikan dari kaana, kalau kaana:
تَرْفَعُ الاسْمَ، وَ تَنْصِبُ الخَبَرَ
Kalau inna:
تَنْصِبُ الاسْمَ وَتَرْفَعُ الْخَبَرَ
_Menashabkan isim dan merofa’kkan khabar_

Contohnya kalau kaana
كَانَ اللهُ غَفُوْرًا
Kalau inna, dibalik
إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ


قَالَ المُصَنِّفُ:
Berkata Mushonif رحمه الله تعالى, yakni Ibnu Ajurum Ashshonhaji
:

 وَأَمَّا إِنَّ وَأَخَوَاتُهَا: فَإِنَّهَا تَنْصِبُ الاسْمَ وَتَرْفَعُ الْخَبَرَ،
Adapun _inna dan saudaranya, maka dia itu menashabkan isim dan merofa’kan khabar_

 وَهِيَ: إِنَّ، وَأَنَّ، وَلَكِنَّ، وَكَأَنَّ، وَلَيْتَ، وَلَعَلَّ،
Dan inna dan saudara-saudaranya itu adalah:
إِنَّ، dan
أَنَّ،
» Inna dan anna artinya sama-sama sesungguhnya

لَكِنَّ،
 Artinya: akan tetapi

كَأَنَّ،
 perumpamaan (seperti, atau bagaikan)

لَيْتَ،
Semoga, atau seandainya

لَعَلَّ،
Artinya »» "Semoga"

 تَقُولُ: إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ،
Kamu katakan:
إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ
Perhatikan, kalau kaana
 كَانَ زَيْدٌ قَائِمًا
Tapi kalau إِنَّ, dia
تَنْصِبُ الاسْمَ وَتَرْفَعُ الْخَبَرَ

إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ

Isimnya Zaid disini manshub:
إِنَّ زَيْدًا

Kemudian khabarnya, marfu’
قَائِمٌ

وَلَيْتَ عَمْرًا شَاخِصٌ،
"Dan seandainya Amr itu hadir"

 وَمَا أَشْبَهَ ذَلِكَ،
Dan apa-apa yang menyerupai demikian.


🔸وَمَعْنَى إِنَّ وَأَنَّ لِلتَّوْكِيدِ،
Dan _maknanya إِنَّ dan أَنَّ itu untuk taukid, untuk menekankan makna_ , karena artinya sesungguhnya.

Kalau kita mengatakan
زَيْدٌ قَائِمٌ
Ini khabar biasa, kabar tentang berdirinya si Zaid, dan maknanya biasa. Tapi kalau kita tambahkan إِنَّ di depannya
إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ
Ini penekanan.

Penekanan bahwa si Zaid betul-betul, sesungguhnya si Zaid berdiri.

Jadi إِنَّ dan أَنَّ ini berfungsi sebagai taukid, penekanan makna.
Maknanya lebih kuat di banding kalau kita tidak menggunakan إِنَّ.


🔹 وَلَكِنَّ لِلِاسْتِدْرَاكِ،
Dan لَكِنَّ untuk mempertentangkan, *akan tetapi*. Yaitu mempertentangkan kalimat pertama dengan kalimat kedua.

🔸وَكَأَنَّ لِلتَّشْبِيهِ،
Dan َكَأَنَّ itu *untuk penyerupaan, tasybih, bagaikan, seperti*

🔹 وَلَيْتَ لِلتَّمَنِّي،
Dan لَيْتَ untuk tamanniy, tamanniy itu *pengandaian*.

Tamanniy ini merupakan harapan yang sulit untuk digapai, yang tidak mungkin atau sulit untuk digapai.

🔸 وَ لَعَلَّ لِلتَّرَجِّي وَالتَّوَقُّعِ
Dan لَعَلَّ *untuk harapan baik, dan ketakutan akan kejadian buruk*.
● التَّرَجِّي
itu artinya harapan baik, seperti kita mengatakan:
لَعَلَّكَ بِخَيرٍ
Semoga kamu baik-baik saja.

Kalau
● التَّوَقُّعِ
Ini ketakutan akan terjadi sesuatu hal yang buruk menimpa seseorang.

Misalnya kita katakan:
لَعَلَّ زَيدًا مَرِيضٌ
Tentu ini artinya bukan, semoga si Zaid sakit.
Tapi maknanya, jangan-jangan si Zaid sakit.
Ini yang di maksud dengan :
التَّوَقُّعِ


الشَرْحُ:
Penjelasan:

عَرَفْتَ فِيْمَا سَبَقَ كَانَ وَ أَخَوَاتِهَا.
Kamu telah mengenal penjelasan sebelumnya, tentang kaana dan saudaranya.

وَ فِي هَذَا الدَّرْسِ تَتَعَرَّفُ عَلَى النَّوْعِ الثَّانِي مِنَ النَّوَاسِخِ،
Dan pada pelajaran ini, kamu akan mengenal jenis kedua dari amil nawasikh,

 وَ هُوَ :إِنَّ وَأَخَوَاتُهَا:
Dan dia itu adalah inna dan saudaranya

 وَهِيَ سِتَّةُ أَحْرُفٍ :
Kalau كَانَ dan saudaranya itu semuanya adalah fiil. Tapi kalau إِنَّ dan saudaranya semuanya adalah huruf. Jadi إِنَّ, أَنَّ, dan saudaranya, semuanya ada enam huruf.
Jadi:

 إِنَّ، وَأَنَّ، وَلَكِنَّ، وَكَأَنَّ، وَلَيْتَ، وَ لَعَلَّ
Jadi ini semuanya adalah huruf.
Adapun كَانَ dan saudaranya semuanya adalah fiil

عَمَلُهَا:
Amalnya itu, pengaruhnya
 تَنْصِبُ الِاسْمَ وَ تَرْفَعُ الخَبَرَ
Jadi إِنَّ dan saudaranya ini dia menashabkan isim dan merofa’kan khabar, menashabkan mubtada dan merofa’kan khabar

مِثَالُهَا: إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ.
Contohnya:
إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ
Asalnya
زَيْدٌ قَائِمٌ
Mubtada-khabar ya..
Ketika ada إِنَّ di depannya, mubtada nya menjadi manshub:
إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ


إِعْرَابُهُ:
I’rabnya:
 إِنَّ: حَرْفٌ نَاسِخٌ يَنْصِبُ الاسْمَ وَ يَرْفَعُ الخَبَرَ
Inna adalah huruf nawasikh, huruf penghapus, menashabkan isim dan merafa’kan khabar.

زَيْدًا: اِسْمُ إِنَّ مَنْصُوْبٌ وَ عَلَامَةُ نَصْبِهِ الفَتْحَةُ الظّاهِرَةُ عَلَى آخِرِهِ.
Zaidan adalah isim inna yang dinashabkan, dan tanda nashabnya adalah fathah yang dhahir pada akhirnya.

قَائِمٌ: خَبَرُ إِنَّ مَرْفُوْعٌ وَ عَلَامَةُ رَفْعِهِ الضَمَّةُ الظَاهِرَةُ عَلَى آخِرِهِ.
Qaaimun, sebagai khabarnya inna, marfu, dirafa’kan, dan tanda rafa’nya adalah dhammah yang dhahir pada akhirnya.

وَأَمَّا مَعَانِيْهَا :
Adapun makna-maknanya:
 ف(إِنَّ، وَأَنَّ): مَعْنَاهُمَا: التَّوْكِيْدُ.
Maka inna dan anna, makna keduanya adalah taukid, penekanan makna.

 تَقُوْلُ: زَيْدٌ قَائِمٌ،
Misalnya kamu katakan:
زَيْدٌ قَائِمٌ
Zaid berdiri
Ini kalimat biasa
 ثُمَّ تَدْخُلُ (إِنَّ) لِتَوْكِيْدِ الْخَبَرِ وَتَقْرِيْرِهِ
Kemudian kamu masukkan إِنَّ untuk menguatkan khabar, menguatkan keterangan dan menetapkannya
فَتَقُوْلُ: إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ
Maka kamu katakan:
إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ
"Sesungguhnya si Zaid berdiri"

Dengan kita menambahkan إِنَّ disini, maka ini menguatkan kabar tentang berdirinya si Zaid.
Ini bisa dilihat di Syarah Qatrun Nada halaman 205.


 وَنَحْوُ قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿إِنَّ اللهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ﴾،
Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut.
Ini dalam Surat Al Hajj ayat 63.

~ Dengan adanya إِنَّ disini, ini menguatkan keterangan bahwasannya Allah itu Maha Lembut.
~ Asalnya:
اللهُ لَطِيفٌ
Ketika ada inna, menjadi:
إِنَّ اللهَ لَطِيفٌ

 وَ قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿اعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ﴾
Surat Al Maidah ayat 98.

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
اعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Ketahuilah, sesungguhnya Allah itu siksaannya sangat pedih.
Asalnya:
اللهُ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Ketika ada anna di sini, dia menjadi manshub
أَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan bedanya إِنَّ dan أَنَّ, - إِنَّ dan أَنَّ ini sama-sama huruf taukid-, bedanya kalau أَنَّ tidak mungkin di awal kalimat. Tidak mungkin kalau kalimat baru, ujug-ujug (tiba-tiba) kita bilang
أَنَّ زَيْدًا قَائِمٌ
Ini tidak mungkin.
Yang boleh di awal, hanya إِنَّ saja.
Adapun أَنَّ, dia biasanya di tengah, terusan dari kata sebelumnya. Misalkan dalam ayat ini:
اعْلَمُوْا
Ketahuilah, ketahui apa? أَنَّ, tidak mungkin tiba-tiba di depan
أَنَّ زَيْدًا قَائِمٌ

Jadi membedakan إِنَّ dan أَنَّ, penggunaannya adalah kalau إِنَّ bisa di awal kalimat, tapi kalau أَنَّ tidak bisa.

 ■ وَ (لَكِنَّ):
Dan kemudian  لَكِنَّ

 مَعْنَاهَا الاسْتِدْرَاكَ
Maknanya adalah istidrak

 وَ هُوَ رَفْعُ مَا يُتَوَهَّمُ مِنْ كَلاَمٍ سَابِقٍ،
Istidrak  artinya mengangkat apa yang dituduhkan dari apa yang dianggap dari, perkataan sebelumnya.
Jadi mempertentangkan kalimat pertama dengan fakta kalimat kedua.

 نَحْوُ: زَيْدٌ غَنِيٌّ لَكِنَّهُ بَخِيْلٌ٬
Kita lihat disini.
Pernyataan  pertama:
زَيْدٌ غَنِيٌّ
"Zaid itu kaya"

Kemudian dipertentangkan dengan
لَكِنَّهُ بَخِيْلٌ
"Akan tetapi dia pelit"

Sifat yang harusnya melekat pada orang yang kaya adalah dia dermawan, مُحسِنٌ

Tetapi kalau ternyata orangnya kaya tapi pelit, maka untuk mempertentangkan dua keadaan ini, menggunakan لَكِنَّ.

زَيْدٌ غَنِيٌّ لَكِنَّهُ بَخِيْلٌ
"Zaid itu kaya, akan tetapi pelit"

 فَإِنَّ وَصْفَ زَيْدٍ بِالغِنَى يُوْهِمُ أَنَّهُ كَرِيْمٌ٬
Maka sesungguhnya mensifati Zaid dengan kekayaan, pasti membuat orang menyangka/mengira, bahwasanya dia itu mulia.

 فَأُزِيْلَ هَذَا الوَاهْمُ بِقَوْلِنَا: لَكِنَّهُ بَخِيْلٌ (۱).
Maka dihilangkan, -dari kata أَزَالَ – يُزِيْلُ - إِزَالَةً artinya menghilangkan – persangkaan ini dengan perkataan kita
لَكِنَّهُ بَخِيْلٌ
Akan tetapi dia pelit.

Bisa dilihat di kitab Al Qawa’id Al Asaasiyah halaman 159, dan juga dalam kitab Mujibun Nada halaman 235.

■ و (كَأَنَّ):
Kemudian َكَأَنَّ
 مَعْنَاهَا التَشْبِيْهُ
Maknanya adalah tasybih, penyerupaan
مِثْلُ: كَأَنَّ زَيْدًا أَسَدٌ٬
Artinya Zaid itu bagaikan singa.
Mungkin karena keberaniannya, maka kita menyerupakan sifat keberanian si Zaid dengan singa.
كَأَنَّ زَيْدًا أَسَدٌ
"Seakan-akan atau Zaid itu bagaikan singa."

 وَ قَوْلِهِ تَعَالَى: ٍ﴿كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ﴾
"Seakan-akan dia itu adalah bintang."
Ini dalam surat An-Nuur ayat 35

■ وَ (لَيْتَ): مَعْنَاهَا التَمَنِّي: وَهُوَ طَلَبُ المُسْتَحِيْلِ ـغَالِبًاـ أَوِ المُمْكِنُ الحُصُوْلِ
Dan لَيْتَ maknanya adalah at-tamanniy. Apa itu tamanniy? Tamanniy pengandaian

Disini diberi penjelasan
وَهُوَ طَلَبُ المُسْتَحِيْلِ ـغَالِبًاـ
Tamanniy itu adalah meminta sesuatu yang mustahil
ـغَالِبًاـ
biasanya
أَوِ المُمْكِنُ الحُصُوْلِ
Atau bisa juga/mungkin juga terjadinya

  فَالمُسْتَحِيْلُ نَحْوُ: لَيْتَ الشَبَابَ عَائِدٌ٬
Kalimat ini artinya: seandainya masa muda kembali.
Misalnya ada orang tua lagi menghayal ya, lagi tamanniy, lagi berandai-andai, umurnya sudah 60 tahun, lalu dia berkata:
لَيْتَ الشَبَابَ عَائِدٌ
"Seandainya masa muda itu kembali."

Tentu ini sesuatu yang mustahil, tidak mungkin orang tua itu bisa kembali menjadi muda usianya, kalau semangatnya mungkin bisa, tapi kalau usianya tidak mungkin.

 وَالمُمْكِنُ الحُصُوْلِ نَحْوُ: لَيْتَ مُحَمَّدًا حَاضِرٌ.
Dan yang mungkin hasilnya:
لَيْتَ مُحَمَّدًا حَاضِرٌ
☆ Jadi لَيْتَ ini boleh dipakai untuk menyatakan:
1. sesuatu yang tidak mungkin atau mustahil terjadi, seperti orang sedang berandai-andai, atau
2. Boleh juga untuk sesuatu yang mungkin terjadi.

Contohnya:
لَيْتَ مُحَمَّدًا حَاضِرٌ

Misalkan kita mengundang semua teman-teman kita, tapi si Muhammad tidak datang. Maka kita mengatakan:
لَيْتَ مُحَمَّدًا حَاضِرٌ
"Seandainya si Muhammad itu hadir"

Maka لَيْتَ di sini pengandaian yang mungkin terjadi. Adapun
لَيْتَ الشَبَابَ عَائِدٌ
Ini namanya:
طَلَبُ المُسْتَحِيْلِ
meminta sesuatu yang mustahil


■ وَ (لَعَلَّ): مَعْنَاهَا: التَّرَجِّي وَالتَّوَقُّعِ ٬
Dan لَعَلَّ, maknanya adalah
التَّرَجِّي وَالتَّوَقُّعِ
Apa itu
التَّرَجِّي ?
فَالتَرْجِي فِي المَحْبُوْبِ٬
Maka yang dimaksud dengan attarajiy adalah pada sesuatu yang disukai.
Jadi لَعَلَّ ini harapan, atau do’a. Kalau tarajiy harapannya untuk sesuatu yang disukai.
نَحْوُ, لَعَلَّ اللهَ يَرْحَمُنَا٬
Semoga Allah merahmati kita.
Ini tarajiy, harapan baik. Kita mengharapkan agar kita dirahmati oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala.
وَالتَّوَقُّعُ فِي المَكْرُوْهِ٬
Dan tawaqqu’ ini, kalau kita terjemahkan kecemasan.
فِي المَكْرُوْهِ
Pada sesuatu yang kita benci.
 نَحْوُ: لَعَلَّ العَدُوَّ قَادِمٌ.
tentu mengartikannya tidak, “semoga musuh itu datang”
Tetapi, “jangan-jangan musuh itu datang”.
Jadi لَعَلَّ ini merupakan kecemasan. Seperti ketika ada teman kita yang tidak masuk sekolah, kemudian kita bertanya-tanya, mana si Zaid? Mana si Zaid? Kita katakan:
لَعَلَّ زَيدًا مَرِيضٌ
Tentu ini artinya bukan, “semoga si Zaid sakit”, tapi “jangan-jangan si Zaid sakit”

Jadi لَعَلَّ ini bisa
لِلتَّرَجِّي
Harapan baik, bisa
التَّوَقُّعِ
Kecemasan.

----------------------------------------------


Kemudian… selanjutnya kita lihat disini ada
فَوَائِدُ وَ تَنْبِيْهَاتٌ:


🍂 ١- مِنَ الْفُرُوْقِ  بَيْنَ  (إِنَّ) الْمَكْسُوْرَةِ  وَالْمَفْتُوْحَةِ الْهَمْزَةُ،  أَنَّ (أَنَّ) الْمَفْتُوْحَةَ الْهَمْزَةُ لاَ تَأْتِي فِيْ صَدْرِ الْكَلاَمِ،
Diantara perbedaan diantara إِنَّ yang dikasrahkan hamzahnya dan أَنَّ yang difathahkan hamzahnya, bahwasannya أَنَّ yang difathahkan hamzahnya
لاَ تَأْتِي فِيْ صَدْرِ الْكَلاَمِ،
Tidak mungkin datang di awal kalimat.

فَلاَ بُدَّ أَنْ يَسْبِقَهَا كَلاَمٌ كَقَوْلِكَ ( بَلَغَنِيْ أَوْ أَعْجَبَنِيْ)  وَ نَحْوُ ذَلِكَ.
Maka sudah semestinya, ia didahului oleh kalimat. Seperti perkataanmu:
بَلَغَنِيْ أَوْ أَعْجَبَنِيْ
Misalnya kalimatnya:
بَلَغَنِيْ أَنَّ زَيدًا عَلِيْمٌ
Atau
أَعْجَبَنِيْ أَنَّ زَيدًا مَاهِرٌ

Jadi أَنَّ, yang hamzahnya fathah, ini tidak mungkin ada di awal kalimat. Tidak mungkin kita bikin kalimat tiba-tiba langsung:
أَنَّ زَيدًا مَاهِرٌ

Tidak mungkin.
Kalau kita ingin membuat kalimat di depan, pasti pakainya إِنَّ.
Kapan إِنَّ digunakan?
Anna selalu digunakan setelah adanya, biasanya pakai fi’il ya, seperti:
بَلَغَنِيْ
Telah sampai kepadaku, atau:
أَعْجَبَنِيْ
Membuatku takjub, atau
عَلِمْتُ أَنَّ
Jadi biasa diawali oleh fi’il sebelumnya.
يُنْظَرُ : شَرْحُ قَطْرُ النَّدَا
Halaman 205



Faidah yang kedua

🍂 ٢-( لَكِنَّ ) لاَ بُدَّ أَنْ يَسْبِقَهَا كَلاَمُ
Begitupun dengan لَكِنَّ, tidak boleh tidak, dia pasti di dahului oleh kalam.
Lakinna ini juga sama seperti أَنَّ, dia harus didahului oleh kalam.

وَإِذَا لَمْ تَكُنْ مُشَدَّدَةً النُّوْنِ يَجِيْبُ إِهْمَالُهَا
Dan apabila nunnya tidak bertasydid, maka wajib
إِهْمَالُهَا
Mengabaikannya.
Artinya kalau nunnya tidak bertasydid, nanti kan jadinya
لَكِنْ

Lakin لَكِنْ
dan
lakinna لَكِنَّ
ini sama-sama untuk istidrak.

Bedanya, kalau
لَكِنَّ
 ini temannya إِنَّ, dia beramal seperti إِنَّ.
Tapi kalau لَكِنْ
lakin dia bukan termasuk amil nawasikh.

Makanya disini dikatakan:
فَلاَ تَعْمَلْ  وَيَبْقَى مَعْنَهَا
Maka
لَكِنْ
Itu tidak beramal seperti إِنَّ.
وَيَبْقَى مَعْنَهَا
Akan tetapi maknanya tetap.

Artinya
لَكِنْ
 itu maknanya sama seperti لَكِنَّ, istidrak, yaitu mempertentangkan kalimat pertama dengan kalimat kedua.

Bedanya kalau
لَكِنَّ
 itu termasuk amil nawasikh, tapi kalau
لَكِنْ
 bukan amil nawasikh.

وَيَبْقَى مَعْنَهَا وَهُوَ الْإْسْتِدْرَاكَ
Dan maknanya tetap, dan dia itu adalah istidrak
Jadi baik لَكِنَّ dan لَكِنْ sama-sama istidrak.

نَحوُ قَوْلِهِ تَعَالَى﴿وَمَا ظَلَمْنٰهُمْ وَلٰكِنْ كَانُوْ أَنْفُسَهُمْ  يَظْلِمُوْنَ﴾
"Dan tidaklah Kami mendhalimi mereka, akan tetapi diri mereka sendirilah yang berbuat dhalim."

وَقَوْلِهِ تَعَالَى:  ﴿ لٰكِنِ الرّٰسِخُوْنَ فِيْ الْعِلْمِ﴾.
Akan tetapi orang-orang yang roosikh (orang-orang yang kuat keilmuannya) maka لَكِنْ dalam contoh ini tidak termasuk huruf nawasikh.

Tetapi maknanya sama-sama istidrak.

Thayyib…
Silahkan dilihat dalam Qatrun Nada’ halaman 212, dan dalam kitab Mujiibun Nadaa halaman 235.



Faidah yang ketiga…

🍂 ٣- قَالَ اِبْنُ القَيِّمِ رَحِمَهُ اللَّهُ فِي( لَعَلَّ) :

Berkata Ibnul Qayyim , semoga Allah merahmatinya, pada lafadz
لَعَلَّ

أِنَّمَا يُقَارِنُهَا مَعْنَى التَّرَخِي إِذَا كَانَتْ مِنَ المَخْلُوقُ،

Hanya saja, لَعَلَّ
 itu dikaitkan dengan harapan, apabila yang berharap disini adalah makhluk

وَ أَمَّا فِي حَقِّ مَنْ لاَ يَصِحُ فِي حَقَّهِ التَّرَجِي فَهِيَ لِلتَّعْلِيلِ المَحِيضِ ،
Adapun pada hak seseorang yang tidak sah pada haknya itu adanya harapan, maka dia itu, (لَعَلَّ
pada kasus ini) merupakan
لِلتَّعْلِيل المَحِيضِ
adalah untuk menjelaskan sebab, alasan secara mutlak.

كَقَوْلِهِ تَعَالىَ: ﴿لَعَلَّكُم تَتَّقُونَ﴾،
"Semoga kalian bertaqwa"

وَالرَّجَاءُ اللَّذِي فِيهَا مُتَعَلِّقٌ بِالمُخَاطَبِينَ
Dan harapan yang pada ayat tersebut, yaitu:
لَعَلَّكُم تَتَّقُونَ
Ini tergantung atau berkaitan dengan
بِالمُخَاطَبِينَ
Orang-orang yang ajak, atau orang-orang yang dimaksud dalam ayat ini.

Maksudnya begini… jadi
لَعَلَّ
Itu kan maknanya
لِلتَّرَجِّي
 untuk harapan, artinya semoga.
Nah, kata Ibnul Qayyim Al-Jauzi, التَّرَجِّي
itu berlaku untuk makhluk. kalau makhluk ngomong:
لَعَلَّكَ بِخَير
Maka ini adalah do’a. semoga

Tetapi kalau Allah yang bicara, maka ini bukalah harapan, tapi pasti, mutlak terjadi.

Seperti dalam ayat tentang puasa. Ayat tentang puasa itu kan ujungnya:
….لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Maka
لَعَلَّكُم تَتَّقُونَ
bukanlah harapan, tapi merupakan jaminan dari Allah, bagi siapa saja yang berpuasa maka dia pasti akan menjadi orang yang bertakwa.

Jadi ini maksud dari perkataan Ibnul Qayyim رحمه الله تعالى.



Kemudian, faidah yang keempat:

🍂 ٤. إِذَا اتَّصَلَتْ (مَا)  الحَرْفِيَّةُ الزَّائدَةُ بـ(إِنَّ) وَ أخَوَاتِهَا تَكُفُّهَا عَنِ العَمَلِ فِي الجُمْلَةِ الاسْمِيَّةِ اللَّتي تَدْخُلُ عَلَيْهَا

Apabila bersambung مَا  yang merupakan huruf zaidah dengan إِنَّ, -kita sering mendengar kadang إِنَّ disambung dengan مَا , seperti:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَات -
Apa yang terjadi?
تَكُفُّهَا عَنِ العَمَلِ
Maka, مَا zaidahnya ini menahan atau mencegah إِنَّ dari beramal seperti amil nawasikh.

تَكُفُّهَا عَنِ العَمَلِ فِي الجُمْلَةِ الاسْمِيَّةِ اللَّتي تَدْخُلُ عَلَيْهَا
Maka keberadaan مَا ini mencegahnya dari beramal pada jumlah ismiyyah yang kemasukan إِنَّمَا

وَتَبْقَى الجُمْلَةُ مَكَوَّنَةً مِن ْ مُبْتَدَإٍ وَ خَبَرٍ
Dan kalimatnya tetap tersusun dari mubtada dan khabar.

كَمَا كَانَتْ قَبْلَ دُخُولِ الحَرفِ النَّاسخِ
Sebagaimana sebelum kemasukan huruf nawasikh

مِثَلُ قَو لُهَ تَعَالى ؛  ( إّنَّمَا المُؤمِنونَ إخْوةٌ)
Lihat harusnya kalau إّنَّمَا ini
إّنَّ-nya
beramal, maka yang benar itu:
إّنَّمَا المُؤمِنِينَ إخْوةٌ
Tetapi dijelaskan tadi, kalau إِنَّ bersambung dengan مَا, maka batal hukum nawasikhnya. Jadi dia tidak menjadikan mubtada manshub dan khabarnya marfu’. Tetapi kembali ke hukum asalnya. Jadi intinya إّنَّمَا ini tidak punya amal. Makanya tetep
إنَّمَا المُؤمِنونَ إخْوةٌ
Kalau kita buang إنَّمَا –nya, ini tetap mubtada dan khabar.
المُؤمِنونَ إخْوةٌ

وَيُسْتَثْنَى مِنْ ذَلكِ ( لَيتَ) فَيَجُوزُ إهمَالُهَا إعْمَالُهَا.

Dan dikecualikan dari kaidah yang seperti ini,
لَيتَ
Kalau
لَيتَ
فَيَجُوزُ إهمَالُهَا إعْمَالُهَا
Maka boleh mengabaikannya, boleh pula mengamalkannya.
Lihat Syarah Qatrun Nadaa halaman 207.

Maksudnya kalau إِنَّ dan saudara-saudaranya ini kan bisa:
إّنَّمَا
كَأَنَّمَا
لَكِنَّمَا
لَعَلَّمَا
Ini semua مَا zaidah kalau nempel pada إِنَّ, ini menjadikan ia tidak lagi menjadi amil nawasikh, kecuali pada
لَيتَ
Kalau
لَيتَ
 baik ada مَا –nya maupun tidak ada مَا –nya, dia boleh tetap menganggapnya ataupun mengabaikan.

Jadi ini tambahan faidah dari Mushannif, Pengarang Kitab Al Mumti’ Fii Syahril Ajurrumiyyah

=====================

Thayyib..
Barangkali cukup sampai disini.
Semoga bermanfaat.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•

Tidak ada komentar:

Posting Komentar