_LANJUTAN 4_
Terakhir disini ada faidah-faidah dan tanbihat
فَوَائِدُ وَتَنْبِيْهَات
١ـ أَنْ : حَرْفُ مَصْدَرٍ وَنَصْبٍ وَاسْتِقْبَالٍ.
1⃣ "An" ini adalah huruf mashdar, huruf nashab, dan huruf istiqbal
حَرْفُ مَصْدَرٍ؛
🔹Kenapa أن disebut sebagai huruf mashdar?
لِأَنَّهَا تُؤَوِّلُ
Karena huruf أن itu, mentakwil
أَيْ : تَفَسَّرُ مَعَ الفِعْلِ الوَاقِعِ بَعْدَهَا بِمَصْدَرٍ
Maksudnya dia menjelaskan bersama fiil yang ada setelahnya dengan mashdar
فَمَعْنَى (أُرِيْدُ أَنْ أَزُوْرَ الصَّدِيْقَ)
Maka makna dari kalimat
⬅ أُرِيْدُ أَنْ أَزُوْرَ الصَّدِيْقَ
"Saya ingin menziarahi teman."
Maksudnya adalah
⬅ أُرِيْدُ زِيَارَتَهُ
Jadi kalo kita ngomong
أُرِيْدُ أَنْ أَزُوْرَ الصَّدِيْقَ
💡 Itu sebenarnya kita sedang mentakwil, kita mengubah fiil mudhari ini, menjadi mashdarnya. Karena kita pun dalam menterjemahkannya,
(kalo kalian baca)
🔁 أُرِيْدُ أَنْ أَزُوْرَ الصَّدِيْقَ
Tentu kita tidak menterjemahkan
" saya ingin saya menziarahi teman" ❌
Tapi kita katakan
🔂 أُرِيْدُ زِيَارَتَهُ
"Saya ingin mengunjunginya" ✅
وَسُمِّيَتْ حَرْفَ اسْتِقْبَالٍ؛
🔹Dan dinamakan أن itu huruf istiqbal,
لِأَنَّهَا تَجْعَلُ المُضَارِعَ خَالِصًا لِلِْاسْتِقْبَالِ بَعْدَ أَنْ كَانَ مُحْتَمَلًا لِلْحَالِ وَالاسْتِقْبَالِ وَكَذَا بَقِيَّةُ النَوَاصِبِ.
Karena huruf أن ini, menjadikan mudhari ini خَالِصًا (bersih).
Memang untuk *istiqbal, memang untuk kejadian yang akan datang*.
بَعْدَ أَنْ كَانَ مُحْتَمَلًا لِلْحَالِ وَالاسْتِقْبَالِ
Setelah sebelumnya itu مُحْتَمَلًا,
Mukhtamal ini masih ada kemungkinan untuk saat ini
💡dengan adanya أَنْ dapat dipastikan bahwa perbuatan nya itu adalah untuk istiqbal (untuk masa yang akan datang).
وَكَذَا بَقِيَّةُ النَوَاصِبِ.
Begitupula untuk amil nashab yang lainnya.
اهـ يُنْظَرُ : القَوَاعِدُ الأَسَاسِِيَّةُ ص (٣٣٧).
2⃣ Kemudian faidah yang kedua
٢ـ لَنْ : حَرْفُ نَفْيٍ وَنَصْبٍ وَاسْتَقْبَالٍ،
Lan huruf nafi', huruf nashob, dan huruf istiqbal,
لَا تَقْتَضِي النَفْيَ المُؤَبَّدَ،
⚪ Jadi _Lan_ ini tidaklah bermaksud sebagai penafian selamanya.
وَزَعَمَ الزَّمَخْشَرِيُ أَنَّهَا لِلتَّأْبِيْدِ.
Dan az-Zamakhsyari menyangka bahwasannya Lan ini artinya penafian untuk selamanya. Jadi Lan itu artinya tidak akan.
⚫Menurut Zamakhsyari "tidak akan" itu maksudnya selamanya tidak akan pernah terjadi
قَالَ ابْنُ هِشَامٍ : دَعْوَى بِلَا دَلِيْلٍ،
Kata ibnu Hisyam, Ini adalah klaim tanpa dasar.
وَقَالَ ابْنُ مَالِكٍ :
Berkata pula ibnu Malik, yakni pengarang kitab Alfiyah
الحَامِلُ لَهُ عَلَى التَّأْبِيْدِ اعْتِقَادُهُ فِي : {لَنْ تَرَنِي} أَنَّ اللّٰهَ لَا يُرَى، وَهُوَ بَاطِلٌ.
Yang menjadikan Lan ini bermakna tidak akan selamanya, ini disebabkan karena i'tiqod/keyakinannya dalam ayat
{ لَنْ تَرَنِي}
"Kamu tidak akan pernah melihat saya."
أَنَّ اللّٰهَ لَا يُرَى
أَنَّ اللّٰهَ لَا يُرَى
Bahwasannya Allah itu tidak akan dilihat nanti.
⚪ Ini termasuk pembahasan aqidah, karena diantara aqidah yang wajib diyakini oleh ahlus sunnah waljama'ah adalah bahwasannya di hari akhirat nanti, kita bisa melihat Allah bahkan tanpa hijab. Kita akan melihat Allah secara langsung.
⚫ Tapi ada beberapa kelompok yang menyimpang dari ahlussunnah yang mengatakan bahwasannya kita tidak mungkin bisa melihat Allah, dalilnya adalah لَنْ تَرَنِي
Mereka mengatakan disitu ada huruf لَنْ, kamu tidak akan bisa melihat Ku. Mereka berdalil dengan ayat ini, لَنْ تَرَنِي
katanya لَنْ ini kan artinya tidak akan selama-lamanya. Justru ini dibantah oleh ibnu Malik.
Dia _kata orang yang menyimpang dari ahlussunnah_ mengatakan bahwasannya Allah itu tidak bisa dilihat.
وَهُوَ بَاطِلٌ.
"Ini adalah aqidah yang bathil."
⚪Ini adalah bantahan dari ibnu Malik.
قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى : {وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ (٢٢) إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ (٢٣)}،
[Surat Al-Qiyamah 22, 23]
"Wajah mereka ini, yakni orang-orang yang beriman berseri-seri, kenapa?"
إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
🍀 "Karena mereka bisa melihat wajah Allah Subhanallaah wata'ala".
🕌 Ini adalah salah satu bentuk kenikmatan yang bisa dirasakan oleh orang-orang yang beriman.
Kita berdo'a kepada Allah Subhanallaahu wata'ala, semoga kita dijadikan sebagai hamba nya yang dapat mendapatkan kenikmatan melihat wajahnya di akhirat kelak.. aamiin
وَثُبِّتَ فِي الحَدِيْثِ
🍀 Dan juga telah tetap di dalam hadits.
(إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ)
"Sesungguhnya kalian akan melihat tuhan kalian"
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Ini hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
وَأَمَّا نَحْوُ قَوْلِهِ تَعَالَى : {لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا} فَمَفْهُوْمُ التَّأْبِيْدِ لَيْسَ مِنْ(لَنْ) وَإِنَّمَا هُوَ مِنْ دَلَالَةٍ خَارِجِيَّةٍ.
Jadi ini ماشاء الله .. pembahasan nahwu yang digabung dengan pembahasan aqidah.
Jadi menurut ahlussunah yang meyakini bahwasanya لَنْ itu bermakna bukan untuk selama-lamanya, membantah klaim yang mengatakan bahwasanya ayat
{لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا}
"Mereka tidak dapat menciptakan seekor lalatpun."
⚫ ini kata yang menyatakan bahwa لَنْ itu bermakna selama-lamanya, ini merupakan dalil bahwasannya لَنْ itu artinya tidak akan.
Oleh karena itu, karena لَنْ artinya tidak akan, maka ayat لَنْ تَرَنِي betul-betul menunjukkan bahwasannya ahlussunnah tidak bisa melihat Allah di akhirat kelak.
⚪ Tapi dibantah lagi oleh ahlussunnah waljama'ah bahwa ayat
{لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا}
"bahwasannya mereka ini manusia ini tidak bisa menciptakan seekor lalatpun".
فَمَفْهُوْمُ التَّأْبِيْدِ لَيْسَ مِنْ(لَنْ) وَإِنَّمَا هُوَ مِنْ دَلَالَةٍ خَارِجِيَّةٍ.
Maka mafhum, atau pemahaman, bahwasannya manusia sampai kapanpun tidak akan bisa menciptakan seekor lalatpun, bukan karena huruf لَنْ nya, tetapi hanya saja dia karena ada petunjuk khorijiyah.
Artinya ada faktor lain yang menunjukkan bahwa makna Lan disitu artinya tidak akan selama-lamanya.
🏆Jadi ini salah satu manfaat kita mempelajari ilmu nahwu. Dimana kita bisa membahas masalah-masalah aqidah dari sisi pemahaman bahasa.
يُنْظَرُ : شَرْحُ الطَّحَاوِيَّةِ (١٧٤/١)، وَمُغْنِي اللَّبِيْبِ ص (٣٧٤)، وَالتَّصْرِيْحُ (٣٥٧/٢)
Silahkan dilihat syarah Aqidah athohawiyah jilid 1 halaman 174
Mughnil labiib halaman 374, kemudian
Attashrih jilid 2 halaman 357
3⃣ Kemudian faidah yang ketiga
٣ـ كَيْ : حَرْفُ مَصْدَرٍ وَ نَصْبٍ وَاسْتِقْبَالٍ، مِثْلُ ( أَنْ)
Maksudnya sama-sama huruf masdar, huruf nashab, dan huruf istiqbal.
وَ يُشْتَرَطُ فِيْهَا أَنْ تُسْبِقَ بِلَامِ التَّعْلِيْلِ لَفْظًا أَوْ تَقْدِيْرًا،
Huruf kay ini adalah huruf masdar, nashab, dan istiqbal seperti أَنْ.
Dan disyaratkan padanya, dia didahului oleh lam ta'lil baik secara lafadz ataupun secara takdir.
لَفْظًا مِثْلُ ؛ (جِئْتُ لِكَيْ أَقْرَأَ)،
🍀Secara *lafadz* contohnya
(جِئْتُ لِكَي أَقْرَأَ)
"Saya datang untuk membaca"
🍀atau secara *taqdir*
(جِئْتُ كَي أَقْرَأَ)
"Saya datang supaya membaca"
Bandingkan !!!
🔎 yang awal جِئْتُ لِكَي أَقْرَأَ ➡ ada ل nya
🔎 Yang Kedua جِئْتُ كَي أَقْرَأَ ,
nah yang (جِئْتُ لِكَي أَقْرَأَ) ini namanya secara lafadz,
adapun yang (جِئْتُ كَي أَقْرَأَ) ini secara takdir.
Asalnya tetap saja جِئْتُ كَي أَقْرَأَ
4⃣ Kemudian yang ke empat إِذَنْ
٤. إِذَنْ : حَرْفُ جَوَابٍ وَجَزَاءٍ،
Huruf jawab dan huruf جَزَاءٍ (Pembalasan)
وَرَدَتْ فِي القُرْآنِ حَرْفُ جَوَابٍ غَيْرُ نَاصِبٍ، وَرُسِمَتْ نُوْنُهَا أَلِفًا تَشْبِيْهًا لَهَا بِتَنْوِيْنِ المَنْصُوْبِ،
نَحْوُ قَوْلِهِ تَعَالَى : {وَإِذًا لَّا يَلْبَثُوْنَ}،
Idzan (إِذَنْ) ini adalah huruf jawab dan jazaa, dan di Al-Quran terdapat huruf jawab yang bukan penashab.
Dan nun nya ini dituliskan dengan alif,
Ini maksudnya dia menyerupai إِذَنْ, dengan mentanwinkan nashab nya.
Lihat tulisan وَإِذًا لَّا يَلْبَثُوْن idzan (إِذًا) nya ini ada alif
Diujungnya. Tulisannya memang beda.
🔎Kalo إِذَنْ = hamzah dzal dan nun, tapi
🔎Kalo إِذًا (dalam ayat ini) = hamzah, dzal, dan alif.
❌ Nah yang bentuknya seperti إِذًا, hamzah, dzal dan alif, ini bukanlah huruf nashab. Beda dengan إِذَنْ yang dimaksud dalam pembahasan ini.
Ini adalah tanbih sebagai catatan bahwa إِذَنْ yang dibahas disini
❌ bukan إِذًا yang diakhiri alif,
✅ tapi إِذَنْ yang diakhiri nun saja.
وَإِنَّمَا تَكُوْنُ نَاصِبَةً بِثَلَاثَةِ شُرُوْطٍ :
🔮Dan hanya saja إِذَنْ itu menjadi penashab dengan 3 syarat :
الأَوَّلُ : أَنْ تَكُوْنَ وَاقِعَةً فِي صَدْرِ الكَلَامِ،
1.🔸Bahwasanya إِذَنْ itu terjadi pada inti kalimat.
الثَّانِيْ أَنْ يَكُوْنَ الفِعْلُ بَعْدَهَا مُسْتَقْبَلًا،
2.🔸 Bahwasanya fiil yang ada setelahnya adalah fiil mustaqbal.
artinya gak boleh kalo fiil nya fiil madhi, misalnya
❌ إِذَنْ قَرَءْتُ gak boleh
✅ إِذَنْ أقْرَءُ ini yang benar
الثَّالِثُ : أَنْ لَا يُفْصَلَ بَيْنَهُمَا بِفَاصِلٍ غَيْرِ القَسَمِ أَوْ لَا النَّافِيَّةِ.
3.🔸 Dan tidak boleh dipisahkan antara إِذَنْ dengan kalimat oleh pemisah, selain sumpah atau laa nafi'
يُنْظَرُ : شَرْحُ الكَافِيَّةِ (١١٨/٢)، المُغْنِي ص(٣١).
Silahkan lebih lanjut lagi di baca di syarah al-Kaafiya dan juga al- Mughniy. Thoyyib
Pembahasan ini termasuk pembahasan yang lumayan berat, karena banyak perbedaan pendapat.
♻ Intinya adalah untuk kita sebagai pemula,
Bahwasanya kita mengetahui huruf nashab itu ada 10.
Dan yang di sepakati :
-📌huruf nashab yang bisa menashabkan dengan dirinya sendiri itu ada 4, yaitu أَنْ، لَنْ، إِذَنْ ، كَيْ.
-📌Adapun sisanya yakni لَامُ كَيْ sampai أَوْ dia menashabkan dengan أَنْ مُضْمَرَةً .
Thoyyib
Barangkali cukup sampai disini, semoga bermanfaat.
__________________________
_SELESAI_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar